Part 3

15.2K 513 24
                                    


Bu Siti jadi hantu gentayangan. Itulah berita yg menyebar saat ini di kampung kami sampai ke kampung-kampung sebelah. Sudah seminggu ini beragam kisah horor jin qorinnya Bu Siti beredar, beragam kisah, berganti ganti, ditambah tambahin atau dikembang kembangkan warga biar makin seram.

Siapa yang gak kenal Bu Siti, setelah tragedi pembakaran diri selepas maghrib dirumahnya.

Waktu itu, aku sendiri ikut menyaksikan, tubuhnya terbakar, menjerit, meng kaku, hingga menghitam, selepas membara meledak api dari rumahnya. Sesaat ia memantikkan korek keatas tubuhnya yg basah diguyur bensin. Tak terlupakan. Tak terbayangkan.

Bu Siti merasa sudah tak sanggup lagi hidup.

Tak ada yang berani menerobos masuk. Api begitu besar, ditambah adanya menara tower sinyal di depan rumah yang ditakuti warga akan korslet atau nyetrum atau jatuh ...

Warga hanya bisa berteriak ramai memanggil manggil nama Bu Siti. Jeritan suara Bu Siti lama kelamaan hilang, tubuhnya kaku. Gosong. Penduduk berbondong bondong membawa air sebanyak2 nya .... Rumahnya hitam habis terbakar, mengerikan.

Sampai tinggal asap hitam mengepul ngepul basah, barulah beberapa pemuda dan bapak bapak berani menerobos ke ruangan menjemput dimana mayat Bu Siti berada.

Waktu itu yang menambah kengerianku, saat mayat akan di angkat, tiba tiba ada lengkingan melolong tertawa tawa kunti, suara perempuan yang mengejutkan semua yg ada disitu, berasal dari depan rumah Bu Siti.

Anak gadisnya tetangga depan Bu Siti ‘kesurupan’.. Kabarnya dia sudah demam 3 hari tak turun-turun sehabis mengantar makanan ke rumah Bu Siti. Perhatian warga terpecah, antara mayit Bu Siti atau jeritan melengking gadis yg kesurupan.... Suasana makin panik.

Aku sendiri bergemetaran tubuhku, masih terasa tanganku tadi meraih tangan Bu Siti yang membawa jerigen minyak .... Andai saat itu kuhentikan dia v.... Andai tak kuhiraukan meskipun ia pernah kesurupan,. Andai aku lebih lama menjenguknya dan bukan malah kesana kemari mencari berita tentangnya ....Ibu, kenapa mengakhiri hidup seperti ini?

Paginya datang Rangga, istri dan keluarga istrinya, meraung raung Rangga menyaksikan mayat ibunya .... Tangisannya pilu penuh sesal... Tak dihiraukannya bau daging terpanggang ... Berusaha disentuhnya tubuh ibunya yang menghitam berair sembari menangis.. Sesal tiada arti, kalau sudah begini bagaimana lagi mau menyelamatkan ibunya....dunia dan akhiratnya...

Beberapa keluarga berusaha menghubungi Roma, terkejut tak percaya disusul raungan Roma diujung telepon, langsung memesan tiket pesawat pulang. Aiih Romaaa Romaaa. Tak terkatakan semua yang terjadi ini, kenapa malah aku yg menyaksikan ibumu di akhir hidup tragisnya....

Ahh Bu Siti, apakah harus sejauh ini yang kau lakukan demi hanya untuk mengumpulkan anak-anakmu pulang kerumah menemuimu???

Apakah rindu dan sepi yang menghilangkan akalmu...
-------------

Aku gak percaya dengan semua kisah horor yang beredar, gak mau percaya tepatnya, karena jujur sudah tahlilan hari ketujuhpun aku masih suka terbayang wajahnya. Kasihanlah kalau kisahnya masih harus berlanjut dengan yang bukan-bukan.

"Ya wajar!! kalopun semisal memang Bu Siti gentayangan di Gg Bersama, itu wajar! dia mungkin marah dengan warga sana selama ini??, lah... wong warganya gak ada yg peduli, gosipin keluarganya aja taunya, aib keluarga Bu Siti diperbincangkan gak henti henti, dari anaknya kawin lari, buk Siti yang silau harta, kehormatan, stress, depresi, gila,... bukannya dihibur, didekati, ini malah saban hari dijadikan trending topik bahan gosip..!!"

Termangu mangu kudengar cerocosan Bu Hajjah Rahma ketua perwiritan saat mengisi acara pengajian gabungan pengurus mesjid-mesjid sekelurahan.

"Bu Siti jadi makin sakit, makin depresi juga secara gak langsung karena perbuatan masyarakat disekitarnya, setiap hari digosipin, diisuin, siapa yang gak akan menarik diri kalo digituin, sudahlah sekarang berhenti menyalahkan si Roma si Rangga si Sosa (maksudnya Saso suami Roma), si A si B, anak-anaknya, keluarganya, tetangganya.. Sudahlah... kita jadikan ini semua pelajaran.. kalau ada diantara kita yang susah hidupnya, penuh masalah, sebatangkara hidup sendiri, jangan malah kita jauhi, mari kita rangkul, kita dekati..." lanjut buk Rahma berapi-api.

Pemikiran Bu Rahma dari sudut pandangnya menarik dan banyak benernya Menurutku.

Ahh semoga saja cerita ini disekiankan, jangan ada lagi pembahasan atau cerita baru, biarlah roh buk Siti tenang, toh dia bunuh diri dalam keadaan hilang akal, bukankah orang yang hilang akal tidak dihisab? Ntahlah,. Batinku, kukirim Alfatiha untuknya.

Pulang kerja.

Kubelokkan motorku depan warung mbak Menur, lapar. Habis sholat magrib di mesjid nongkrong bentar makan mie. Lama kami gak jumpa sejak peristiwa malam itu. Warungnya juga sering tutup kulihat.

"Mbak Menur apa sakit? Kenapa tutup melulu?" tanyaku sembari menyendokkan sambal.

"Serem dek,.." jawabnya mendekat ke mejaku.

"Hah??" melotot ku berfirasat.

"Buk Siti?"

"He em, gentayangan..." bisiknya

Aku gak pernah percaya dengan semua cerita orang... Tapi ini mbak Menur, pedagang mie ayam kesayangan warga desa. Masak iya bohong.

"Apa cerita?" tanyaku penasaran...

"Wiiihhh mbak pokokmen sementara ini gak berani buka warung tengah malam, jam tengah sembilan tutup byar.. biar aja..." serunya

"Didatangi?"

"Iya,..dia lewat gerimis gerimis, keadaan persis waktu itu.... Lewat bawa jerigen pakek kerudung hijau....!" merinding mbak Menur mengusap ngusap bulu kuduknya di kedua lengan...

"Serius lah mbaaakk ..." sahutku mulai ngeri

"Iya dek,..buat apa Mbak bohong...itu malam pas gerimis, ga da yg beli, mbak duduk disitu itu... " tangannya menunjuk bangku panjang depan stelling teras warung.

"Sekitaran jam sepuluh malam, dari seberang sana dia jalan pelan pelan nyebrang, gak ada kendaraan juga ... Mbak gak ngeh Mbak pikir siapa Ibu-Ibu bawa jerigen malam malam gerimis gini ..."

Kuduk leherku dingin, kusuap sesendok penuh mie kedalam mulut, tak kuhirau lidahku melocot kepanasan ...

"Dia belok jalan kearah sini, Mbak perhatikan kok Bu Siti!, Ibu itukan udah meninggal...apa ini nyata,..semakin mbak pelototin semakin iya dek, memang dia... Mbak pura pura buang muka masuk ke warung ngumpet dibalik meja ...!! Mbak intip intip, eh dia belok ke jalan setapak belakang rumah mang losoh ... persis waktu itu ...tau kan ...???"

"Trus??"

"Trus apa?? yah lemes .... Mbak langsung tinggalkan warung lari kerumah,. Masmu yg nutup kede....2 hari demam mbak... Astaghfirullohaladziimmm ..."

Kerudung hijau bawa jerigen pakai daster, itu memang penampilan buk Siti terakhir kami lihat.

Selera makanku mendadak hilang, jalanan sudah sepi padahal Isya baru saja lewat, aku takut ... Dan gerimis tiba tiba turun ... Mangkuk mie ku masih penuh, aku berdiri.

Mbak Menur tau aku ketakutan begitupun dia, kami saling menatap, pias. Gerimis ini.

"Dek, tungguin mbak bentar knaapaaa ... mbak tutup kede sebentaaar ... gratis deh nggak usah bayar ..." rayunya.

Tapi gerimis dan kelenganan bikin aku makin takut, mendadak kebelet pipis. Gak mungkin kutunggu dia nutup warung.

"Gak bisa Mbak ... aku kebelet ..." mataku melotot melihat mbak Menur tiba tiba tegang mematung, matanya juga melotot, dia melihat sesuatu dibelakangku...

"Apa ...? Ada ... apa ... ?" aku gak berani berbalik, firasatku gak enak, merinding sekujur badan..

Mbak Menur masih melotot, matanya makin besar, mukanya memucat, tatapannya beralih dari mukaku ke belakangku...

Takut.

"Ibu itu?" dijawabnya dengan anggukan hampir tak terlihat teramat pelan...

Tiba tiba suara itu, samar kudengar lagi dari belakangku, lirih... pelan teramat pelan hampir tak terdengar ...

"Liii....Uliiiii...."

"Hu Hu Hhhuuuwaaaahhh!!!!!"

"Brakkk...!" mbak Menur jatuh pingsan didepanku tanpa sempat kutangkap,.

Hangat, air mengaliri kakiku, aku tak berani menoleh ke belakang aku takut luar biasa, menangis, terkencing - kencing...

Bersambung.

#1 : Misteri Maghrib Where stories live. Discover now