epilog

2.1K 330 27
                                    

"DIKA, ADEK GUE GIMANA?"

Seokmin buru-buru menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Bentakan Seungcheol di seberang sukses membuat kaget setengah mati. Wajar Seungcheol akan khawatir seperti ini, karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Seokmin ditugaskan Seungcheol untuk menjemput Cipa di kampus. Ngomong-ngomong, mereka sudah pindah ke kota Bandung untuk melanjutkan kuliah di sana, meskipun kampus mereka berbeda. Cipa tinggal dengan Seungcheol, dan Seokmin yang menyewa sebuah kontrakan kecil yang tidak jauh dari rumah Seungcheol. Dan Seungcheol lah yang menjadi penanggung jawab Cipa dan Seokmin selama mereka kuliah di kota Bandung.

Dan sekarang, Cipa belum pulang. Seungcheol sudah mencoba menghubungi Cipa dan mengatakan bahwa Seokmin akan menjemputnya. Gadis itu hanya mengiyakan, setelah itu ponsel Cipa pun mati. Hingga kini, Seokmin belum bertemu kekasihnya itu.

"Sabar, kak. Ini gue lagi nungguin dia."

"LO NGGAK MACEM-MACEM, KAN?"

Seokmin mendesah pelan. "Kagak, anjir. Takut amat, dah."

Seokmin hampir mengumpat ketika Seungcheol langsung memutuskan sambungan telepon. Laki-laki bangir itu mencoba menghubungi ponsel Cipa. Tapi dia kembali ingat, ponsel kekasihnya itu kan mati, bagaimana ia bisa menelepon?

Seokmin mencoba untuk menunggu di salah satu tempat parkir. Untung saja, di sekitar kampus masih lumayan ramai dengan beberapa mahasiswa yang juga belum pulang. Setidaknya Seokmin tidak harus sendirian di sini.

Ponsel Seokmin tiba-tiba berdering. Sebuah nomor tak dikenal kini tertera di sana. Langsung saja ia mengangkatnya dan mendengar suara nyaring Cipa di seberang.

"Sayangkuuuu..."

"Dimana lo, kampret?"

Seokmin mendengus ketika mendengar Cipa yang malah tertawa mendengar sentakannya. Seokmin juga mendengar suara seorang laki-laki di sana. Hm, ini tidak seperti yang Seokmin pikirkan, bukan?

"Masih di gedung fakultas. Dikit lagi sampe lapangan parkir yang ada di depan. Lo di gerbang, kan? Atau di mana?"

"Di hatimu."

"Jayus, anjeng. Serius gue!"

Seokmin terkikik. Cipa ternyata meminjam ponsel salah satu temannya untuk menghubungi Seokmin. Si bangir pun mulai menyalakan mesin motornya untuk menuju tempat yang Cipa arahkan. Untung saja gadis itu tidak sendirian! Karena dia ditemani oleh salah seorang temannya.

Wajah Seokmin mulai ditekuk ketika menyadari bahwa teman Cipa di sana adalah seorang laki-laki. Seokmin langsung menarik gasnya supaya Cipa sadar akan kedatangan kekasih bangirnya itu. Dan benar saja, Cipa langsung menyadari kehadiran Seokmin dan melempar senyum lebar untuk kekasihnya.

"Eh, itu pacar gue udah dateng."

Seokmin memasang wajah tajam ketika dia sampai di sana. Teman Cipa di sebelahnya pun langsung menyapa Seokmin. Namun, Seokmin sendiri malah membuang muka dan meminta Cipa untuk naik. Wajah masam Seokmin berhasil membuat gelak tawa keluar dari bibir Cipa sendiri. Dan teman Cipa sendiri rupanya paham akan sikap Seokmin kepadanya.

"Maaf, gue ngerepotin lo!" pekik Cipa ketika motor Seokmin mulai bergerak dari tempat semula. "Joshua, gue duluan!"

"Hati-hati, Cip!"

Sontak saja, tangan Seokmin mendingin. Nama yang sangat familiar di telinganya membuat si bangir itu hanya bisa terdiam dan menatap kosong ke jalan raya. Seokmin mulai tersadar dari lamunannya ketika sepasang tangan kini melingkar di perutnya. Merasakan sebuah kepala yang disandarkan di punggungnya dengan perlahan.

Cipa suka saat-saat seperti ini. Saat di mana ia dan Seokmin berboncengan menikmati waktu berdua mereka. Tanpa Seungcheol yang selalu mengganggu Cipa maupun Seokmin jika sedang berduaan.

"Lo kaget, ya?" seru Cipa. Gadis itu tahu apa yang terjadi pada Seokmin. Biasanya, Seokmin akan marah ketika Cipa pulang larut seperti ini. Tapi, laki-laki bangir itu hanya diam saja ketika ia tahu Cipa mempunyai teman bernama Joshua.

"Kaget kenapa?"

"Joshua." Cipa berdesis pelan. "Tenang aja, dia beda, kok. Gantengan mendiang kak Joshua waktu kita SMA dulu."

Seokmin tertawa. Tentu dia tahu, bahwa Joshua teman Cipa itu sangat berbeda dengan Joshua yang sudah mampir di kehidupan mereka. Seokmin sebenarnya juga khawatir soal itu, namun ada yang lebih dikhawatirkan oleh laki-laki itu tentang Cipa.

"Nggak kaget. Biasa aja."

Cipa mulai bingung. "Terus lo kenapa? Biasanya lo marah-marah kalo gue pulang telat."

Seokmin tersenyum tipis. Diliriknya Cipa dari kaca spion motor sebelah kanan. "Gue takut lo suka lagi sama orang yang namanya Joshua."

Sebuah kekehan kecil terdengar dari belakang. Seokmin tiba-tiba saja merasakan pelukan Cipa mulai mengerat di perutnya. Dan bodohnya, dia juga ikut tertawa. Seokmin tentu sangat khawatir akan hal ini. Mengingat mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih sejak dua tahun yang lalu.

"Tenang aja, kan sekarang udah ada Dika." Cipa semakin mengeratkan pelukannya. "Cipa sukanya sama Dika. Soalnya pelukable."

"Ih, gombal."

"Biarin." Cipa menyandarkan kepalanya lagi di punggung Seokmin. Gadis itu mulai memejamkan mata. "Tenang aja, Seok. Gue cintanya sama lo, bukan Joshua Joshua di luar sana. Meskipun lo bloon atau apa, gue tetep sayang sama lo."

Wajah si bangir merona. Dia menyembunyikan rona merahnya dengan mempercepat laju motor. "Gue juga sayang sama lo."

Seokmin awalnya berharap ucapan sayangnya itu akan membuat Cipa bersemu merah. Namun, dia malah mendengar sebuah dengkuran halus yang mampir di telinganya. Seokmin tentu tahu, bahwa Cipa memang tipe orang yang mudah tertidur di mana pun dan kapan pun. Bahkan kurang dari lima detik gadis itu sudah tertidur pulas padahal mereka tadi sedang asyik mengobrol.

Seokmin memelankan laju motornya agar Cipa tidak merasa terganggu. "Pelor dasar!" Seokmin tertawa kecil. "Good night, putri tidur!"

Ya, setidaknya Seokmin tidak perlu khawatir. Karena Cipa akan tetap memberikan hatinya untuk Seokmin seorang, bukan Joshua.

-Ciao Seokmin-
























2018, ©turquoises_

Ciao Seokmin [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang