Kita Hanya Masa Lalu

420 130 211
                                    

Ia duduk tenang di bawah pohon ditemani buku dengan musik di telinganya. Sesekali ia mengangguk-anggukan kepalan tatkala musik yang didengar menghentaknya. Dengan teliti ia membaca dan memahami kata satu persatu. Ia tidak melewatkan satu katapun dan memahaminya dengan baik. Jika ada kata yang tidak dimengerti, ia membuka kamus online di ponselnya. Ia memang sangat menggemari kebiasaannya yang satu itu. Jika ia tidak tahu harus berbuat apa, maka ia memilih untuk membaca sesuatu untuk pekerjaannya. Tetapi bukanlah buku yang bersangkutan dengan pelajaran yang di baca, melainkan buku-buku cerita seperti novel dan komik. Di dalam kamar pun ia membuat tempat khusus untuk meletakkan koleksiannya. Dirinya sudah mengoleksi sejak masih duduk di bangku SMP. Walau sering terjadi kontroversi antara dirinya dan Mama tentang yang dilakukannya, tidak membuatnya jera untuk terus membeli buku-buku baru.

"Apa gunanya kamu membaca itu semua?" tanya Steffi – Mamanya – kala itu.

"Membuat aku tahu tentang segala hal."

"Segala hal? Kamu yakin? Yang ada bikin kamu kebanyakan menghayal."

"Menghayal ada bagusnya juga, nggak membuat otak aku kosong."

"Jangan pernah lagi kamu bawa pulang buku-buku nggak penting seperti itu."

"Kenapa? Aku membelinya dengan duit yang aku tabung sendiri. Aku nggak minta pada kalian khusus untuk membelinya."

"Kamu dibilang banyak membantahnya."

"Bukan aku membantah. Tapi itu hobby aku. Setiap manusia punya hobby tersendiri, yang nggak bisa dilarang oleh orang lain. Bagaimana jika aku minta Mama membuang semua bunga yang Mama beli dan rajin Mama rawat itu? Mama juga akan bertindak sama seperti aku."

Zi memang tidak bermaksud demikian terhadap Steffi. Tetapi memang tidak pernah ditemukan kecocokan antara mereka berdua. Zi lebih sering beradu mulut dengan beliau. Dan itu hal yang membuatnya selalu memilih keluar dari rumah. Ia tidak pernah betah di rumah, karena hanya akan memancing keributan antara dirinya dengan Steffi. Tidak ada yang dapat meleraikan jika mereka berdua sudah terjebak dalam adu mulut. Zahlul, selaku kepala keluarga, menyerah menghadapi mereka berdua. Mereka sama-sama memiliki watak keras dan tidak ingin mengalah.

"Zi, ngapain sendirian di bawah pohon?" Suara itu melepaskan pandangannya dari kata-kata.

"Nggak ajak-ajak ke taman. Dari tadi ditelpon juga nggak angkat."

"Memangnya kalau ke taman harus diajak ya? Dan maaf bukan nggak diangkat telponmu, tapi ponsel aku tertinggal di ruangan. Kalian kenapa bisa datang ke cafe bareng? Janjian ya??"

"Cemburu ya??"

"Aku cemburu dengan kalian berdua? Permisi aku mau ketawa lebar-lebar."

"Bilang aja kalau kamu cemburu. Aku ngerti kok, mungkin kamu masih menyimpan rasa untuk Virky."

"Kire, kalau ngomong dipikir dulu dong, aku dengan dia udah putus lima tahun yang lalu, nggak mungkinlah rasa itu masih ada. Ya nggak Ky?" ucapnya mantap sambil menyenggol lelaki di sampingnya.

Lelaki itu juga mengangguk mantap. Mereka memang sepasang mantan kekasih yang berawal dari teman dan berakhir dengan pertemanan, pertemanan yang sangat erat. Tiga tahun menjalin hubungan, tidak ada konflik hebat yang terjadi di antara mereka. Teman-teman mereka iri melihat hubungan yang dijaga dengan baik hingga terhindar dari konflik. Mereka sebagai aktor utama pun bingung mengapa mereka tidak dihampiri oleh konflik seperti pasangan lainnya. Tetapi di balik itu semua mereka bersyukur karena dapat tetap bertahan sebagai teman yang lebih baik.

"Ky, kalau kita nggak pacaran lagi gimana?" tanyanya kala itu.

Virky yang sedang santai menikmati pemandangan di depan mereka tersontak kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan kekasihnya itu. Virky sengaja mengajak Zi jalan-jalan ke pantai, karena sudah lama ia tidak berjumpa dengan pujaan hatinya dikarenakan terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Selain itu, tempat yang sangat disukai Zi untuk dikunjungi memang pantai. Dia sangat suka air.

Kupotret Kau dalam DoakuWhere stories live. Discover now