[ Chapter 1 of 3 | Part 2 of 3 ] " Eternal Heartbeat / 영원한 심장 박동 "

Comenzar desde el principio
                                        

Rumah pohon. Aku berdiri di bawah pohon rimbun ini. Mendongak. Mengehela napas. Menaiki anak tangga dengan kedua kaki bergetar. Mencoba menjadi raga yang kuat. Yap! Sampai aku diteras rumah pohon. Bergetar tungkai ku untuk bangkit atau sekedar berjongkok bahkan merangkak untuk masuk kedalam ruangan kecil di dalam rumah kayu ku ini. Aku beringsut dengan pelan sekalimendekati pintu masuk yang tak berpintu. Ketika seperempat tubuhku mulai masuk, aku terhenti.

Seseorang tengah terlelap di sudut ruangan kecil lagi sempit ini. Dipinggir jendela sana dengan sinar sang surya membias kelantai kayu. Ia tertidur amat pulas di pojok rumah kayu yang telah dibangun selama 4 tahun ini. Rumah kayu yang dibangun atas permintaan ku. Permintaan yang akhirnya bersedia dikabulkan oleh pihak Rumah Sakit setelah ayah dan ibu ku mendesak lebih sengit. Ya, ayah dan ibu ku adalah salah satu dari pemegang saham tertinggi untuk Rumah Sakit  ini, Kwanghee Hospital. Entah mengapa pula, tiba-tiba terlintas di pikirku untuk membangun sebuah tempat khusus yang diperuntukkan hanya milikku.

Sudahlah, kembali bahas tentang dia yang tengah terlelap. Sebuah buku tebal terbalik dengan halaman yang terbuka di genggaman tangan kanannya. Tergeletak diatas unjuran kaki yang dibalut jins hitam. Tersampul palstik rapi buku itu. Beringsut kembali aku mendekati raga mungil yang tersandar disudut rumah kayu milikku ini. Kuraih buku tebal yang terbuka dan terbalik posisinya itu.

Ku raih buku tebal tersebut. Mengatur posisi duduk gar lebih nyaman. Bersandar aku pada dinding kayu. Membalik buku berjudul “This is me : A Doctor “. Buku seri ke-3 setebal 356 halaman. Kubuka helai-helai awal. Tercetak sebuah stempel perpustakaan Diamond Senior High School.  Sekolah khusus putri yang berlokasi tak jauh dari sekolah khusus pria dimana nama ku tercantum sebagai salah seorang siswa kelas XII.IPA-A. Diamond Senior High School, sekolah yang sama pula dimana putri semata wayang Dokter Park Joo Yeon (yang menangani penyakit ku sejak kecil ) tengah menuntut ilmu.

Buku tentang seluk-beluk Kedokteran ini terbit Maret 2010. Jangka waktu peminjaman masih tersisa hingga 2 minggu kedepan . Dipinjam semenjak seminggu lalu atas nama Choi Jin Ri. Kelas XI.IPA-F (setahu ku merupakan kelas IPA terakhir di sekolah khusus puteri tersebut ), Diamond Senior High School. Kemudian, kubuka halaman yang ditandai dengan meletakkan sebatang pensil biru di antara helai-helai  tersebut. Membancanya dalam hati.

 ________________

“ Jika berat badan balita Anda susah naik, berhati-hatilah. Siapa tahu ia menderita kelainan jantung bawaan. Pemeriksaan dini dan tindakan tepat dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.”

...... Faktor lain yang dapat mengganggu pembentukan jantung pada trimester pertama antara lain paparan sinar rontgen, trauma fisik dan jiwa, pil kontrasepsi, serta faktor keturunan. Beberapa kebocoran jantung berdasarkan lokasinya: ventrikel septal defect (VSD, kebocoran di bilik), atrial septal defect (ASD, kebocoran terjadi di serambi), dan paten ductus arterious (PDA, kebocoran di aorta yang menyambung ke pulmonal), transposition great artery (TGA), tetralogi fallot, pulmonalis stenosis/atresia, ebstein anomali, serta kebocoran pada katup-katup jantung. Pada kebanyakan penderita tidak timbul gejala berarti. Kalaupun ada gejala, wujudnya antara lain cepat capek maupun gangguan pertumbuhan dan perkembangan. VSD mirip dengan ASD, cuma lokasinya yang berbeda, yakni di bilik. Masalahnya bagian ini merupakan ruang pemompaan, sehingga tambahan darah membuat kerja pompa juga bertambah. Tekanan darah bisa meninggi pada saluran menuju paru-paru. Jika terus-menerus terjadi, akan menimbulkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Yang patut diwaspadai adalah TGA. Pada kasus ini, aorta dan pulmonal terbalik. Aorta menerima darah kotor dari bilik kanan, tapi bukannya dibersihkan di paru-paru, darah ini malah diedarkan kembali ke seluruh tubuh. Begitu juga dengan pembuluh pulmonari yang menerima darah bersih tapi dikembalikan ke paru-paru. Gejala yang timbul pada jenis kebocoran tadi sangat tergantung besar-kecilnya lubang kebocoran. Jika cukup besar, bisa menimbulkan gangguan pertumbuhan. Bicara soal gejala, perlu diingat bahwa tidak semua kelainan jantung bawaan ini memunculkan gejala warna biru. Soalnya, kelainan ini dibagi dua golongan: nonsianotik yang tidak menimbulkan gejala biru (contohnya ASD dan VSD) dan sianotik yang menimbulkan gejala biru (misalnya tetraologi fallot dam astresia tricuspid). Ketidakmunculan tanda-tanda biru terjadi lantaran darah kotor dari bilik kanan tidak beredar ke seluruh tubuh. Sebaliknya, darah bersih dari jantung kiri menyeberang ke kanan dan menuju paru-paru. Bila lubang masih sempit, umumnya bayi tidak memperlihatkan keluhan. Sebaliknya, badan (bibir, lidah, kuku) menjadi biru – terutama bila menangis – terjadi jika darah kotor (kurang oksigen) mengalir ke sirkulasi darah bersih. Bila darah kotor itu sampai memasuki organ-organ penting seperti otak, penderita akan mengalami sesak napas disertai kejang, bahkan dapat berakhir menghadap Sang Khalik. Namun, kebiruan itu umumnya baru tampak setelah bayi berumur beberapa minggu atau beberapa bulan..... “

 ________________________

Aku menguap lebar dan menggeliat. Kurasakan dada bawah ku sesak. Aku terbatuk kecil. Kututup buku kedokteran yang super tebal itu. Berpaling pada dia.  Ia tidur begitu pulas. Wajah amat polos terbias sinar sang surya. Berkilau pipinya yang cukup berisi. Tak tahu pula mengapa aku tak jera pandangi ia yang masih belum terjaga dari alam bawah sadar. Berjarak kurang dari 2 meter aku dan dia. Parasnya yang tidak cantik namun manis tak bosan terpantul dalam dua bola mata ku. Menatapnya, menatap orang asing yang memasuki area kekuasaan ku tanpa izin.

Menatapnya, menatap dia yang tak tega aku bangunkan. Tak lama kemudian, ia menggeliat kecil. Tak sadar kah ia aku telah perhatikan sedari tadi sisi kirinya. Terus ku amati tanpa jeda. Gerakan bangun tidur siangnya terhenti. Menatap lurus pada dinding di hadapnya.Berjarak dekat karena rumah kayu ini memanglah sengaja dirancang amat kecil.Ia mengernyitkan dahi dengan mata disipitkan dan menoleh kilat kekiri. Sadar ia akhirnya bahwa faktanya sedari tadi wajah mungil itu terpapar sinar hangat sang surya.

Ia terbangun. Mengusap mata. Tercengang pula melihat aku di sampingnya. Dia pikir aku hantu apa. Aku masih hidup. Kelak jika pu mati, aku tak kan sudi berevolusi menjadi roh gentayangan yang merana sepi. Terkejut ia menatap sosok aku dengan bola mata miliknya yang dibesarkan walau memang telah cukup besar sejak awal. Ekpresi yang nyaris menyamai kedudukan bocah idiot.

Tatap mata kami beradu dengan pancaran sinar berbeda. Aku, begitu dingin lagi dalam. Dan gadis yang menurut dugaanku lebih muda dari puteri Dokter Park sekitar setahun walau satu angkatan ini merupakan searang siswi Jurusan IPA berkemampuan pas-pasan. Ia sama sekali tak memancarkan aura kecerdasan layaknya puteri Dokter Park. Gadis di hadapanku ini pun kalah cantik. Kalah anggun. Kalah kaya. Kalah dalam segala bidang. Ya. Itulah persepsi awal ku terhadap sosoknya. Awal.

“ Oppa! Kau di dalam kah? Turunlah. Waktunya minum obat dan istirahatlah. “

 “ Jaesong mianhamnida. Aku, aku sungguh tak sengaja menemukan rumah kayu ini. Aku, aku hanya hendak baca buku ... itu! Ternyata justru tertidur. Jaesong mianhamnida,  bu, buku, buku ku. “

Ia tersentak dari jerat mataku. Guguplah ia setelah itu. Gugup, jelas sekali. Ia menunjuk buku digenggaman tangan kanan ku. Selang beberapa detik, buku telah ada padanya. Punggung tangan kami sempat bersentuhan dalam putaran detik ketika aku kembalikan buku tebal itu padanya. Tentu, sentuhan itu tak sengaja.

Ia kian gugup olehnya. Pipi itu pun mulai bersemu merah. Sedikit menunduk, mohon pamit. Polos. Berjongkok ia didepan ku yang melipat kedua tangan di dada. Mengenakan seragam pasien berwarna biru muda longgar. Bersikap dingin dan tak acuh. Tak peduli. Ia pun keluar tanpa teramati oleh sepsanag mata ku. Ia menuruni tangga dengan tergesa pastinya. Gugup dan canggung itu lah yang tengah ia rasa. Dibawah sana, diabawah rumah kayu ku. Seorang gadis berseragam Diamond Senior High School melipat tangan di dada, berdiri membelakangi anak tangga menuju rumah kayu. Ia baru saja pulang Les sepertinya, rutinitas harian gadis yang tak asing lagi bagi ku itu.

Gadis yang tak hanya cantik dan kaya, namun ia pun di anugerahi otak yang cerdas dan hati yang lembut serta laku yang santun. Sungguht dapat dikatakan tak ada cela. Idaman tiap pria. Namun, entah mengapa tidak untukku. Hati ku bahkan tak tergoda. Sungguh aneh aku, mungkin akrena aku bukan lah seorang pria normal yang layak bersanding dengna ia nan bagai bidadari nirwana. Ya, mungkin karena itu. Aku tak pantas untuk dia.

Gadis berpakaian casual itu menuruni tangga dengan terburu sehingga menimbulkan bunyi  derit yang cukup menganggu di heningnya sore halaman belakang rumah sakit  ini. Si gadis bak bidadari nirwana pun menoleh kebelakang. Tertegun ia seketika menatap seorang gadis asing tengah menuruni tangga dari rumah kayu. Sungguh bukanlah sosok yang ia nanti, bathinnya berbisik.

Menatap gadis itu seksama dan seteliti mungkin dari ujung kaki hingga ujung rambut. Si gadis berpakaian casual tadi pun kembali terkejut dengan ekpresi yang sama ketiak melihatku. Kedua gadis itu saling tatap. Sebuah tatap yang dalam. Atmosfer pekat menyelubungi mereka serta juga dapat dirasakan oleh ku.

Ya, aku dapat lihat semua dari atas. Mengintip dari jendela rumah kayu ku. Walau sedikit tertutupi oleh ranting serta dedaunan pohon. Namun, jelaslah terlihat bahwa mereka memancarkan aura yang berbeda. Aura dia dan aura dia. Disini, di rumah kayu ku. Ada aku, dia, dan dia. Kami.

[ FF Project ] " Eternal Heartbeat / 영원한 심장 박동 "Donde viven las historias. Descúbrelo ahora