"Ibu..." Letta memanggil ibunya lantas berlari masuk dengan perasaan khawatir yang datang dari raut wajahnya.

"Berengsek, mana uang hasil penjualan emas itu, kasih ke gue, Bangs*t."

Sampai di dalam Letta dihadapkan dengan ibunya yang sudah terduduk di lantai sambil memegangi pipinya, bekas tamparan ayah. Sementara ayahnya tampak berdiri di hadapan ibunya yang sudah menangis.

Letta khawatir, dia mendekati wanita tercinta yang telah melaharikannya ke dunia. "Ibu.." Suaranya terpatah-patah memanggil ibu. Dia begitu panik dan khawatir. "Ibu nggak papa, kan, Bu?" tanyanya, cemas. Lengkap dengan wajah sedihnya. Wajah Letta dirundung kesedihan saat lagi-lagi dia melihat ibu diperlakukan buruk oleh ayahnya.

"Ayah!" Letta memandang ayahnya yang sedang berdiri di hadapan mereka dengan tatapan nyalang. "Kenapa Ayah mukul Ibu? Apa salah Ibu, Ayah?" Letta mendongakan kepalanya untuk menatap sang ayah. Dan membantu ibunya untuk berdiri.

Sang Ayah yang merasa muak dengan istrinya ditambah dengan anaknya yang tak bisa memberikan manfaat apa pun padanya lantas saja melempari ibu dan Letta dengan pandanhan tajam.

"Pergi sana anak sialan, kerjakan sesuatu yang lebih berguna. Cari kerja atau apa pun itu yang bisa menghasilkan uang." Dia menarik tangan Letta untuk menyingkir dari ibu.

Letta yang mengkhawatirkan ibunya tak sama sekali ingun Letta beranjak, Letta tetap di sana untuk ibunya. Kalau dia pergi ayahnya bisa lebih sadis dari menampar ibu.

"Nggak, Yah. Ayah nggak boleh ngasarin ibu lagi. Ayah nggak boleh apa-apain Ibu." Tetapi ayahnya sama sekali tak mengindahkan omong kosong Letta.

Dia menarik rambut istrinya dan mendongkan kepalanya untuk menatapnya. "Beritahu gue di mana elo nyimpen uang itu, Berengsek?" Dengan gemertakan dan tatapan marah dia memaksa ibu berbicara. Tetapi istrinya tetap menggeleng. Enggan memberitahu.

"Nggak, Yah. Nggak ada." Ibu tetap mempertahankan sisa uang yang dia miliki untuk keperluan Letta. Membuat ayah Letta semakin murka.

"Berengsekkk......"

Plakkk..

"Ayah..." Letta berteriak mencoba menghentikan sikap kasar ayah saat ayahnya sudah kembali menampar wajah ibu.

"Cukup, Yah, cukup!" Letta sudah tidak tahan melihat kekejaman ayah pada ibu. Letta menangis, dia mendorong ayah. Menjauhkannya dari ibu. Letta lantas memeluk ibunya, mereka mencari kekuatan bersama dengan tangis keduanya yang membuat sang ayah kian muak pada anak dan istrinya.

Ayah sendiri justru bukannya kasihan atau iba malah menatap keduanya dengan penuh kemuakan. "Kalian berdua bikin hidup gue susah saja. Nyesal gue nikahin wanita nggak berguna kayak elo dan punya anak yang sama sekali enggak bisa ngasih keuntungan," sentak Ayah, ayah menendang kaki meja yang berada di hadapannya, membuat ibu dan Letta kian terisak.

"Ibu kurang apa, Ayah?" Letta tidak tahan dengan sikap kasar ayah, dia mengumpulkan keberaniaannya untuk melawan.

Ayahnya yang sudah akan beranjak, urung karena mendengar keberanian Letta, Letta sudah berani membalas perkataanya. Ayah kembali berbalik-- menatap tajam Letta tapi Letta tak sama sekali takut dengan wajah mengeras ayah. Letta justru kembali mengeluarkan segala unek-uneknya.

"Ibu kurang apa Ayah?" Letta kembali mengulang pertanyaannya. "Apa pernah selama ini Ayah memberikan nafkah lahir dan batin untuk Ibu? Apa pernah Ayah memberikan uang untuk kebutuhan kita? Apa pernah Ayah memberikan kebahagiaan untuk Ibu?" Letta menggeleng "Nggak, kan? Ayah nggak pernah memberikan itu semua untuk kita. Yang Ayah berikan hanya penderitaan. Ayah nggak pernah menghargai setiap kerja keras dan perjuangan Ibu buat Ayah!" ujar Letta panjang lebar dengan berani. Diingatkan seperti itu justru membuat ayah bukannya menyadari kesalahannya, tetapi malah semakin berang.

a bad purpose (END)Where stories live. Discover now