Part 11

10.3K 435 13
                                    

Kucoba melihat siapa di kiriku, pelan kugerakkan kepalaku sehalus mungkin, agar tidak kentara.

Astaghfirullohaladziiiimmmm,..

Pocong!!.

Masih terkekeh-kekeh sendiri dia, asyik melihat keluar.

Merinding, kutahan nafas, kupejamkan mataku, gimana ini?, mencoba berfikir waras.

Apa yang harus kulakukan? Menjerit memberi tahu mereka diluar, pastilah aku lebih dulu yang ditangkap pocong. Seperti kasus-kasus orang hilang di kampung kami. Menghilang di kuburan, raib dibawa pocong. Setahun kemudian pulang, linglung.

Dulu aku tak percaya, tapi melihat pocong-pocong ini, bisa jadi bukan sekedar isu.

Kulirik pintu masuk kuburan di sebelah kanan, tak jauh. Aku harus bisa keluar dari sini, tapi masih ada yang mengapitku di kanan, kudengar ia masih terkekeh-kekeh.

"Huu, hu, hu, ... huuuu ... huu... huhu ... hu .."

Kalau yang ini sejenis pocong juga, mungkin bisa kutendang, agar dia terguling, lalu aku lari. Batinku menguatkan diri.

Pelan, kugerakkan kepalaku ke kanan, ingin memastikan, jenis apa di sebelahku. Semoga pocong juga. Bisikku, merasa yakin setelah sekian kali jumpa makhluk astral, aku pasti mampu mengatasinya.

Kubuka mataku.

Serrrr...Deg!
Waktu seakan berhenti.
Bibir kelu, nafas tercekat, ingin menjerit suara tak keluar.

"Gggghhhh ... Ggghhhhh ... Gggghh ..." badanku goyang-goyang seperti orang menggigil kedinginan mandi malam, suaraku tak juga keluar.

Pocong melotot.
Mukanya berjarak sejengkal dengan mukaku.

Walau remang-remang cahaya tiang listrik, tapi jelas kulihat, ada belatung menggantung-gantung keluar dari lubang hidungnya, matanya tak berkelopak, di kedua ujungnya darah mengalir menetes-netes.

Bau busuk.

Kami saling berpandang.

Tulang-tulang mukanya sebagian terlihat karena dagingnya yang terkelupas.

Terlanjur menyadari aku bisa melihatnya, dia tak lagi tertawa.

Tiba-tiba mulutnya monyong mendekatiku, mengendus-ngendus, gila ini pocong, apa mau nyium???

"Hiiyyyyyy!"

Pocong gila, "Bruukkk..!!"

Kujatuhkan badanku ke bawah, mencoba jongkok. Sambil menutup mata, kujejak kedua tanganku di tanah, merangkak cepat ke pintu keluar, meniru cara Gijem kabur tadi.

Beberapa  patok batu dan  kayu nisan di pinggiran tembok seakan kuterabas. Sekuat tenaga aku merayap, merangkak maju ke pintu.

Dari belakang kudengar suara lompatan, sepertinya pocong-pocong itu mengikutiku.

Kukebut.

"Hosh ..Hosh.. Hosh .. Hosh .."

Harusnya aku sudah sampai pintu keluar, tapi kenapa tak kurasakan ujung tembok pintu kuburan. Apa aku salah?

"Hosh ...! Hosh ....! Hosh ...!! Hosh ...!!"

Duuhhh... Kenapa temboknya terasa jauh?? Perasaan tadi gak jauh dari pintu ah.

Masih kupejamkan mataku, terus kuayun tangan dan lututku merangkak mencari pintu keluar.

"Hosh...Hosh..hosh...!!"
Terus merangkang di pinggir, kurasakan dinding masih di sebelahku.

Jantungku mau putus, nafasku ngos-ngosan, tanganku meraba lagi dinding di sampingku, sambil terus merangkak mencari pintu.

Lututku sakit, aku terus merangkak meraba dinding.

#1 : Misteri Maghrib Where stories live. Discover now