🌀 11

4K 269 2
                                    

Vloryne menatap lama Pangeran Rafeyz. Tak ada minat Pangeran Rafeyz menjawabnya. Bahkan sedari tadi pangeran hanya diam dan menatap datar Vloryne yang juga menatapnya.

Kenapa dia terus memperhatikanku? Bukannya menjawab pertanyaanku? Tanya Vloryne dalam hati.

Pangeran bangkit dari duduknya, melangkah jauh dari sofa yang didudukinya. Vloryne mengikuti kemana pangeran berjalan, membuntutinya.

Pangeran yang peka akan langkah kaki, menoleh ke belakang. Hampir saja Vloryne menabrak punggung kokoh sang pangeran. Mungkin jika dia benar-benar menabraknya makan dia akan jatuh terjelengkang ke belakang. "Mengapa kau mengikutiku?" tanya pangeran kepada Vloryne.

Vloryne terdiam kaku di tempat, memberikan cengiran kaku kepada pangeran, "Aku hanya ingin ikut."

Pangeran yang mengerti maksud Vloryne memutar bola mata malas, "Sudah kubilang tidak boleh." katanya datar.

Vloryne mengerucutkan bibirnya, membagi pandangan ke lantai yang dipijaknya dan pangeran yang masih diam memperhatikannya. "Aku ingin ikut..." kata Vloryne lirih. Wajahnya memelas agar bisa melihat-lihat kerajaan yang dia pikir adalah mimpinya.

"Tidak boleh." Pangeran berjalan meninggalkan Vloryne yang memperhatikan pangeran menutup pintu dengan tangan tak menyentuh pintu itu.

Vloryne juga melihat kedua tangan pangeran terbuka dengan merentangkan tangannya setelah pintu itu hendak ditutup. Vloryne hanya berpikir positif dengan apa yang dia lihat. Tak memperdulikan hal itu. Namun, yang sekarang dia pedulikan adalah...

"Apa ini masih kelanjutan mimpi semalam?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Vloryne berbalik badan, menata langkah menuju sofa yang pangeran duduki tadi. Setelah duduk, Vloryne menyeka gorden merah tebal itu.

Yang dia lihat saat menyeka kain merah itu adalah hutan dengan pohon-pohon yang rimbun dan tinggi-tinggi. Pemandangan pohon dan beberapa tumbuhan bunga yang menyejukan mata. Serta suara burung yang berkicauan tapi tidak diketahui di mana burung itu.

Ya, Pangeran Rafeyz sudah mengubah pemandangan luar jendela kamar itu dan beberapa barang-barang yang terdapat di kamar tamu itu. Contohnya seperti ; sofa panjang, gorden merah yang tadinya terbuat dari kulit ikan paus.

"Aku merasakan ada sesuatu yang aneh dalam mimpi ini." gumam Vloryne seraya bangun dari duduknya.

Vloryne berjalan ke arah pintu besar nan tinggi yang menjadi jalur keluar-masuk ruangan itu. Vloryne ingin menyentuh pintu itu, namun niatnya terurung karena dia merasakan aura aneh di sekitarnya.

Gadis itu menundukkan kepala dan membungkukan badannya, kedua tangannya menempel ke lantai putih. Dimiringkan kepalanya agar bisa melihat celah bawah pintu, tak lupa pipi kanannya ditempelkan ke lantai, sejajar dengan tangannya. Mata gadis itu berusaha mencari cahaya yang bisa dia gunakan untuk melihat keadaan di seberang pintu. Tak ada cahaya, tak ada celah, seolah pintu ini adalah dinding batu yang direkat dengan semen dan pasir.

Vloryne menegakkan kepalanya, duduk dengan kedua kaki yang ditindih oleh badannya, kedua tangannya ditaruh di atas pahanya. Gadis itu mengerutkan keningnya dalam, alisnya menyatu, menyatakan kalau ia sedang bingung, bingung bagaimana tidak ada celah sedikitpun di sisi pintu.

The Prince Mermaid Where stories live. Discover now