16. Kenangan?

1.4K 120 19
                                    

Ayoo dibaca bab baru Brandywine Magic Academy!!
Happy reading!

Mac berusaha sebisa mungkin untuk mengabaikan perasaan ini. Ya, ini semua adalah kutukan! Kutukan yang suatu hari akan mendatangi dirinya dan ia mulai menyukai wanita ini, persis dengan ramalan itu.

"Mac, jangan pergi kedalam hutan!" ayah Mac membentaknya lalu dengan cepat menarik anaknya agar masuk kedalam rumah.

Ada kekacauan yang sedang terjadi diluar. Wulf datang menghampiri desa tempat Mac serta keluarganya tinggal dan membunuh semua orang yang memiliki element lebih dari 1. Ayah Mac jelas sangat ketakutan, apalagi ketiga anaknya memiliki lebih dari 1 element.

"Lordo, kita harus pergi meninggalkan tempat ini," seru Kaile, istrinya. Raut wajahnya sangat sedih, takut kehilangan keluarganya yang sangat ia cintai.

Mac, Crisella, dan Gerald saat itu hanya bisa diam dan menuruti segala perkataan ayah ibunya. Disaat itulah, tiba-tiba pasukan Darkon datang. Prajurit Darkon dengan sigap berbaris dan mengepung rumah mereka.

PLOKPLOKPLOK! Terdengar suara tepuk tangan yang sangat besar dan juga tawanya. Itu Wulf, anak buah kesayangan Darkon dengan jiwa iblis didalamnya.

Lelaki itu tidak datang sendirian, melainkan juga bersama ketiga anggota keluarganya. Ada 2 gadis kecil dan tentu saja istrinya.

"Ayah, untuk apa kita disini?" gadis kecil bernama Janette bertanya.

"Membunuh semua orang didesa ini."

Ucapan itu terdengar sangat dingin. Lordo hanya bisa menatap keluarganya karena tidak dapat melakukan apa-apa. Tidak sampai semenit, keluarga itu dibantai secara sadis oleh anak buah Darkon. Wulf pun tersenyum puas ketika melihat keluarga itu menjerit kesakitan dan merintih. Sungguh ironis.

"Tolong, jangan sakiti ayah dan ibuku!" Crisella berteriak dan langsung mendapat serangan bola api. Mereka benar-benar tidak memiliki rasa belas kasihan.

"Seharusnya, mereka tidak melanggar aturan dengan memiliki element lebih dari 1." ujar Wulf lalu pergi meninggalkan ayah ibu Mac yang telah terkapar dilantai diikuti semua pasukan Darkon. Tetapi, ada satu gadis yang tetap diam disana,melihat Mac dan Gerald yang sedang menangis.

"Jangan menangis. Sini biar aku bantu."

Seharusnya gadis itu tidak berkata demikian karena detik itu, ramalannya telah dimulai. Jika salah satu diantara mereka memendam rasa,  pasti akan ada yang celaka.

---

Mata Mac berkaca-kaca. Ia merasa begitu bodoh karena telah lengah dalam menjaga perasaannya.  Ingatannya melayang pada kejadian dimana mereka kembali bertemu diperbatasan. Setelah sekian lama tidak bertemu,  takdir pun mempersatukan mereka. 

"Zahra melarikan diri," ucap Alvaro pelan. 

Lelaki itu menatap Janette yang mulai tak sadarkan diri dan memegang pundak Mac. "Kita harus mencari bantuan."

Perkataan Alvaro dihiraukan oleh Mac.  Ia tetap duduk dan memegang tangan Janette. Zio yang bersandar dipohon pun langsung buru-buru melihat kondisi Janette.

"Mac-"

Belom sempat Zio menyelesaikan perkataannya,  air mata Mac sudah mengalir dengan deras.  Lelaki yang selalu bersikap tegar itu akhirnya menangis. Rasanya aneh ketika akhirnya ia merasakaan perasaan ini lagi.  Perasaan akan takut kehilangan dan kepedihan. Sudah cukup dengan kepergian ayah,  ibu,  serta kakaknya. 

Hatinya terasa sakit.  Selama ini,  ia selalu berusaha menghilangkan rasa ini.  Kesedihan hanya akan membuatnya terlihat lemah.  Seorang pejuang tidak boleh sedih, apalagi menangis.  Kehilangan seseorang yang disayangi adalah hal yang wajar apalagi dalam dunia seperti ini.

"Akhirnya aku menemukan kalian!" terdengar suara Gerald dari kejauhan, membuat Mac, Zio, dan Alvaro memalingkan wajahnya ke arah suara itu. "Dimana Zahra?! Gadis itu ternyata seorang penyihir!" 

Vallery juga datang bersama Gerald.  Gadis itu langsung mendekati Zio dan memeriksa keadaan Zio, "Hei, kau baik-baik saja?"

"Janette butuh pertolongan," ucap Zio,  membuat Gerald dan Vallery panik. Mereka melihat Janette yang terbaring lemas dan suhu badannya mulai menurun karena pengaruh mantra es yang tertanam di dalam tubuhnya.

"Aku harus bagaimana,  Gerald?" suara Mac terdengar sendu. Pikirannya sangat kacau sekarang.  Ia bahkan tidak bisa lagi berfikir jernih. "Aku tidak mau kehilangan orang yang ku sayangi lagi!"

----

Keadaan Stardisk Academy mulai kacau.  Halaman depan Academy hampir dipenuhi dengan genangan darah dan tumpukkan mayat-mayat yang berserakan.  Hanya ada beberapa murid yang tersisa dari brandywine Magic Academy. Mereka semua disiksa dan dipaksa memberitahu keberadaan prof Dev.

Prof Justin sudah membunuh sebagian dari murid Brandywine yang memberontak.  Ada 24 orang yang tersisa,  termasuk teman-teman Emma.  Sekitar 7 orang terbunuh dimedan perang sehingga menyebabkan luka yang mendalam bagi orang-orang terdekat. 

Saat ini,  yang masih dihidup dikurung di penjara bawah tanah Stardisk Academy dan diberi penjagaan yang ketat. 

"Aku sudah bilang,  lebih baik kau bunuh saja aku," ucap Emma dingin,  lalu memalingkan wajahnya ke arah Matthew yang ternyata masih setengah sadar. Matthew benar-benar butuh pertolongan dan Emma harus cepat-cepat mencari cara untuk bisa keluar dari sini. 

"Kau selalu saja keras kepala," ucap prof Justin. "Seharusnya kau bisa menyelamatkan teman-temanmu.  Tapi,  karena keegoisanmu,  mereka semua jadi harus menanggung akibatnya."

"Dia hanya melakukan apa yang menjadi tugasnya!" teriak Christiana. "Akan kuhabisi kau! Dasar manusia jahat! Kau akan menerima akibatnya nanti!"

"Sudah merasa hebat ya?" Wulf tertawa seraya mengejek mereka yang dikurung didalam jeruji besi dan di beri mantra. "Coba habisi aku sekarang."

Tiba-tiba,  ruang bawah tanah sedikit bergetar sehingga menyebabkan beberapa orang terserang panik. 

"Apa yang terjadi? Coba kalian periksa!" perintah Wulf pada anak buahnya. 

Saat hendak naik keatas,  prajurit-prajurit itu terguling dari tangga. Semua kaget dan berusaha menebak-nebak apa yang sedang terjadi di atas sana.  Prof Justin pun mulai bersikap waspada,  begitujuga dengan Wulf yang sudah siap memberi aba-aba menyerang pada prajuritnya dan murid Stardisk Academy.

"Maafkan aku karena sudah meninggalkan kalian semua," Prof Dev tiba-tiba muncul dan memberikan senyuman khas dirinya

"Wah, lihat siapa yang datang," goda Wulf lalu tertawa remeh.

Tanpa disangka, Prof Dev ternyata tidak datang sendirian. Ia membawa pasukan. Ya, pohon bergerak, hewan-hewan buas, dan juga beberapa bantuan dari academy lainnya.

"Kau kira aku tidak tau kalau kau membohongiku, Justin?" Tanya Prof Dev sarkatis. "Kau tidak boleh lupa kalau aku memiliki kekuatan membaca pikiran. Walaupun kau membentenginya dengan segala macam mantra, aku akan tetap mengetahuinya."

"Lihat siapa yang akan kalah kali ini," balas Emma.

----

HALOOO SEMUANYAA
Kayaknya aku udah lama menghilang yaa!!  Maapkan aku yang selalu suka ilang:: Gak tanggung-tanggung,  aku ilang 1,5 taon wkwkkw

Makasih buat para readers yang masih setia nungguin cerita inii!  Jujur aku udah lupa ama alur ceritanya.-. Aku sampe baca ulang buat ngertiin ceritanya hahaha.

Jangan lupa buat vote and comment yaa! 
Makasih semuanyaa:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Brandywine Magic AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang