BUGH!

Ia segera menangkap pinggang itu. Begitu mungil dalam pelukannya. Astaga bagaimana bisa ia tidak fokus sehingga menabrak anak kecil?!

Tunggu. Gadis itu mendongak, dalam posisi lelaki itu yang masih merengkuh erat pinggang gadis yang nyaris terjungkal karenanya, ia dapat melihat wajah gadis itu. Ah benar, ternyata bukan anak kecil. Dia adalah seorang gadis biasa.

Gadis itu masih menatap Dani dengan mengerjap-ngerjapkan matanya dan mulut sedikit terbuka.

Seharusnya, seperti biasa Dani pasti akan mendengus dan memutar matanya bila melihat perempuan yang selalu seperti ini tiap kali berdekatan dengannya. Tapi lain hal dengan gadis dalam pelukannya saat ini.

Pelukan?!

Dani langsung memperbaiki posisi mereka, tak lupa membantu gadis itu berdiri. Namun yang keduanya lakukan adalah tetap saling menatap satu sama lain. Mereka tidak sadar menjadi tontonan bagi para pasien maupun perawat yang berlalu lalang.

Tidak, Dani bukan terpesona akan gadis "biasa" itu dihadapannya. Namun ia menunggu sesuatu yang keluar dari mulut tipis nan mungil di hadapannya. Sepertinya gadis itu akan mengucapkan sesuatu, dan ini membuatnya gemas!

Gadis itu tersadar dari lamunannya akan Pangeran tampan disetiap mimpinya sekarang hadir di hadapannya. Oh demi Tuhan, ini bukan mimpi. This is real!

Tidak. Dia seorang dokter. Siapa tahu umur mereka terpaut jauh? Atau bahkan telah memiliki cicit? Gadis itu langsung menggeleng kuat, seketika ia mengubah ekspresi kekagumannya pada Dani, menjadi raut kesal seraya berkacak pinggang.

"Duh Om, kalau jalan hati-hati kenapa!" Bentaknya kecil seraya berdecak.

Gadis itu berlalu dengan hentakan kecil mengiringi langkahnya. Ia meninggalkan Dani yang menjatuhkan rahangnya seketika mendengar sebutan gadis itu yang diajukan olehnya. Sementara Ando dan Karin berusaha keras menahan tawanya. Namun sepertinya Ando tidak kuasa, sehingga bahunya ikut berguncang terpingkal-pingkal.

"Damn it. Apa maksudnya?!" umpat Dani seraya menatap tajam Ando yang tengah terbahak seraya memegangi perutnya.

Karin yang melihat raut wajah Dani begitu mengerikan, meringis sambil membujuk Ando menghentikan tawanya.

"Ando udah, kasian tuh Dani." Mau tak mau Karin ikut tersenyum geli melihat Dani yang berlalu meninggalkan keduanya dengan gusar.

"Biarin aja, berilah waktu pada 'Om' itu, Honey." Ando menegaskan sebutan itu. Lelaki itu merangkul Karin, mereka tertawa bersama melihat tingkah dokter hebat yang tidak sanggup melawan seorang gadis.

Oh, atau hanya gadis itu?

Ando menoleh dan menatap Karin. "Dia pasien kamu kan, Hun?"

***

"Gimana, Dok?"

Daisy mengusap kedua telapak tangannya, menunggu jawaban Karin dengan antusias.

"Hebat. Sudah ada kemajuan." Dengan jari-jari lentiknya, sekali lagi ia membuka mata bundar di hadapannya hanya untuk memastikan. "Nah, mulai sekarang dengan tanpa kacamata, kamu akan tetap melihat dengan jelas."

"Wohooo! Akhirnya aku terbebas dari kacamata itu! Yeay!"

Karin menggeleng-geleng melihat tingkah Daisy yang berumur tidak jauh berbeda darinya, namun masih terlihat seperti baru lulus SD.

"Emangnya kenapa kamu nggak suka mengenakan kacamata? Bukankah itu terlihat lebih dewasa?" tanya Karin.

Daisy menggeleng kuat. "Aku kan designer, Dok. Punya butik sendiri pula. Jadi dengan atau tanpa kacamata nantinya aku bisa menggambar design terbaru dan mengamati para pekerjaku dari jauh. Gitu," jelasnya seraya menjentikan jari.

Adore You, Doctor!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang