1 - Sahabat Terbaik

Start from the beginning
                                    

'Alah. Miskin aja sok-sokan naik mobil. Dasar kampungan'

'Tau tu! Kak Fera cuma kasian aja kali'

'Beruntung banget si miskin bisa bareng Fera'

'Udah miskin nggak punya malu!'

Ucapan terakhir tersebut membuat Fera jengah lalu berbalik menatap sosok perempuan yang memakai baju ketat, kancing atas terbuka, juga Rok yang jauh diatas lutut.

"Lo bilang apa tadi?" Tanya Fera datar.

"Fer udah Fer!" Bisik Adara

"Orang kek dia udah kelewatan Dar. Udah Lo diem!" Ucap Fera lalu menatap tajam perempuan itu.

"Ulangi ucapan Lo!" Bentak Fera. Perempuan yang awalnya menunduk pun segera mendongak dan melihat aura kemarahan dimata Fera.

"Sa-saya minta ma-maaf kak!" Jawab perempuan itu dengan nada bergetar.

"Gue peringatin sama Lo! Sekali lagi Lo bilang hal buruk tentang Adara. Gue nggak segan-segan DO Lo dari sekolah ini. Ngerti?!" Ucap Fera lalu menarik tangan Adara meninggalkan perempuan dan segerombolan anak laki-laki yang menatap tak percaya dengan kemarahan perempuan itu.

*****



"Fer, seharusnya Lo nggak usa kayak gitu tadi!" Ucap Adara yang sedang membersihkan mejanya akibat debu.

"Gue nggak terima Lo digituin Dar. Jangan karena dia anak orang kaya, dia bisa seenaknya sama Lo." Jawab Fera.

"Ya tapi kan Fer--" Ucapan Adara terpotong.

Fera meletakkan jari telunjuknya di bibir Adara."Sekali lagi Lo bantah Gue. Lo harus pindah kerumah Gue. Ayo bantah Gue!"Ucap Fera yang mendapati pelototan dari Adara.

"Apaan sih ngancemnya!" Jawab Adara terkekeh.

"Gue heran deh. Cewek tadi tu kenapa sih ngehina Lo mulu. Cantikan Lo kok dari dia. Dia itu tebel bedak doang. Dasar cabe!" Kesal Fera sembari Meremas-remas novel yang dipegangnya.

Memang kenyataannya Adara itu cantik. Rambut panjang hitam alami yang selalu dikucir kuda. Mata bulat yang indah. Wajah mulus tanpa bedak dan tubuh ideal bak seorang model. Tapi tanggapan orang diluaran sana berbeda. Mereka hanya menganggap Adara seseorang yang miskin dan susah. Padahal jika dilihat-lihat, Adara memang lebih cocok menjadi seorang model.

"Apaan sih Fer. Seharusnya yang Lo bilang itu tu buat Lo sendiri. Gue bukan apa-apa dibanding Lo!" Ucap Adara.

"Iyain ajalah!"Ketus Fera yang membuat Adara tertawa kecil.

Lalu setelah itu Adara memeluk Fera yang sedang membaca novel."Makasih! Lo selalu ngertiin Gue Fer." Ucap Adara.

Fera tersenyum lalu mengurai pelukan mereka."Sama-sama Dar. Gue bangga punya sahabat yang kuat kayak Lo!" Jawab Fera.

Obrolan mereka terhenti karena adanya guru fisika yang masuk dan menjelaskan materi hari ini.


*****

Jam pelajaran pertama telah usai dan berganti dengan jam istirahat. Semua siswa berhamburan keluar kelas menuju markas mereka.

Adara juga Fera sedang membereskan buku mereka sesekali bercerita mengenai seorang guru humoris yang mengajar mereka tadi.

"Udah Dar?" Tanya Fera yang sedang memeriksa handponennya.

"Iya udah. Yok!" Ajak Adara pada Fera.

Mereka berdua berjalan dikoridor menuju kantin Bu Iyem. Kantin pertama di sekolah tersebut dan kantin yang bertahan paling lama. Karena Bu Iyem bilang jikalau ia sudah berjualan disini saat jaman kedua orang tua Fera bersekolah. Berbeda dengan kantin lainnya yang penjualnya adalah pendatang baru.

"Duduk dimana Fer?" Tanya Adara saat mereka telah sampai di kantin.

"Ummm. Situ aja deh." Jawab Fera sembari menunjuk bangku paling pojok.

"Pesen apa Neng?" Tanya Bu Iyem saat berada didepan mereka. Bu Iyem memang sedikit berbeda sikapnya jika terhadap Fera. Ia akan menghampiri Fera dan menanyakan apa yang ingin dipesan. Berbeda dengan siswa lain yang harus memesan langsung dengannya.

"Saya batagor yang pedes sama Ea Teh! Lo Dar?"

"Saya air put--"

"Samain Bu. Jadi batagor dua sama Es Teh dua!" Potong Dara cepat. Ia tau apa yang akan dikatakan sahabatnya itu.

"Yaudah. Ibu permisi dulu ya Neng!" Ucap Bu Iyem lalu pergi dari tempat itu.

"Fer tapi Gue nggak pu--" Lagi-lagi terpotong.

"Nurut bisa nggak sih Dar!" Kesal Fera.

"Iya maaf."

Pesanan mereka pun akhirnya datang. Adara yang melihat nikmatnya batagor itupun langsung menyantapnya tanpa memperdulikan Fera yang tersenyum bangga.

Jujur! Adara jarang sekali makan makanan seperti ini di sekolah walaupun terkadang Fera yang memaksa. Tapi Adara tak mau selalu merepotkan Fera. Menjadi sahabat Fera pun Adara sudah senang.





















*****
























Hallo! Bertemu lagi dengan akuuuu,  penulis yang humoris wkwk.

Ini cerita keduaku Gaes. Jalan ceritanya beda dari yang pertama ya Gaes. Ini juga bukan Squel WY. Aku nggak kepikiran buat bikin Squel soalnya pengen kenal dengan tokoh yang baru hehehe. Ok sip semoga suka ya. Semoga suka. Dan semoga tetap mau menyempatkan untuk membaca ceritakuh ini.

Happy Reading Guaes...
Vote Komen jangan lupa!

See you next Part

ADARAWhere stories live. Discover now