[ FF Project ] " Eternal Heartbeat / 영원한 심장 박동 "

[ Chapter 2 of 3 | Part 2 of 3 ] " Eternal Heartbeat / 영원한 심장 박동

# [ J ] Jinri’s POV

“Jantung bocor biasanya merupakan kelainan bawaan. Secara medis yang termasuk penyakit jantung bocor antara lain defek septum ventrikel (defek atau lubang pada dinding otot antar ventrikel), defek septum antrium (defek atau lubang pada dinding antar atrium), atau mungkin juga terdapat kelainan pada katup – katup jantung. Untuk mengetahui jenis kelainan dan berat ringan penyakit tersebut selain dengan wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik (terutama bunyi jantung), biasanya diperlukan pemeriksaan tambahan seperti rongten dada dan pemeriksaan echocardiografi (pemeriksaan jantung dengan alat seperti USG). Karena penyakit ini merupakan kelainan anatomi, untuk mengatasinya biasanya diperlukan tindakan operasi. “

Penjabaran pertama yang Psikolog Jay dengar dari gerak bibir dr. Park Joo Yeon, Sp. JP ( Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah ) akan kondisi kesehatan adikknya, Janey.

_____________________________

Kantin yang amat ramai ketika jam makan malam hari ini. Aku kewalahan. Bahkan tak sempat ke rumah pohon untuk baca buku kedokeran yang super duper tebal itu kembali. Beberapa hari ini pun tak bersua kakak lelaki ( oppa ) yang belum kunjung sembuh tersebut. Kudengar dari percakapan para perawat yang bertugas di bangsal jantung bahwa sepertinya dia masih akan lama disini.

Aneh. Padahal hanya cedera kaki sedang. Aku tak mengerti. Semoga, dia segera sembuh walau mungkin aku tak akan ada kesempatan bersua kembali. Tak apa, asalkan ia peroleh yang terbaik bagi dirinya.  Aku bergerak menuju meja disudut ruangan. Dipinggir jendela. Membereskan piring-piring sisa dengan cekatan. Sebuah handuk biru muda mengalung dileherku. Lelahnya aku. Semenjak pulang sekolah langsung ke Rumah Sakit membantu ayah di kantin. Rumah sakit ramai sekali selama 2 pekan belakangan ini. Banyak korban kecelakaan.  

“ Mianhaeyo, gwaenchanaseyo? “

“ Uhmm .. mwo? Ah~ Mianhae. Ne, gwaenchana. “

“ Sedaritadi anda bahkan tak menyentuh makanan kantin kami. Ada yang kurang berkenan kah? Aku akan menggantinya. Katakanlah. “

“ Annio. Aku hanya tak nafsu makan. Baiklah, aku makan. “

“ Baiklah. Permisi. “

            Ku lanjutkan pekerjaan membersihkan meja yang sempat tertunda karena melihat seorang kakak lelaki berusuia kira-kira 8 tahun lebih tua dariku tengah termenung sendu di meja pojok sembari menatap jauh dan kosong ke luar jendela. Terhampar langit malam tanpa bintang diluar sana. Ia tampak begitu murung. Iba aku. Tak lama kemudian, dia berdiri. Dia lewat dibelakang ku. Sebelumnya, karena mata kami sempat beradu ia layangkan sebuah senyum miris pada aku. Ku balas dengan senyum ramah. Tak habis makanannya.

Ia tampak sangat gelisah dan cemas. Ia pun sangat sedih tampaknya. Tak tahu pula aku apa lah yang tengah menimpa dirinya hingga kakak yang sebenarnya cukup tampan itu memasang wajah begitu murung. Entah kleuarganya meninggal dunia kah atau sesuatu hal yang buruk telah terjadi pada keluarganya. Dia bukan lah seorang pasien rumah sakit ini.

Ya. Aku mengetahuinya ketika mengantar makananan yang dipesan oleh dr. Park Joo Yeon, Sp. JP minggu lalu. Kakak ini berada disana. Berada di ruang kerja Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah tersebut. Sungguh, siang itu aku tak bermaksud menguping. Namun terdengar jelas isi pembicaraan mereka karena si kakak lelaki itu bersuara cukup keras hingga terdengar dibalik pintu. Operasi, operasi, dani operasi. Ya. Sepertinya orang terdekatnya akan menjalani sebuah operasi yang amat beresiko. Jika benar begitu, dia pasti lah sangat tertekan. Kasihan.  

            Waktu merangkak pelan malam ini. Langit mendung berkawan suhu dingin menjadi atmofer yang menyelubungi malam ini. Kantin telah mulai sepi semenjak pukul 21:00 tadi. Kantin ini pun telah kubersihkan. Rapi seperti semula. Ayah bersiap pulang. Tengah mengemasi barang-barang. Aku yang tak ada kerjaan sembari menunggu ayah usai berkemas, termangu dipinggir jendela. Didapur kantin, lantai 2.