Yoongi beranjak, membuat Jimin sedikit tersentak dengan gerakan tiba-tiba yang Yoongi lakukan. Lebih-lebih ketika pria itu mengurungnya diantara tubuh dan sofa.

"H-Hyung-"

"Ini apartemenku dan kau sedang bersamaku, jadi bisakah kau berhenti bertanya tentang si Kuda kelebihan energi itu dan fokus saja dengan apa yang ada dihadapanmu?" dia berdesis rendah tepat didepan wajah Jimin yang menatapnya dengan kaku, lalu memberi kecupan singkat di bibir dan kembali merebahkan kepala dipangkuan kekasih hati.

"Apa-apaan itu?" Jimin sedikit kesal dengan tingkah Yoongi. Si pucat Min kalau sudah cemburu memang selalu berlebihan. "Aku 'kan hanya bertanya, kenapa Hyung harus marah begitu? Hoseok Hyung 'kan juga temanku, jadi-"

"Ini apartemenku, kau tidak dengar?" Yoongi kesal, dia tidak suka Jimin menanyakan pria lain atau menyebut-nyebut nama pria lain saat bersamanya. Posesif? Ya, Yoongi akui.

"Aku tidak tuli." Jimin menimpali lebih ketus. Menghentikan kegiatannya mengelus surai Yoongi dan memilih bersedekap. "Dasar menyebalkan!"

"Aku dengar, Jiminie." ah, Yoongi gemas melihat wajah merajuk Jimin. Lucu sekali, seperti bebek. "Jangan cemberut begitu, nanti kalau aku kelepasan kau mau tanggung jawab?"

Bukannya menurut, Jimin justru balas menatap garang. Tangannya ingin memukul bibir Yoongi yang hobi ceplas-ceplos, tapi gerakannya terhenti sebab Yoongi sudah lebih gesit bergerak untuk menangkap serangannya.

Ada senyum miring khas Yoongi disana, membuat Jimin berdebar. Yoongi yang seperti itu adalah kelemahan Jimin, meski segala hal yang ada pada pria-nya memang sebuah kelemahan.

"Ini apartemenku yang kubeli dengan hasil keringatku sendiri. Aku bekerja sampingan sebagai asisten produser di sebuah agensi sejak dua tahun lalu. Aku memang mengatakan tinggal bersama Hoseok, tapi aku tidak mengatakan jika kami satu atap 'kan? Apartemen miliknya ada di depan pintu apartemen ini. Kalau aku bosan aku akan kesana dan menginap sekedar menghabiskan malam untuk menonton pertandingan olahraga, sepak bola atau basket, dan sebaliknya dia juga akan main kesini kalau bosan dengan suasana apartemennya."

"Oh, begitu."

"Hei, setidaknya tanggapi ceritaku dengan pertanyaan, bukan hanya mengangguk dan ber-oh ria. Aku menceritakan semua ini agar kau lebih mengenalku dan kuharap kau mau lebih terbuka padaku, Sayang." jemari panjangnya menyusuri pipi bulat Jimin yang lagi-lagi memerah. "Kenapa kau mudah sekali tersipu? Aku jadi gemas dan ingin memakan pipimu."

Jimin menepis tangan Yoongi halus, berdecak kesal sebelum akhirnya memilih membuang wajah sebab tidak kuat ditatap dengan kilat jahil Yoongi. "Makanya jangan menggodaku."

"Siapa yang menggodamu?" ada kekehan terselip di pertanyaan itu.

Kembali menunduk untuk balas menatap disertai gerakan tangan yang halus mengelus kepala yang lebih tua. "Ternyata aku belum mengenal Hyung sepenuhnya. Aku terlalu banyak tidak tahu, ya?"

"Salah satu alasan kenapa hari ini aku menyanderamu disini, kau kubebaskan bertanya apa pun yang ingin kau tahu."

Jimin mendadak gugup, tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. "I-itu-"

"Jangan melakukan hal yang bukan tugasmu, sudah kukatakan berapa kali?"

"Eh?" celetukan Yoongi dibalas tatapan bingung.

"Menggigit bibirmu." Yoongi tertawa kecil saat perutnya dipukul main-main oleh Jimin. Pria manisnya spontan menutup bibir penuhnya dengan tangan mungilnya.

"Hyuuung~ seriuslah sedikit!" suara itu masih teredam, Jimin berniat menutup bibirnya agar Yoongi tidak terus menggodanya. "Aku ingin bertanya, tadi Hyung mengatakan kalau Hyung suka balapan, dimana Hyung biasa balapan?"

"Kadang disirkuit, tidak jarang juga dijalanan. Tapi jangan harap aku mengajakmu. Disana terlalu berbahaya."

"Kenapa? Apa disana banyak orang jahat?"

"Ya, banyak sekali. Kalau kau kesana kau pasti tidak akan nyaman." lagi, Yoongi melirik wajah Jimin diatasnya. "Dan bisakah tanganmu itu minggir? Itu mengganggu."

"Eum.. Apa Hyung sering bertemu orang tua Hyung?"

"Aku akan menemui ibuku saat libur semester, tapi kalau ayahku tidak. Dia tinggal di Jepang setelah pernikahan keduanya."

"Apa Hyung memiliki saudara?"

"Ya, ibuku menikahi duda beranak satu dan ayahku juga."

"Begitu, jadi sebenarnya Hyung ini anak tunggal ya?" Yoongi mengangguk santai. "Eum.. Apa mereka tahu kalau Hyung berbeda?"

"Gay maksudmu?" kali ini Jimin yang mengangguk. Ada sorot takut terpancar dikedua mata itu. "Ya, asal kau tahu, ayahku juga menikahi seorang pria."

"Sungguh?"

"Hubungan seperti itu bukan lagi hal tabu. Kau tidak perlu takut dikucilkan."

Jimin tersenyum kecil, ada kelegaan menyusup dihatinya. Dia takut jika keluarga Yoongi tidak menerima keberadaannya. "Suka balapan, merokok, dan gemar menggoda, apa aku boleh menyimpulkan kalau Min Yoongi ini seorang bad boy?"

"Terserah kau saja. Asal kau tahu, aku hanya suka menggodamu."

"Tapi Hyung berbeda. Hyung memang bad boy, tapi bad boy yang mandiri dan dewasa. Aku tidak masalah jika Hyung suka begadang, merokok, atau balapan, asal Hyung bisa jaga diri dan tidak merugikan orang lain. Lagipula semua kegiatan itu wajar dilakukan oleh seorang pria. Aku juga ikut klub bela diri di sekolah. Tapi sejak kelas 12 aku jarang hadir karena sibuk belajar."

Yoongi tidak menyangka jika kekasih manisnya ikut klub bela diri. "Kupikir kau hanya menekuni seni tari?"

"Itu hobi."

"Kapan-kapan mau bertanding denganku? Taekwondo."

"Sabuk?"

"Aku hitam, tentu saja."

"Jangan sombong, aku juga!"

"Menarik." Yoongi menyeringai. "Oke, besok sore, bagaimana?"

"Siapa takut!"

Percayalah, dikepala Yoongi sudah tersusun rencana picik untuk kekasih manisnya.





Find!
•﹏•







GIGI
AUGUST 16, 2018

Daily LoveWhere stories live. Discover now