Masa SMA

22 3 0
                                    

Perempuan itu perlahan membuka matanya, samar-samar ia melihat laki-laki yang sedang duduk sambil tertunduk memainkan ponselnya. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, untuk memastikan bahwa Arsy lah laki-laki itu.

"Iblis" desisnya.

Kemudian kembali menutup matanya. Mending ia pura-pura pingsan daripada harus berhadapan dengan cowok itu.

"Gue denger" kata Arsy

Aretha mengintip, tapi Arsy sedang melihatnya. Kembali ia tutup matanya rapat-rapat.

"Udah ketahuan, gak usah pura-pura lagi. Gue gak bakalan ngehukum lo" Arsy bangkit dari duduknya, mendekat ke Aretha.

Buru-buru Aretha menutup seluruh wajahnya dengan selimut.

Krak

Pintu UKS terbuka. Itu Leon. Penyelamat Aretha datang.

"Aretha udah sadar?" Tanya Leon berbasa-basi, padahal ia bisa melihat sendiri Aretha sedang mengintip dibalik selimutnya.

"Mau kekelas sekarang?" Tanyanya lagi. Aretha mengangguk.

Leon membantu Aretha berdiri

"Dunia milik berduaaa" sindir Arsy kemudian ia keluar mendahului.

"Bisa jalan?"

"Bisa kok" jawab Aretha

"Aku jemput dimana?" Aretha bingung.

Apa maksudnya?

"Katanya bisa jalan. Nanti malam gue jemput" jelas Leon.

"Gue kira lo nanya sekarang gue bisa jalan apa enggak"

"Jadi?"

"Mmm... gue pikir-pikir dulu deh" jawab Aretha.

"Gue tunggu" Aretha hanya mengangguk.

Sejak kapan Aretha dekat dengan Leon? Ntah lah, setidaknya Leon lebih baik daripada Arsy.

****
"Lo gak papa?" Tanya Asha begitu Aretha duduk dibangkunya.

Tentu saja semua orang tau kejadian itu, gosip selalu cepat beredar.

"Gakpapa. Gue cuman cuman capek aja. Semalam kurang tidur, ditambah lagi dihukum panas-panasan" gerutu Aretha.

"Riska mana?" Tanyanya lagi.

"Diakan beda kelas sama kita. Dia juga perlu berteman dengan teman sekelasnya dong" Aretha mengangguk. Benar juga. Aretha hanya terbiasa bersama kedua sahabatnya itu.

"Ayuk kantin"

Iya, Aretha melewatkan 2 jam mata pelajarannya. Jadi sekarang sudah istirahat kedua.

"Gak ah mager. Baru juga gue sampe. Lo aja sana" usir Aretha.

"Jahat. Bhay" Asha menghentakkan kakinya, pura-pura merajuk. Kemudian meninggalkan Aretha sendirian dikelas.

Aretha memilih membenamkan wajahnya diantara kedua tangannya. Rasanya ia sangat lelah.

"Lo gak jadi ke kantin?" Tanya Aretha tanpa melihat siapa yang duduk disampingnya.

"Emang gue ada bilang mau ke kantin?" Aretha langsung menegakkan badannya karena mendengar suara Arsy.

"Gue kira Asha" jelas Aretha.

Arsy meletakkan susu coklat dan roti coklat dimeja.

"Buat gue?"

"Menurut lo?" Arsy tetaplah Arsy.

"Tau aja lo gue lagi laper" Aretha menunjukkan deretan giginya.

"Gue gak mau pembokat gue sakit, gabisa kerja" setelah mengatakan itu, Arsy keluar.

Bodoamat apa kata Arsy, yang penting perutnya terisi.

Drtt drrt

Ponsel Aretha bergetar diatas meja.

Leon : gimana?

Gimana? Gimana apanya?

Aretha : apa?

Drrt drrt

Leon : jalan nanti malam

Aretha diam sebentar, menggigit jarinya. Ia takut ayahnya tak mengizinkan.

Aretha : yaudah deh. Jemput dirumah, nanti gue share location.

Tak ada jawaban lagi. Mungkin karena guru Leon sudah masuk.
Bel sudah berbunyi dari tadi tapi Asha belum masuk juga. Kemana dia?

Yang dicari akhirnya datang juga. Gadis berwajah ke arab-araban itu melenggang masuk kedalam kelas dengan wajah tertekuk.

"Kenapa lo?" Tanya Aretha saat Asha sudah duduk di kursinya.

"Gue kesel liat kak Rio. Di genitin sama cewek lain diem aja, kan gue kesel"

"Lah? Kak Rio kan emng begitu. Dia selalu baik sama cewek-cewek. Gue rasa dia tipe setia kok"

"Sok tau lo"

"Gue bisa liat loh selama ini kalian pacaran gimana. Walaupun dia dideketin sana-sini, tapi dia tetap prioritasin lo. Semua anak sekolah juga tau lo sama dia pacaran. Woles ajaa sob" jelas Aretha panjang lebar.

Asha setuju sih dengan apa yang dikatakan Aretha. Tapi tetap saja, perempuan itu cemburu.

"Eh, tadi gue denger ada orang yang ngejelekin lo" Asha membulatkan matanya dramatis, seperti itu hal baru saja.

"Gue sih biasa aja, emang gak ada yang bagus dari gue" jelas Aretha.

"Iyasih, lo bener"

"Kurang ajar lo" Asha terkekeh mendengar respon kelas Aretha. Padahal ia mengakui sendiri tadi.

Bu Risma masuk dengan baju merah meronanya. Sungguh menyakitkan mata. Warna baju itu terlalu kontras.

"Cabe berjalan" bisik Asha

"Ssttt tar denger" Aretha menyenggol siku Asha dengan sikunya.

"Ketutupan rambut kupingnya" Ilman yang dibelakang kursi mereka ikut-ikutan nimbrung.

"Tetangga belakang diem aja deh" Asha dan Ilman memang tak pernah akur.

Perkelahian mereka itu hiburan tersendiri bagi Aretha.

"Bu, kata Asha ibmppphhhhh" Asha menutup mulut bocor Ilman.

Ilman memukul tangan Asha.

"Tangan lo bawang" teriak Ilman membuat seisi kelas tertawa.

"Apa kata Asha man?" Tanya Risma setelah berhasil menenangkan keributan kelas itu.

"Kata Asha, ibu hari ni kelihatan lebih muda pake baju merah gitu" Ilman takut dengan plototan Asha. Asha kalo marah, semuanya terbang sodara-sodara

"Aduhhh. Tiap hari ibu pake baju merah aja kali ya?"

"Mampus, buta gue"

"Ilman mau buat kita rabun rame-rame kali ya"

"Oh my eyessss"

Kemudian disusul sorak-sorakan membuat kelas itu bak pasar malam.

Aretha hanya tertawa melihat tingkah teman-temannya. Masa SMA seperti ini menyenangkan baginya.

ARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang