Azan subuh.
Bapak bersiap-siap ke Masjid dan ibu ke kamar mandi. Kuhampiri Jalu.

"Jal..ada sesuatu dalam kaleng itu?" tanyaku.

"Pikirku pun ada sesuatu mbak, sesuatu yang bikin buk Siti penasaran..."

"Trus ada gak? Didalam kaleng, siapa tau dia nyimpan wasiat disitu,.. "

"Iya ya mbak... Soalnya dia segitunya nyari nyari guli-guli ini"

Tangan Jalu meraba-raba, lalu nyengir. Kepalanya menggeleng.

"Gak ada apa-apa tuh.."

Kuambil kaleng itu, kuperiksa sendiri luar dan dalam memang gak ada apa apa,..kaleng ini menghitam bekas terbakar, berisi penuh guli, memang kalau dibuat untuk menyimpan wasiat cukup ideal, sebab tak hancur dilalap api. Tapi, kaleng ini beneran kosong.. Jadi apa maksud buk Siti?

Apa hanya untuk menakut-nakutiku?

Ah buk Siti tak mungkin seusil itu padaku.

"Dek..."

"Iya mbak, kenapa?"

"Udah ada yang megang atau nyimpan kaleng ini sebelum kamu?"

Mata Jalu membesar.
"Aku nemu kaleng ini bersama si Gijem, Gigi Jemping anak lek Rakyok, sebelum dikasihkan ke aku ya dibawa pulang dulu sama lek Rakyok..." jawab Jalu.

Kami saling memandang, sepertinya dia tau maksudku.

"Coba nanti kukorek Si Gijem, apa Bapaknya udah nemu surat wasiat duluan apa nggak dalam kaleng ini..." serunya tersenyum.
------------------------------

3 hari berlalu, dan Jawaban Jalu masih sama.
"Kata Gijem gak ada apa-apa dalam kaleng roti isi guli itu...Kosong!. Ga ada peta harta karunnya!!" Hmm, jadi apa maksudnya buk Suti mencari-cari gulinya pakek datengin aku segala. Kalau toh ga ada apa apa begini. Batinku.

Ah, Yasudahlah kalau gitu, yang penting udah 3 hari ini keadaan aman. Gak ada gangguan apapun dari buk Siti. Mungkin buk Siti cuma mau gulinya dikembalikan ke keluarganya. Buktinya sekarang aman - aman, aja ga ada penampakan lagi.

Alhamdulillah, lega rasanya.

Pulang kerja, sampai di rumah Maghrib. Rumah sepi, sepertinya semua pada keluar. Mandi, lalu sholat, baca buku menunggu isya, azan isya langsung sholat, setelah sholat maksudnya mau makan, tapi aku malah tertidur.

Kebelet pipis, aku berjalan ke arah dapur, menuju kamar mandi. Habis pipis mau makan, perutku lapar, pikirku. Belum sampai kamar mandi aku mendengar suara orang menangis sedih sekali.

"Huuuuuuhuhuuuuu....huuuuuuhuuuhuuuuu...huuuuhuuuhuuuu..." dari belakang dapur area jemuran. Hari sudah malam, siapa yang dibelakang? Dan kenapa menangis sendirian? Kudatangi asal suara tangisan dibelakang.

Seorang ibu-ibu sedang jongkok bersimpuh sendirian kepalanya tertunduk.

"Huuuuhuuuhuuuu...huuuuhuuuhuuu" kusentuh bahunya dan diapun berhenti menangis.

"Buk, ibuk kenapa menangis? Kenapa duduk disini sendiri?" tanyaku padanya, hatiku iba mendengar suara tangisannya. Pilu.

"Bingung naak.., diusir, gak punya tempat tinggal..huuuu huuu" Jawabnya menangis lagi.

"Loh ibu darimana..anak-anak ibu kemana? Keluarga ibu?" tanyaku kasihan.

"Sudah gak punya siapa-siapa naak, ibu tak punya apa-apa, ..huuuhuuuuu..."

"Jadi ibu ini mau kemana, kenapa diusir? Ibu ngapain disini...sendirian..?"

"Gak tau mau kemana...ibu gagal...nilai ujian ibu buruk naak....ibu gak lulus,.. gagal....jadinya diusir...huuuuhuuuuhuuu" lanjut ibu itu terbata, tersedu-sedu.

"Gak lulus apa buk? Nilai apa?" tanyaku penasaran dengan ibu-ibu yang masih merunduk, menyembunyikan wajahnya. Sambil menangis dibelakang rumah kami ini.

"Nilai Rapor ibu nak,...Tugas-tugas ibu ketinggalan,..huu huuu sudah terlambat,..huuuhuuuuhuuu gak sempat lagi...huuuhuuu ibu gagal...huuuuuhuu"

Bingung aku maksud ibu ini. Orang tua kok mikirin Rapor? Apa ibu ini sebenernya seorang mahasiswa S3?? Dari penampilannya keliatannya bukan...makan aja susah.

"Saya bisa bantu apa bu? Dimana tugas-tugas ibu ketinggalan? Mau saya ambilkan?" Tawarku iba.

Mendengar tawaranku tangisan ibu itu berhenti.

"Beneran anak mau bantu saya??" Perlahan ibu itu mengangkat wajahnya melihatku.

"Astaghfirullohaladziim..!!" Terdorong kebelakang tubuhku terjengkang, begitu melihat wajah buk Siti, terduduk di lantai, seperti ada yang menghempasku kebelakang.

"Bbbbuuuk...ibuk kan..udah...meninggal..." dubh..dubh..dubh..jantungku melompat lompat.

Terperangah kulihat ibu itu melotot kearahku sambil berusaha membuka mulutnya lebar lebar, dia seperti ingin teriak, tapi suaranya kecil kudengar, ia menunjuk-nunjuk  tanah.

"Gali! Guli! Gali! Guli! Gali Guli... Gali Guli...Galiii..Guliiii..Gali..Guli...Galii...!!!!! haaaaaa.." Buk Siti hilang bersama kata katanya yang berhasil terpancang di otakku.

Gali Guli.

Ntah apa maksudnya.

Aku tersentak. Terbangun. Astaghfirulloh.. Buk Siti... rupanya mimpi. Nyata sekali.

Duduk, nafasku cengap, serasa beneran, ibu itu tadi, kasihan sekali, lusuh  nangis-nangis dibelakang dapur rumahku.

Astaghfirulloh... Masih terbayang wajah buk Siti saat diangkatnya melihatku. Penuh air mata.

Untung aku gak ngompol. Batinku. "Sshhhh..shhh", dalam mimpiku mau pipis, dan sekarang aku masih kebelet. Kutahan pipisku.

Kulirik jam dinding kamar. Jam 12.00. Kok bisa pas banget ya jamnya. Bikin parno. Duuhh gimana ini.

Kuraih engsel pintu kamarku. Kubuka. Sepi, semuanya udah pada tidur kelihatannya. Kepalaku celingak celinguk kekiri kekanan, jangan-jangan hantu buk Siti masih ada dirumah. Kututup lagi pintu. Gak berani.

"Sshhhh...ssshhh..shhhhh" Gimana ini, kebelet banget, tapi juga takut ke belakang.

Kurapat, rapatkan kakiku, kujegang-jegangkan tubuhku demi menahan pipis.

" Sshhh,..sshhhh"

Buk Siti,.. Encop dulu doonggg mainnya,..dipending dulu,..aku permisi kebelakang sebentar. Bisikku dalam hati.

"Aih...aih..aih...gimana ini yaa.." masih jegang-jegang menahan pipis. Kutarik celana panjang tidurku keatas sampai  dada, demi menjepit menahan bawah.

Coba kubuka lagi pintu kamar, berusaha tak memperdulikan sekitar, aku berjalan keruang tengah, aman. Terus ke dapur, aku mulai ragu, tiba-tiba merinding, kulihat ruang area jemuran belakang, gelap. Tidak sampai kamar mandi. Aku ngacir balik lagi ke kamar.

"Duuhhh, gimana ini ya,..horor banget belakang,. Mana tadi mimpi buk Siti disitu...." bisikku bingung bercampur panik.

Tak bisa tahan lagi. Rasa takutku lebih besar  dari rasa malu pipis dicelana.

Tapi aku gak mau pipis dikamar, ribet ntar...

Mataku mencari-cari sesuatu yang bisa kugunakan untuk menampung pipis ini sementara. Kamarku bersih, tak kutemukan plastik, gelas, mangkuk, botol air mineral, atau apalah yang bisa kupakai nampung. Sampah dikamar ini sudah diangkut ibu.

"Ssssshhh...Sssshhhh...ssshhhh..." sudah terujung.

Kubuka lagi pintu kamar. Kutatap dapur, pintu kamar mandi 6 meter lagi dari pintu dapur, dari tempat ku berdiri ke pintu dapur 5 meteran lagi, 11 meter. Rasanya jauh banget... Kalut.

Gak tahan, kutarik celana tidurku kebawah, aku jongkok depan pintu kamarku,..

"Sseeerrrrrr...cuuuuurrrrrr..." pipisku mengalir sepanjang ruang keluarga dari depan kamar.

"Ibuuuu....maafkan anakmu yang tak tau diri ini....Ulii beneran takut buuuu..."

#1 : Misteri Maghrib Where stories live. Discover now