2. Keputusan

13 3 0
                                    

"Kalau boleh tau apa yang saya harus lakukan untuk mendapatkan uang itu"

Alfonso mulai menjelaskan apa yang harus dilakukan Kahiyang.

"Mudah saja. Kau hanya cukup mengabisi satu nyawa saja,nyawa buronanku"

Kahiyang kaget dan matanya melotot mendemgar pernyataan Alfonso. Tidak pernah terbayang dalam benak Kahiyang untuk menghabisi nyawa seseorang.

"Membunuh orang tuan?"

"Ya. Mudah saja kan. Jadi aku sudah menyingkirkan Sekretaris buronanku dan kau yang akan menggantikan posisi sekretaris itu. Untuk cara membunuhnya itu terserah padamu. Bayangkan saja nyawa adik tercintamu itu terancam gara-gara kau menolak tawaranku ini. Bagaimana deal?"

Kahiyang yang tadinya kaget saat ini menimbang-nimbang keputusan yang mana harus ia ambil. Terima atau tolak. Dua keputusan mutlak untuk menentukan keselamatan adiknya. Dengan menghirup nafas panjang Kahiyang menjawab.

"Saya setuju"

Alfonso menyunggingkan senyum tanda kemenangan hampir ia dapatkan. Tidak ada yang akan mengira bahwa Kahiyang sekarang adalah seorang pembunuh bayaran. Tampangnya yang masih lugu dan lemah lembut membuatnya tak akan dikira pembunuh.

______________________________________

Sekarang Kahiyang sudah bersiap-siap masuk ke gedung tempat musuh Alfonso bekerja. Ia masih tidak tahu siapa yang harus di lenyapkan. Kata Alfonso di atas meja kerjanya nanti terdapat amplop bertuliskn nama orang yang harus di lenyapkan itu siapa.

Kahiyang merasa ada yang berbeda dari dirinya. Saat memakai heels biasanya ia merasa tidak nyaman dan kalau jalan pasti sebentar-sebentar mau jatuh. Kahiyang melihat kakinya. Gez, ternyata ia memakai sneaker putih yang sudah tidak terlalu putih yang biasa ia pakai ke tempat bekerjanya dulu. Cafe.

'hari pertama yang ceroboh'. rutuk Kahiyang dalam hati.

"Permisi. Nama saya Kahiyang Zanna Anjani."

Kahiyang berada di meja resepsionis. Sang resepsionis yang bernama Jenifer itu melihat Kahiyang dari atas sampai bawah seerti sedang menilai penampilan Kahiyang saat ini. Ia memakai kemeja putih, celana bahan hitam, tas selempang coklat dan sneakers putih. Untuk riasan wajahnya Kahiyang hanya memakai bedak dan lipstik nude itupun ia oleskan sangat tipis, karena tidak terbiasa makeup. Rambutnya hanya dia ikat ekor kuda asal karena tadi ia hampir ketinggalan bus.

'Apa benar sekretaris baru Tuan Rajendra seperti ini. Jelas lebih menarik Rosa'

Ucap Jenifer dalam hati.

"Oh, kau ya. Naik saja ke lantai 57. Disana sudah ada yang menunggumu."

"Kalau begitu terimakasih, Jenifer"

Kahiyang berjalan menuju lift dan naik ke lantai 57. Sampailah Kahiyang di lantai 57, di dekat pintu besar di depan terdapat meja yang pasti adalah meja kerjanya nanti. Kahiyang mengambil sebuah amplop yang ada di atas meja tersebut.

Rajendra Abiseka Kamma

Nama itu yang tertulis di atas kertas putih itu. Kahiyang tentu saja sangat familiar, karena ternyata dia adalah pemilik perusahaan tempat ayahnya berkerja. Saat Kahiyang sedang serius membaca kertas tersebut ada pria yang keluar dari ruangan besar tersebut.

"Kahiyang?"

"Saya tuan"

Sudah di pastikan pria tersebut adaah Rajendra. Ia memperhatikan penampilan Kahiyang dari atas sampai bawah.

"Apakah pakaianmu tidak ada yang lebih bagus dari ini?"

"Maafkan saya tuan. Saya tidak tahu pakaian ap yang saya harus pakai, karena saya dulu bekerja di Cafe bukan di kantor."

Konsiliasi [ON HOLD]Where stories live. Discover now