2.

54 4 2
                                    

Pagi menjelang dan Luki sudah siap dengan seragamnya. Bersih, rapi, kancing sampai kerah dan dasi yang melekat erat. Tidak jauh berbeda dengan anak laki-laki lainnya, Luki terlihat sama seperti mereka. Jika saja...,

"Aduuuh..., hape akuu!" Luki menghentakkan kaki lalu kembali ke kamarnya. "Pagi-pagi udah lupa! Sebel!"

Jika saja ia bersikap lebih maskulin.

Salah satu kelebihan Luki adalah, dia bisa naik motor. Sebenarnya biasa, ya. Itu bukan kelebihan. Tapi itu cukup mengesankan untuk dirinya, mengingat bagaimana ia menjerit karena belajar menaiki bebek mesin; demi menghindari tatapan orang-orang di jalan dan didalam angkot.

Luki membuka helm dan sarung tangannya begitu sampai di pelataran parkir sekolah. Ia merapikan rambut cepaknya yang sudah mulai panjang sebelum turun dari motor dengan agak berjinjit. Bukan karena motornya tinggi, memang hanya Luki seperti itu.

"OH!" satu suara mengalihkan perhatiannya. Luki menoleh dan mendapati Aaliya setengah berlari kearahnya. Seiring Aaliya yang semakin dekat, tubuh Luki kaku seketika. Kenapa Aaliya mendekatinya? Tidak mungkin gadis seperti Aaliya menyapa dirinya lebih dulu.

"Hai." gadis itu tersenyum singkat
Luki menelan ludah. "Hai...," balas Luki terlampau pelan.

"Ini,"

"Oh?" Luki mengerjap.

"Makasih banget, ya. Kemarin gue tertolong. Kalau bukan karena elo.., mungkin kelas udah bubaran gara-gara gue bau." candanya, padahal ini masih pagi. Tapi Luki menghargainya dan tertawa kecil.

"Ngga apa, lagi." Jawab Luki sambil menerima tas di tangan Aaliya.

Keduanya diam dalam suasana awkward. Luki baru mau bertanya mengenai kemarin, mengenai bagaimana Aaliya masih bicara padanya dengan santai setelah diejek karena dirinya. Tapi terlambat.

"Kalau gitu, gue duluan, ya." Aaliya melambaikan tangan.

Meski sebetulnya mereka bisa berjalan bersama-sama, Luki mengerti kalau Aaliya tidak mau terlihat berjalan bersamanya. Luki juga lebih baik cari aman. Terlihat dekat dengan Aaliya hanya membahayakannya.

.

Luki kembali duduk bersama kawan-kawannya. Tina, Asty, dan Siska. Diantara mereka, Tina yang paling dewasa. Lebih banyak diam, dan kadang memberi nasehat jika salah satu diantara mereka mulai bersikap kelewatan. Siska bisa dibilang anak yang paling cerewet. Dia selalu membawa berita baru dan hobi snapgram. Luki tertular darinya. Sementara Asty, yang paling garang di grup mereka. Meski begitu, Asty hobi ganti-ganti pacar karena dia cantik.

"Hei Lucy cantiik...., ngga dandan hari ini?" bangku depan yang duduk grup berisi anak laki-laki memulai ejekannya.

"Ngga usah diladenin, Cy," kata Asty sambil fokus membalas pesan pada pacarnya. Luki menggumam mengiyakan. Diejek dipagi hari tak jauh berbeda seperti sarapan bagi Luki.

"Nggak lah... sekarang kan dede Lucy udah punya pacal...," Tiko memeragakan suara anak kecil, lalu grup laki-laki itu tertawa.

"Anjing." Asty mengumpat. "Eh diem lo!"

"Awww, Tico takut...," Tiko pura-pura memeluk kawan disebelahnya, lalu mereka tertawa. Lagi. Luki menghela napas, membiarkan.

Sebelum bel masuk biasanya anak-anak lebih betah di kantin karena tidak sempat sarapan. Meskipun ada beberapa anak juga yang diam dikelas.

Luki menoleh ke kursinya, lalu beralih ke kursi sebelahnya. Ada tas Aaliya diatas meja. Tidak seperti kemarin, hari ini Aaliya datang tepat waktu. Tapi hanya sesekali saja bisa melihatnya. Biasanya pagi hari Aaliya ada di dojo karate, mungkin latihan.

Best Part Of YouWhere stories live. Discover now