Surat

32 4 0
                                    

Kamar memang tempat ternyaman, apalagi sekarang kepala Aretha sedang di pangkuan ibunya. Kenyamanan berlipat ganda. Ia bersyukur punya Afni sebagai ibunya, walaupun bukan ibu kandungnya.

Kadang ia bertanya-tanya tentang orangtua kandungnya. Seperti apakah mereka? Mengapa mereka membuangnya? Dulu, ibu panti asuhan cerita bahwa Aretha ditemukan didepan panti. Aretha kecil menangis, sapu tangan berukir LA menjadi selimutnya. Karena itulah, ibu panti memberi nama Lamuela Aretha.

"Ma" panggilnya lirih. Mama hanya mengelus rambut anak sulungnya sebagai jawaban.

"Kenapa dulu mama memilih aku?" Tanyanya pelan.

"Kenapa ya? Mungkin karena suara tangis kamu itu meluluhkan hati mama? Dan kamu cantik sekali waktu bayi" jelas mama.

"Jadi sekarang aku jelek?" Tanya Aretha tak terima.

"Iya, gak pernah dandan sih" Aretha memutar bola matanya.

"Ngapain dandan? Lebih bagus alami" Afni hanya menggeleng melihat jawaban anaknya.

"Mama" panggilnya lagi.

"Apa sayang?" Kali ini Afni menyahut.

"Retha sayang banget sama mama" ucap Aretha. Belum sempat mama membalas, suara bariton menyahut.

"Sama papa gak sayang nih?" Aretha langsung duduk mendengar suara itu. Aretha mengangguk.

"Sayang bangettt dong" Aretha tersenyum.

"Sama gue?" Lamuel muncul.

"Kalo sama lo, gue pikir-pikir lagi deh" semua orang tertawa, kecuali cowok ganteng ini, karena Lamuel cemberut.

****
Hari - hari berjalan seperti biasanya. Tak terasa sudah 4 bulan ia belajar di sekolah mewah ini. Dia memang kurang mampu, tapi ia mendapat beasiswa saat SMP karena menjadi murid yang paling berprestasi. Dia tau bahwa bersekolah disekolah mahal itu membutuhkan banyak uang, kalau bukan karena orangtuanya yang memaksa, ia takkan mau sekolah disini.

"Pagiiiiii" sapanya pada siapapun dikelas itu dengan senyuman. Katanya awali pagi dengan senyuman, biar sampe malem bahagia terus.

Tak ada yang menyahut, hanya lirikan dan anggukan. Kecuali Asha

"Pagiii Aretha kuuuuu" Asha mulai deh lebay nya.

"Kenapa lo? Girang amat" tanya Aretha.

"Gue jadian dong sama kak Rio. Dia semalem nembak gue. Haduh mimpi apa gueee" Asha melompat kegirangan. Teman-teman dikelas menatapnya aneh.

"Selamat yaaa. Jangan diputusin lagi, kasian tu cogan cogan lo" Aretha terkekeh. Asha mengambil sikap hormat.

"Eh, lu ngatain gue tiang bendera mentang-mentang gue tinggi?" Aretha pura pura merajuk.

"Lo lagi pms? Sensi amat" jawab Asha.

Aretha merogoh laci mejanya, mencari kotak pensil yang tertinggal semalam. Tapi ia merasa memegang benda pipih.

"Apa ini? Surat?" Tanyanya pada diri sendiri. Dibukanyalah surat itu. Asha ikut membaca.

Dear Aretha sayang, makasi udah khawatirin aku. Aku tau kamu selalu peduli sama aku.

-AKU

Aretha dan Asha berpandang-pandangan.

"HAHAHAHAHHAHAHAH" mereka tertawa terbahak-bahak. Siapa sih yang ngirim surat lucu begini?

"Kalo mau blg makasi mah langsung aja kali. Emang siapa yang lo peduliin sih?" Tanya Asha setelah puas tertawa.

"Tauk gue. Mana ada. Gue mah bodo amat sama orang, kecuali lo sama Riska" mendengar itu, Asha merasa senang. Aretha memang menyayangi kedua sahabatnya tu.

ARETHAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt