Chapter 07 : Perdebatan

Magsimula sa umpisa
                                    

*****

Nina masih berusaha menjernihkan pikirannya ketika duduk sendiri di sebuah teras minimarket dekat pelatnas. Perdebatannya dengan Kevin tentang Fajar sebenarnya bukan hal yang pantas dipikirkan, tapi entah kenapa Nina merasa sikap Kevin jadi aneh.

Kenapa harus begitu?

Kenapa dia terlalu khawatir Nina merusak konsentrasi Fajar?

Hey, Nina tidak ada pikiran sama sekali untuk menggoda Fajar atau siapapun lelaki di dalam pelatnas. Lagi pula otak Nina masih belum kuat memikirkan laki-laki yang mungkin akan menjadi kekasihnya nanti.

"Kak Nina?"

Sadar dipanggil, Nina mengangkat kepala. Ia menemukan sosok perempuan dengan jaket abu-abu dan rambut dikuncir ke belakang.

"Hai, Gre."

Gre duduk di depan Nina. Ia datang karena tahu perdebatan Nina dan Kevin. Tadinya Gre mau bertanya besok saja tapi ternyata malah bertemu di sini. Nina dan Gre bisa disebut sebagai sahabat karena mereka sudah lumayan dekat dan tidak ragu bercerita satu sama lain. Kemarin saja Gre curhat panjang lebar pada Nina ketika berada di Bogor kemarin.

"Kok belum pulang?"tanya Gre.

"Lagi nggak konsen nyetir, daripada nabrak, mending di sini dulu sampai pikiran gue jernih," jelas Nina singkat sambil mengaduk mie gelas yang tersisa setengah.

"Gue mau tanya soal perdebatan lo sama Kevin tadi, Kak."

Nina menaikkan sebelah alis. "Kenapa lo mau tau?"

"Ah maaf kalau tersinggung. Gue cuma mau denger, siapa tau bisa ngasih solusi juga. Kita kan temen, jadi udah sepatutnya kita saling membantu." Gre berniat baik untuk membantunya, tetapi entah kenapa Nina masih sangat ragu menceritakan yang terjadi sebenarnya.

"Oh gitu. Gue sama Kevin tadi cuma salah paham aja kok, gue terlalu tersinggung sama jahilnya dia," jawab Nina tersenyum simpul. Dia mengambil jawaban itu bukan karena dia ingin berbohong tapi agar tidak ada pertanyaan lainnya.

Setiap orang sudah tahu Kevin jahil sekali dan kadang membuat orang jadi naik pitam. Jadi, alasan yang Nina berikan cukup masuk akal.

Gre mengangguk memahami jawaban itu. "Kalau ada sesuatu, gue mau dengerin lo, Kak. Beban kan akan lebih ringan kalau dipikul bersama."

"Pasti. Tapi maaf kalau untuk sekarang emang nggak ada yang perlu gue ceritain."

"Iya. Ya udah kalau gitu gue belanja dulu ya, kalau lo mau pulang, hati-hati."

"Makasih."

Tersentuh rasanya hati ini. Dia tidak sangka kalau Gre ternyata sangat baik. Rugi sekali orang yang nantinya menyia-nyiakan Gre. Gadis seperti Gre sudah sepantasnya disayang dan dimanjakan.

*****

Langit sudah menjadi gelap, tapi Kevin tidak kembali ke kamarnya. Dia tetap berada di gelanggang latihan dan merebahkan tubuhnya di salah satu lapangan. Pikirannya kacau karena perdebatan dengan Nina tadi.

Kevin tidak tahu maksud dari apa yang dia katakan. Dia pun bingung kenapa bisa mengatakan sesuatu yang seperti itu. Seolah menggambarkan kecemburuan. Kevin tidak cemburu sama sekali dengan kedekatan Nina dan Fajar, sungguh.

Hanya saja sedikit terbebani. Sekali lagi itu karena perbedaan sikap Nina padanya dengan orang lain.

Sebenarnya salah Kevin itu apa?

"Vin, ngapain masih di sini?"

Suara yang sudah tidak asing itu membuat Kevin sedikit mengangkat tubuhnya. Marcus berjalan mendekat, di tangan kanannya membawa ponsel, dan di tangan kiri membawa tempat minum.

Kevin tahu adegan ini, Marcus meninggalkan tempat minumnya lagi seperti yang sudah-sudah.

"Oh, cuma lagi gabut aja, Ko," jawab Kevin, duduk.

"Lagi banyak pikiran kayaknya. Ada masalah, lo?"

Kevin menggelengkan kepala. Mereka berdua memang partner dalam lapangan tapi di luar lapangan mereka tidak pernah saling curhat. Kevin lebih sering curhat ke Rian yang notabene teman sekamarnya. Lagi pula, Rian orangnya pendiam, jadi sudah bisa dijamin rahasianya tidak akan bocor.

Eh, tapi itu bukan berarti Kevin tidak percaya Marcus bisa menjaga rahasia. Hanya saja dibutuhkan kenyamanan dalam sesi curhat.

"Nggak ada apa-apa, Ko, seriusan." Kevin tersenyum meski senyumannya dipaksakan.

"Hmm ini sih lo lagi nggak jujur sama gue." Tepat sasaran, Marcus bisa membaca kebohongan dari gerak-gerik yang Kevin tunjukkan. "Apapun masalah lo, jangan sampai itu kebawa sampai pertandingan. Pertandingan udah seminggu lagi."

Kevin mengangguk. "Iya Ko."

"Ya udah, buruan balik sana, belum mandi ini pasti." Marcus berdiri lantas pergi meninggalkan gelanggang sambil menempelkan ponsel ke telinga.

Jadi, dari tadi Marcus dalam sesi teleponan dengan istrinya tapi tetap menghampiri Kevin yang sedang gundah gulana. Marcus sweet juga jadi teman sekaligus kakak.

Kevin berjalan dengan langkah gontai kembali ke asrama. Membawa tas peralatan di pundak kanan. Cowok itu sesekali menjawab sapaan dari teman-teman pratama atau teman yang lainnya. Ia juga menyapa pelatih yang berpapasan dengannya.

Kebetulan membawanya berpapasan dengan Fajar yang keluar dari kamar. Fajar bersikap seperti biasa menyapa Kevin, tapi jawaban Kevin yang tidak seperti biasanya.

"Vin, baru balik lo?" tanya Fajar basa-basi.

Kevin tersenyum miring singkat dan mengangguk.

"Bad mood? Jawabannya nggak biasa amat."

"Gue ngantuk," jawab Kevin singkat lantas masuk ke dalam kamarnya yang tidak jauh dari kamar Fajar.

Karena Fajar merasa semuanya baik-baik saja, dia bersikap acuh tak acuh lantas pergi ke tempat tujuannya. Sementara Kevin di kamar, duduk di bibir tempat tidur sambil berpikir.

Ada apa sama gue hari ini?

*****

Post : Sabtu, 29 September 2018

Repost : Sidoarjo, 18 Maret 2021

-Icha-

Better (KSS) ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon