La morte

12 5 3
                                    

Aku tidak percaya jika sebuah angka bisa mengundang hantu atau mahluk sejenisnya. Lain hal dengan yang terjadi di kelasku. Kelas 8C.

Aku tidak tahu mengapa wali kelasku mencoret nomor 13 dalam buku absen. Menurutku itu tidak hanya aneh tapi juga terkesan berlebihan.

Okelah, jika rumor tentang gedung perkantoran di ibukota yang katanya tidak pernah menuliskan lantai 13 dalam elevator maupun tangga. Dan diganti dengan angka 12A atau apapun selain angka 13.

Tapi ini hanya sebuah nomor absen siswa! Yang lebih tidak masuk akal lagi, fenomena absurd ini hanya terjadi di kelasku saja. Wali kelas tak berambut itu mungkin salah satu maniak mitos. Sehingga membuat hal aneh seperti itu.

Aku bukanlah siswa baru. Aku hanya menyandang status pendatang di desa itu. Dan yah, aku memang tidak pernah banyak bergaul dengan orang-orang di sekelilingku.

Orang tuaku sama saja denganku. Tidak pernah menganggap semua itu hal penting yang harus kuketahui dan kuhiraukan.

Kami datang dari kota tetangga. Kota metropolitan yang lebih banyak dijejali realita ketimbang mitos belaka. Hanya cuaca pengap dan kemacetan yang menjadi momok menakutkan bagi kami.

Itu merupakan salah satu alasan Ayah membawa kami pindah ke desa ini. Desa yang berada di pinggir kota paling selatan Jawa Barat.

Hingga saat ini aku tidak tahu alasan atau fakta dibalik fenomena absurd itu. Juga tidak ada yang berani memberitahuku. Sampai peristiwa itu terjadi...

---

"Kalian akan duduk sesuai dengan nomor absen. Nomor absen 1 sampai 16 naik bus pertama dan sisanya di bus kedua." Suara wali kelasku mengalir melalui pengeras suara.

Kami semua beranjak dari tempat kami berkumpul dan mengikuti instruksinya. Aku sendiri langsung menghampiri kursiku yang berada di barisan paling belakang.

"Kalo kamu mau, kamu bisa minta wali kelas untuk duduk di depan. Kursi deket pak sopir kosong, kok." Anak lelaki berambut cepak mengintipku dari balik punggung kursinya. Anak itu memang duduk di depanku.

Aku mengerti maksud dari ucapannya lalu kugelengkan kepala sambil tersenyum singkat. "Aku suka di belakang," ucapku melirik kursi kosong di sampingku.

"Gadis aneh."

Meski itu hanya berupa gumaman, aku mendengarnya cukup jelas. Tapi aku tak peduli. Kutundukkan kepala sambil memasang headphone dan memutar lagu-lagu dalam gadget-ku.

Ada-ada saja. Bukankah mereka yang aneh? Memangnya mengapa jika aku ingin di belakang? Apa hanya karena absenku nomor 14 sehingga aku duduk bersebelahan dengan kursi bernomor 13?

Yah, untuk kali ini wali kelas tidak bisa mencoret angka 13 dari kursi bus. Aku tak tahu apa alasannya. Tak mau tahu. Aku hanya kasihan ia tak bisa meneruskan hobinya menyebarkan mitos itu.

Omong-omong kami sedang berada di perjalanan acara darmawisata yang diadakan pihak sekolah. Ini pertama kalinya aku mengikuti acara seperti ini.

Di tahun lalu ketika aku masih di kelas 7, aku tidak ikut karena harus pergi bersama orang tuaku.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan kehebohan yang diciptakan teman-teman sekelasku demi mengusir rasa jenuh selama perjalanan. Ajaibnya lambat laun aku akhirnya berhasil menuju alam mimpi dimana aku bisa menemukan dunia idealku.

Kesendirian membuatku nyaman. Keheningan membuat hatiku tenteram. Aaah, di dalam mimpi aku bisa lakukan apapun yang kumau tanpa ada yang mengganggu.

Tunggu. Siapa itu? Kapan aku mengijinkan orang lain masuk ke dalam duniaku? Orang itu sebaya denganku. Sepertinya seorang anak lelaki. Pakaiannya terlihat rapi walau tampak sederhana.

Aku ingin bertanya apa yang membawanya ke sini dan mengapa ia bisa ada di sini. Tapi aku hanya bisa menatapnya. Ia kini berdiri di depanku. Dengan senyum yang sangat manis dan menyejukkan hati. Ah, aku masih terlalu kecil untuk jatuh hati.

Anak lelaki itu mengulurkan tangannya, mulutnya bergerak-gerak tanpa suara. Entah mengapa aku mau saja mengangkat tanganku menyambutnya. Ia menggenggam jemariku lembut.

Meski ia memandangku layaknya teman, aku merasa tubuhku menggigil ketakutan. Ia seperti telah mengirimkan sesuatu yang membuat alam bawah sadar dari alam bawah sadarku meneriakkan sebuah peringatan. Tapi peringatan apa?

Siapa, kau?

Pertanyaanku dijawab oleh sebuah seringai yang tiba-tiba muncul di wajah anak lelaki itu.

Hentikan ini! Aku ingin bangun! Seseorang!

---

"Naas, Niat Berdarmawisata, Malah Terbakar Hidup-Hidup Dalam Bus"

"... membuat para siswa dan guru yang mengikuti acara tahunan tersebut harus mengalami tragedi yang tidak akan pernah terlupakan. Bus yang mereka tumpangi tiba-tiba meledak sesaat setelah para penumpang diturunkan di tempat tujuan.

"Kami tidak tahu mengapa terjadi ledakan. Padahal sepanjang perjalanan, kami tidak mengalami masalah apapun," ujar salah satu pengajar yang menjadi penumpang dalam bus pembawa maut.

"Saya mencoba membangunkan Gabela sebelum saya turun, tetapi dia tidak mau bangun. Saya pikir akan memberitahu wali kelas untuk membangunkannya. Tapi, tapi baru saja saya turun, bus itu meledak secara tiba-tiba." Seorang siswa menyampaikan kesaksiaannya terhadap satu-satunya korban jiwa dalam insiden tersebut.

Gabela Lastrita (14) siswi yang menjadi satu-satunya korban jiwa, kini telah diantarkan ke rumah duka untuk segera dimakamkan..."

End

La morteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang