Chapter 3

3.4K 112 9
                                    

SAFILA mengikuti sosok pria berambut sedikit gondrong di depannya dengan jantung yang berdebar kencang. Ya. Entah apa yang membuat gadis itu merasakan tanda-tanda jatuh cinta yang biasa ia baca di majalah wanita (yang bahkan ia anggap sebagai omong kosong). Entahlah, yang jelas, sepanjang matanya masih terjangkau dalam memandangi punggung pria tinggi itu, saat itulah ia merasakan sulitnya menghirup oksigen, kencangnya detakan jantung, bahkan, sesuatu dalam dirinya seolah meluap-luap tanpa alasan.

Tanpa aba-aba, pria itu berhenti. Membuat Safila spontan menabrak punggung lebarnya. Gadis itu mengaduh seraya memegangi dahinya, menatap kesal sosok Langit yang tertawa geli melihat gadis itu, "Nona Manis, aku akan berbicara dengan Tuan Araldo. Barangkali beliau masih punya kamar kosong. Kamu bisa menunggu di kamarku."

"Araldo?"

"Pemilik penginapan ini."

"Kakek Araldo?"

"Benar."

Mata Safila berbinar senang, "Lo bisa bahasa Italia? Serius?"

Langit terkekeh, "Sedikit. Cukup untuk perbincangan sehari-hari."

"Kalau gitu gue titip salam, ya? Bilangin. Makanan buatan mereka, enaaaak banget! Lidah Indonesia gue langsung cocok sama masakan Italia buatan mereka!" Safila memasang kedua jempolnya, berbicara seolah tak ada beban atas kelalaiannya.

Selanjutnya, Langit meninggalkan Safila di dalam kamarnya, kemudian berjalan menuju rumah sederhana di seberang penginapan tersebut. Sementara Safila mulai memasuki kamar kecil berisi dua twin bed, sebuah TV, sebuah lemari kecil, dan sebuah kamar mandi kecil. Kamar itu tergolong rapi untuk ukuran kamar seorang pria. Gadis itu memilih untuk duduk di ujung kasur, memandang sekililing dan lagi-lagi tersenyum lebar. Entah ini sudah senyum ke berapa yang bibirnya ciptakan sesaat setelah ia bertemu si pria berambut gondrong di depan air mancur termewah di kota Roma.

Safila melepas ikatan di rambutnya, membiarkan mahkota dengan panjang sepunggung itu terjuntai jatuh dengan indahnya. Gadis itu memilih untuk menidurkan tubuhnya sejenak. Hingga pada akhirnya, langkah kaki terdengar mendekati kamar tersebut, diikuti dengan suara decitan pintu kayu dan kemunculan seorang pria dengan senyuman termanis yang pernah Safila lihat.

"Langit?" Panggil Safila. Gadis itu segera bangun, membantu Langit membawa nampan berisi makanan dan minuman yang penuh di tangannya.

"Nyonya Araldo memberikan ini kepada kita. Katanya, beliau tidak ingin melihat gadis seceroboh dirimu kelaparan di pagi hari," Langit menyeringai, "Katanya, kamu terlihat seperti pemakan segala yang handal."

Wajah Safila memerah, "Ap—apa, sih?"

"Jangan tersipu, Fila." Langit tersenyum.

Hal itu membuat Safila mendongak, menatapnya penuh tanda tanya.

"Kamu terlihat seribu kali lebih manis dengan pipi memerah."

Langit sialan.

Tanpa mempedulikan ucapan pria itu, serta jantung yang lagi-lagi tak bisa berhenti membuat ulah, Safila segera mengambil porsi makanannya dan memakan dengan lahap.

"Pantas sekali tubuhmu berisi, ya?"

Mendengarnya, Safila tersedak. Wajah gadis itu semakin memerah, membuat Langit dengan cepat memberikan segelas air putih kepada gadis itu, "Cantik, aku bilang kamu manis dengan pipi memerah, bukan berarti kamu harus tersedak seperti ini, kan?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 30, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE DAYS WITH STRANGERWhere stories live. Discover now