"Oh, itu .. Kamu gak apa-apa di tempat kerjaan?" Deg, dia kenapa bisa tau aku ada kenapa-kenapa di kerjaan?, batinku.

Ntah kenapa aku mulai mencurigainya. Jangan-jangan dia yang dimaksud Mbak Yanti sebagai orang yang harus kuwaspadai.

Mataku menelusuri wajah dan penampilannya. Dia kelihatan kikuk kupandangi. Aku tak perduli. Terus saja kuperhatikan, siapa tau aku menemukan sesuatu. Kenapa Mbak Yanti berpesan begitu.

Lama kupandangi sepertinya Mas Ridho gak enak hati.

"Emm, maaf sebelumnya kalau dek Uli jadi curiga sama saya." Duh suaranya dalam, berwibawa, lumer hatiku.

Aku masih diam tak menjawab. Jujur aku tak bisa mencurigai orang seperti ini.

"Saya sebenarnya melihat keanehan waktu dek Uli berangkat kerja tadi pagi." Deg!

"Saya melihat sesosok perempuan ikut di boncengan dek Uli, wajahnya kejam, seperti ingin menerkam." Aku masih diam, ternyata dia juga bisa lihat.

"Saya khawatir, saya pikir apakah saya harus bilang ke keluargamu. Kalau saja ada kenapa-kenapa." Nyesss meleleh hatiku.

"Tapi ternyata dek Uli selamat pulang dengan aman, Alhamdulillah" serunya, ekspresinya benar-benar tulus.

Tidak mungkin dia orang yang harus kuwaspadai, batinku.

Mas Ridho sepertinya gak enak karena aku diam terus, aku sendiri bingung mau komentar apa. Aku takut salah.

"Ya sudah kalau ..."

"Mas..." kupotong ucapannya, dia hendak bangkit. Pasti mau pamit. Batinku.

Mas Ridho duduk lagi.

"Kalau boleh tau, kenapa mas peduli padaku?"

Buset, mulutku ini kemajuan atau apa?. Pede banget aku. Duuhh malunya. Salah ngomong aku ini! Aku tadi cuma gak mau dia buru-buru pergi, kenapa nanya yang bukan-bukan?? jeritku dalam hati.

"Hemmm" nyesss dia tersenyum lagi. Dewasa banget booooo... Rejeki nomplok kalau aku dapet orang kayak gini. Duh senyum, aku harus jaga senyum manisku.

Akupun kembali memasang senyum, yang kata Bapak senyumku paling manis sedunia.

"Apa ada yang akan cemburu kalau saya peduli dengan dek Uli?"

Ya Allah... Dia ini menggodaku atau apa?? Auwowowooo.. Tapi suaranya terdengar serius. Ga ada unsur menggoda.

Hahayyy, hatiku kegirangan gak tau diri. Tapi  aku tetap terus berusaha tenang, masih pasang senyum.

Kugelengkan kepalaku.

Melihatku menggeleng, kembali dia tersenyum. So sweet.

"Boleh saya peduli?"

Mati kutu!

Skak matt!

Dia ini nembak maksudnya atau apa?. Aku bingung salah tingkah.

"Sebagai?"

Ooohh... mulut kambing!, asal aja ngelempar omongan. Kenapa aku keceplosan lagi? Ngapain aku nanya 'sebagai'? Duuh, pasti kesannya aku agresif dah... Yah jelas sebagai sesama bangsa Indonesialah... Memang kamu ngarep apa Uliii... Ini mulut kenapa suka bunyi dulu daripada mikir ya? Jeritku lagi dalam hati.

Ingin kabur rasanya. Tak berani menatap matanya.

"Sebagai orang yang ingin mengenal lebih dekat, bolehkah?" Subhanallah, suaranya tenang, lembut, dewasa. Siapapun tak akan sanggup menolaknya.

Aku ingin mengangguk sekencang mungkin.

Tapi tiba-tiba, suara mbak Yanti seakan menggema lagi, mengembalikan logikaku dan menghempas rasa yang perlahan mulai tumbuh.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

#1 : Misteri Maghrib Where stories live. Discover now