37. Pick Up

12.2K 1.1K 75
                                    

~Robert POV~

Sudah dua hari sejak kepulanganku dari rumah sakit dan itu artinya sudah lima hari Rain di culik dan tidak di temukan keberadaannya. Selama dua hari ini aku bahkan belum istirahat sama sekali karena menunggu kabar baik tentang Rain.

Ray sudah membajak server utama dari CCTV di lapangan Zuidas dan hanya menemukan kalau Rain di bawa dengan Helikopter oleh anak buah Alexander tanpa tau kemana tujuan dari mereka. Ray juga sudah membajak CCTV di berbagai kota di Belanda untuk menemukan dimana Helikopter itu akan landing namun hasilnya kosong.

Aku memijit pelipisku yang terasa sakit akibat stress berat. Disaat aku sedang berpikir cara lain untuk menemukan Rain, tiba-tiba ponselku berdering panjang tanda telpon masuk. Aku merogohkan tanganku ke dalam saku celana lalu melihat ke layar ponsel untuk melihat siapa yang menemponku.

Dan begitu kulihat, hanya nomor saja yang muncul yang artinya nomor ini tidak ada di kontakku. Aku me-reject panggilan ini karena kupikir ini tidaklah penting namun pada detik berikutnya, ponselku kembali berdering dan nomor yang sama menghubungiku lagi. Aku menggeser layar ponsel untuk mengangkatnya dan kemudian menaruh telponnya di telinga.

"Halo" ucapku saat telpon telah tersambung namun tidak ada jawaban apapun dari seberang telpon. Bahkan saat aku kembali mengulang kata 'Halo' untuk kedua kalinya, masih tetap tidak ada jawaban. Aku menurunkan kembali ponselku dari telinga untuk memutus sambungan telpon.

"Siapa yang kau hubungi, Rain?" aku tidak jadi memutus sambungan telpon begitu aku mendengar suara seorang pria yang menyebut nama Rain.

"AAARRGGHH...." aku sangat terkejut mendengar suara teriakan dari Rain.

Sebelum Rain berteriak, aku juga mendengar suara sebuah pukulan. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat karena amarah yang tidak bisa kuluapkan. Perasaanku menjadi gelisah dan cemas sampai jantungku berdetak sangat kencang dan tubuhku gemetar karena tidak terima jika Rain di perlakukan kasar oleh pria yang menjadi lawan bicaranya itu.

"Ma-Maafkan aku.. maafkan.. hiks.. maaf.." aku semakin menggertakkan gigi karena marah mendengar suara Rain yang memohon maaf sambil menangis sampai terisak.

"Maaf katamu?! Setelah kau menghubungi bajingan itu dan sekarang kau seenaknya meminta maaf padaku?! Kau harus menerima akibat dari perbuatanmu itu, Rain" sekarang yang kudengar adalah suara seorang pria yang tengah memarahi Rain.

"Robert tidak sempat mengangkatnya.. Maafkan aku.. Jangan pukul aku lagi, Alex.. Ini sakit.. sakit..hiks.." aku menggebrak meja dengan kuat begitu mendengar suara Rain yang terus menangis dan meminta maaf pada pria yang menjadi lawan bicaranya dan tak lain adalah Alexander.

Dan selanjutnya yang kudengar adalah suara pukulan lagi yang membuat Rain kembali berteriak dan langsung menangis lebih keras. Hatiku terasa sangat sakit mendengar Rain disiksa sampai kesakitan seperti itu.

"Berikan ponselnya padaku!" terdengar suara Alexander yang memerintah namun aku tidak mendengar adanya jawaban dari Rain. Yang kudengar dari Rain hanyalah suara tangisannya yang tak kunjung berhenti.

"Sakit.. Alex.. ini sa..kit.. hiks.. lepaskan aku.." detik berikutnya aku hanya bisa mendengar suara Rain yang terus menangis dan mengeluh kesakitan sampai akhirnya aku kembali mendengar suara pukulan yang amat keras.

"AAARRRGGGHHH.... Sakit.. uhuhuuu.. hiks.. uhuhuuuu... Sa..kit.." dan kemudian aku mendengar suara teriakan dari Rain yang di sertai dengan tangisannya yang sangat nyaring. Setelah itu sambungan telponnya pun terputus. Sekali lagi aku menggebrak meja dengan kesal sampai aku berdiri dari kursiku dan menendangi kaki meja kerja beberapa kali.

Love And PositionOnde histórias criam vida. Descubra agora