enam

24K 3.1K 203
                                    

Tidak terasa kami sudah menjalani masa pacaran selama satu bulan. Aku cukup senang, karena selama satu bulan ini, aku dimanja olehnya. Mungkin efek perbedaan usia yang lumayan jauh, jadinya Terry lebih mirip kakak untukku. Tapi kakak mana yang hobinya nyium-nyium bibir ya kan?

Aku masih penasaran dengan wanita cintanya Terry, tapi aku nggak berani bertanya padanya. Udah bagus sekarang dia lebih sering senyum padaku. Kalau habis kutanya terus dia pasang wajah datar lagi, kan nggak suka. Terakhir saat kutanya lagi soal 'kenapa aku?', dia menjawabku dengan datar, dengan muka tanpa ekspresi yang aku nggak suka. Jadi sudahlah, aku pasrah.

Tapi itu semua terjadi sebelum aku melihat Terry hari ini.

Aku sedang janjian dengan Benji di salah satu gerai kopi di mall, saat aku menangkap sosok yang mirip Terry berada di depan kasir. Kupikir aku salah lihat, karena dia tampak buram, dan dia sedang bersama perempuan. Aku mengucek mataku untuk memastikan, namun tetap buram. Aku benar-benar perlu mengecek mataku ke optik.

Saat aku masih memusingkan soal mataku yang sepertinya bertambah minus, sosok mirip Terry itu berbalik dan berjalan menuju pintu yang mengarah ke smoking area, mendekat ke arahku, dan aku menjadi semakin yakin. Itu benar-benar Terry.

Dan wanita di sebelahnya sangat cantik. Dia terlihat berkelas dan pintar. Tubuhnya tinggi, sangat cocok berdiri di sebelah Terry. Mereka tampak serasi.

Mereka melewati tempatku duduk dan mengarah keluar, ke smoking area. Terry pasti tidak menyadari keberadaanku, karena aku duduk di pojokan yang terpencil. Namun dengan begitu aku bisa dengan leluasa memperhatikan mereka.

Mereka tampak akrab. Terry tampak santai merokok di depan wanita itu, dan wanita itu dengan akrab menepuk tangan Terry yang sedang menjentikkan asap rokok di asbak. Wanita itu seperti berbicara sesuatu, dan Terry tertawa.

Jantungku rasanya diremas-remas.

Apa itu perempuan yang Terry suka?

Aku nggak suka.

Lalu satu suara yang kukenal menyadarkanku.

"Ngeliatin apa sih lo? Serem banget."

Aku mendongak dan mataku menatap kesal pada Benji yang menatapku bingung. Dia terlihat semakin bingung saat aku tiba-tiba berdiri.

Aku benar-benar bete.

"Klub yang biasa lo datengin itu, apa namanya? Empire kan ya? Yuk ke sana."

Benji langsung melotot kaget.

"Lo gila??"

***

Aku benci klub. Terlalu bising, dan bau asap rokok. Benji saja sampai berkali-kali mencoba mengajakku ke klub, namun biasanya kutolak. Aku biasanya hanya mau ikut kalau ada DJ tamu yang keren.

Itu sebabnya Benji kaget saat tiba-tiba aku mengajaknya ke Empire, padahal dia sudah capek mengajakku sejak kami SMA, dan selalu kutolak.

Koko-kokoku dan teman-temannya juga mainnya ke sini, soalnya. Kalau salah satu dari mereka melihat aku yang baru punya KTP berani ke klub, bisa digorok massal.

Aku meneguk gelas ketigaku dengan satu tegukan, membuat Benji panik. Aku terkekeh geli, karena aku jarang melihatnya panik. Dia menarik botol yang sudah tersisa separuh menjauh dariku, dan menatapku seakan-akan aku gila. Padahal aku tidak gila, aku hanya sedikit pusing sekarang.

"Lo kenapa sih?? Nyeret gue ke Empire di hari kerja, lalu minum-minum? It's so not you!"

"Gue tadi liat Terry sama cewek lain, Ben," ucapku, tanpa bisa menahan diri lagi. Mungkin pengaruh alkohol, mungkin juga karena aku memang tidak mampu menyembunyikan kekalutanku lebih lama lagi, apalagi di depan Benji.

Another DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang