1

15K 1.2K 30
                                    

Startled
•﹏•









Tidak ada obrolan, seperti malam-malam lalu yang sering dilewati Jimin. Namun, tidak dengan malam ini. Heningnya berbeda sebab ada seonggok daging pucat dengan ekspresi datar yang dengan santai menikmati makan malam. Tampak tidak terganggu sama sekali dengan raut kusut si Tuan Rumah.

"Makan dengan benar, Jiminie. Menatapku saja tidak akan membuatmu kenyang."

Nyaris saja Jimin melemparkan sumpit yang dia genggam untuk ditusukkan ke dua bola mata Yoongi yang berkilat menggodanya. Sialan memang! Jimin bahkan dapat melihat seringai jahat dari bibir tipis favoritnya itu.

"Setelah ini kau harus pulang!" tekanan ditempatkan pada setiap katanya. Jimin meneguk air putih tiga teguk lalu beranjak untuk membereskan makan malam mereka.

Yoongi tidak menanggapi, hanya ikut beranjak dan membantu membawa piring serta gelasnya sendiri untuk ditaruh dibak cucian, setelah itu kembali duduk disofa sambil memainkan ponsel.

"Jadi, kenapa Hyung masih disini?" Jimin bertanya setelah selesai dengan pekerjaan dapurnya. Menatap dengan alis menukik seperti angry bird, juga jangan lupakan bibir penuhnya yang cemberut.

Yoongi mengangkat wajah, menatap lurus pada kekasihnya yang betah berdiri. "Sebenarnya apa masalahmu, Jiminie? Aku hanya menginap, bukan mau memperkosamu."

"Sialan, mulutmu, Min Yoongi!!" serta merta Jimin meraih bantal sofa dan melemparkannya pada pria bermata tajam dihadapannya.

Disana Yoongi dengan sigap menangkis. Kesal juga lama-lama. Lalu ketika kakinya menegak, bisa dia lihat Jimin semakin waspada. Berdiri kaku dengan dua tangan mencengkeram sisi piyama biru motif bebeknya. Matanya mengintai pergerakan Yoongi dengan napas tertahan saat kekasihnya semakin dekat.

"A-apa?!" Park Jimin dan sikap sok beraninya.

Yoongi berdiri angkuh, sedikit menunduk untuk balas menatap. "Sudah berani? Siapa yang mengajarimu bertindak kasar begitu pada yang lebih tua?"

Jujur saja, sebenarnya Jimin takut. Mata tajam Yoongi itu salah satu kelemahannya selain jarinya yang panjang. Kakinya tanpa sadar bergeser, berniat membuat jarak, sayangnya Yoongi lebih gesit bergerak. Satu lengannya sudah melingkar apik dipinggang Jimin.

"H-Hyung, sudah malam. A-aku harus mengerjakan tugas. Ja-jadi bisakah kau pulang sekarang?"

"Kau tuli?" Yoongi spontan meremat pinggul sempit kekasihnya. Dia bahkan merasakan rematan kuat dikaus bagian dadanya. Jimin ketakutan, dia tahu itu.

"Ti-tidak." kepalanya menggeleng kaku. Rematan didada Yoongi tidak hanya mengerat, namun sebisa mungkin kuat agar menjaga jarak mereka tetap aman. "Hyung, kau tahu maksudku bukan begitu."

"Aku tidak akan pergi. Aku akan tetap menginap disini meskipun kau mengusirku."

"Hyung, tapi-"

"Sebenarnya kenapa? Kau menyembunyikan sesuatu? Kenapa aku tidak boleh menginap jika aku hanya sendirian?"

Jimin hanya bisa menggigit bibir bawahnya, dia belum bisa mengatakan alasan sebenarnya. Dia takut Yoongi marah dan meninggalkannya.

"Jawab dengan suaramu, bukan dengan menggigit bibirmu."

"I-itu.. se-sebenarnya.."

"Jangan bertele-tele, bisa?"

"Le-lepas dulu. Kau terlalu dekat."

Bukannya dilepas Yoongi justru semakin menghimpit tubuh si mungil. "Jangan pikir kau bisa kabur, Park Jimin."

Ah, ketahuan. Jimin hanya bisa memejamkan mata sambil menggigiti pipi bagian dalam. "Kakakku.."

Yoongi menunggu meski kesabarannya nyaris lenyap. Alisnya menukik dengan mata yang memicing tajam.

"Dia melarangku membawa orang lain menginap disini, Hyung."

"Jadi bagimu aku ini orang lain?" ada nada kesal terselip disana.

"Bukan begitu!" Jimin memekik kecil. "Orang lain dalam artian berbeda."

"Lalu kenapa Taehyung boleh menginap akhir pekan lalu?"

"Itu karena kami kaum yang sama!" bisa-bisa Jimin darah tinggi menghadapi Yoongi yang posesif.

Satu alis Yoongi terangkat tinggi, disusul seringai di sudut bibir kiri. "Kaum yang sama?"

Jimin memerah. Matanya bergulir kesana kemari menghindari tatapan Yoongi yang membuat kakinya lemas. "Kakakku tidak memperbolehkan Jungkook dan Yoongi Hyung menginap kalau hanya berdua, tapi kalau ramai-ramai masih boleh. Aku tidak mau kakakku marah, Hyung paham 'kan?"

Nada lesu itu membuat Yoongi gemas setengah mati. Kepala menunduk, tangan mungil yang menggambar abstrak dipermukaan dadanya yang terbungkus kaus hitam polos, serta bibir penuh yang cemberut.

Yoongi tertawa kecil ketika Jimin mendongak dengan mata bulat yang berkedip lucu setelah dia mencium pucuk kepalanya. "Hanya itu?"

"Kakakku mengatakan untuk tidak mudah percaya pada orang lain. Katanya lagi, berduaan dengan orang lain yang bukan kaumnya itu berbahaya."

Penjelasan polos itu semakin membuat Yoongi ingin memakan mochi hidup ini. "Hei, kenapa kau begitu manis?"

"Kau random, Hyung!" Jimin berujar dengan kening mengerut kesal. "Jadi bisakah kau lepaskan aku dan pulang sekarang?"

"Apa aku sudah mengatakan setuju untuk dua hal itu?"

"Tapi-"

"Aku hanya menginap. Aku berjanji tidak akan macam-macam atau pun mengganggumu saat mengerjakan tugas. Kau itu masih kecil, Jiminie. Jangan berpikiran sejauh itu."

"Lalu bagaimana kalau kakakku menelpon dan bertanya tentangmu yang menginap? Kakakku selalu video call kalau menghubungiku."

"Bukannya bagus? Kau bisa mengenalkanku padanya 'kan?"

Disitu Jimin nyaris saja pingsan. Bukan karena senyum manis seorang Min Yoongi, tapi karena ucapannya. Mengenalkan Min Yoongi pada kakakknya. Bukan membaik, dia yakin semua akan semakin memburuk.

"Hyung,"

"Ya?"

"Sebenarnya kakakku belum memperbolehkan aku untuk berkencan."

Senyum Min Yoongi lenyap. Berganti raut sedatar papan potong, bahkan pelukan posesif dipinggul Jimin lepas begitu saja.

Apa katanya???

Belum boleh berkencan??

Min Yoongi tidak tahu dia harus merasa marah atau senang.









Fin!
•﹏•




GIGI
AUGUST 10, 2018

Daily LoveTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon