4. Tolong Hentikan Napasku

284 35 35
                                    

Prang!

Jiyeon meringkuk di dalam selimutnya, menutupi kedua telinganya saat mendengar suara benda pecah dari luar kamarnya.

‘Kenapa kamu menyalahkan saya?’

‘Kamu kan ibunya! Bagaimana bisa disaat Jiyeon seperti ini kamu sibuk bekerja!!”

‘Jiyeon tidak hanya membutuhkan saya, tapi kamu juga sebagai ayahnya!!’

‘Apa memang anak itu tidak pernah berarti untukmu?’

‘Jaga ucapkan kamu!! Saya mencintai anak saya!!’

‘Jangan berbicara seolah kamu adalah ibu yang baik!! Kamu hanya wanita kotor!!!’

Gadis itu semakin membenamkan kepalanya, dia menarik selimut itu lebih dan lebih tinggi lagi hingga membenam tubuh indah yang gemetar itu.

“Aku tidak membutuhkan kalian, jangan bertengkar karena aku!” bisik Jiyeon disela isak tangis tak bersuaranya, tetes airmata itu semakin deras membasahi wajahnya. Lagi dan lagi hatinya menjerit nyeri dengan keadaannya yang benar-benar sangat menyedihkan, Jiyeon tidak meminta apapun.

Jiyeon tidak menginginkan apapun dari dua orang yang sejak tadi pagi terus beradu argumen didepan kamar Jiyeon. Mereka saling berteriak dan melemparkan apapun yang ada disana, bahkan suara pecahan barang atau apapun Jiyeon tidak ingin tahu sudah terdengar untuk sekian kali.

Jiyeon semakin terpuruk dalam keputusasaannya, dia semakin buta akan arah dan tujuan hidupnya. Kini semua yang ada hanyalah kegelapan dan jalan buntu yang penuh duri. Impian atau apapun itu tidak lagi Jiyeon miliki, harapan dan cahaya dalam hidupnya telah ikut terkubur bersama dengan jasad Jungkook. Tidak ada apapun yang Jiyeon miliki selain kesakitan dan kesepian, hanya dua hal yang menyedihkan dan menyakitkan itu yang Jiyeon punya.

Cinta, kasih sayang, impian, dan harapan semuanya sudah menghilang bersama dengan menghilangnya sosok yang memiliki semua itu.
Pria itu adalah cintanya, dia sosok yang memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus melebih dua orang yang tercatat secara hukum sebagai ayah dan ibunya. Bagi Jiyeon Jungkook adalah impiannya, dia adalah cahaya sekaligus harapan Jiyeon untuk terus bersemangat menjalani hari-harinya.

Jungkook adalah crayon yang mewarnai detik langkah Jiyeon, dia adalah sesuatu yang membuat hidup Jiyeon yang monoton menjadi lebih hidup.

Jungkook yang mengenalkan dunia pada Jiyeon, dia yang membuka mata Jiyeon akan luasnya semesta ini, dia membuat gadis yang terlalu acuh pada sekitarnya itu agar lebih melihat apa yang selama ini Jiyeon lewatkan.

Jungkook adalah hal yang terindah yang Tuhan ciptakan untuk Jiyeon, namun dengan begitu kejam Tuhan merebutnya kembali dari gadis itu.
Jiyeon menegakkan tubuhnya, melirik pada cermin meja riasnya.

Dia menatap sosok menyedihkan yang tidak lain adalah pantulan dirinya. Gadis itu meringis saat melihat wajahnya yang terlihat lebih tirus, manik indahnya begitu menyedihkan dengan lingkaran hitam yang menghiasinya, pandangannya tidak lagi jernih dan cerah.

Cahaya di iris indah itu sudah meredup, bahkan matanya terlihat memerah dan membengkak karena terlalu sering menangis.

Tangan putih nan kurus itu meraih sebuah botol didalam laci lemarinya. Jiyeon menatap botol kecil yang berisi beberapa pil berwarna putih. Dia membuka botol itu perlahan, mengeluarkan sebuah pil kecil dan memandanginya sendu.

Jiyeon memejamkan maniknya merasakan rasa pahit yang entah kenapa begitu menyesakkan. Dia kembali tertunduk saat tetes demi tetes airmata itu jatuh dari maniknya. Jiyeon menangis tersedu-sedu saat melihat pil putih itu. Rasanya begitu nyeri saat dia tahu obat apa yang ada ditangannya, Jiyeon menggelengkan kepalanya begitu cepat.

BLINDWhere stories live. Discover now