Kumcer 3 - The End

Start from the beginning
                                    

Kalau ditanya apa yang tidak dimilikinya, maka akan kujawab 'otak kanan'. Lelaki itu, tidak pernah mengerti indahnya karya lewat tangan manusia. Reza tidak pernah bisa mengerti bagaimana kreativitas itu menciptakan karya-karya yang luar biasa. Dia tidak pernah mengerti hal itu, dan dengan adanya Gina, perlahan, lelaki itu mencoba mengerti.

"Lo nggak kasihan sama nyokap-bokap lo? Kerja keras buat sekolahin lo, beli perlengkapan sekolah kayak pulpen, penggaris, dan buku tulis yang sekarang penuh sketsa nggak jelas. Boros tau gak?" Seperti biasa, Reza akan selalu merasa terganggu dengan suara arsiran pulpen Gina di depannya.

Cewek itu memutar dua bola matanya kesal. "Ya udah, itu masalah gue sama orang tua gue. Tugas lo ya silahkan menghafal rumus-rumus panjang itu pake otak lo. Terus, kerjain tuh soal di papan biar lo dapet pujian lagi dari Bu Besti." Balas cewek itu sengit.

Reza mendesah pelan. Moodnya sedang buruk hari ini, karena ia baru saja putus dengan pacarnya.

"Oke, fine!"

Mereka memang seperti itu. Setiap hari selalu saja ada pertengkaran tidak berarti yang terjadi. Entah karena kesukaan Gina pada karya seni, atau kegilaan Reza pada matematika.

***

Hari ini hari Sabtu. Di SMA Garuda Indonesia, ada pepatah bahwa hari Sabtu adalah hari 'sial' bagi mereka yang bersekolah di SMA Garuda Indonesia. Mengapa? Banyak kejadian tidak mengenakkan terjadi pada hari Sabtu.

Contohnya, kematian Kepala Sekolah yang lama. Saat itu hari Sabtu tanggal 3 April dan hujan. Lalu, gedung A yang roboh tanpa sebab juga terjadi pada hari Sabtu bulan lalu. Salah satu siswa SMA Garuda Indonesia yang ditangkap oleh kepolisian karena menggunakan ganja juga terjadi pada hari Sabtu minggu lalu.

Jadi, untuk hari ini, semua siswa-siswi SMA GI sama was-wasnya seperti yang sudah-sudah. Kecuali Gina Anastasya. Cewek 12 MIPA-3 itu sedang menyeruput es jeruknya di kantin bersama Reza—ya, mereka sekarang satu kelompok Bahasa Inggris dan terpaksa mendiskusikan kerja kelompok di kantin karena Gina yang memaksa.

"Di kelas pengap. Mending di kantin bisa ngisi cacing-cacing kelaparan di perut gue." Ujarnya kala Reza bertanya alasan cewek itu menolak diskusi di kelas.

Jadi, di sinilah mereka berada. Reza yang sibuk mengarahkan kursor laptop di hadapannya. Sedangkan teman kelompoknya, Gina, sibuk makan batagor plus es jeruk Pak Ahmad.

Reza memang mendiamkan cewek itu. Masa bodo dengan nilai cewek di depannya, yang penting untuk tugas kali ini ia harus mendapatkan A lagi.

Awalnya.

Awalnya Reza mendiamkan. Sabar. Lalu berlalu 5 menit, 10, 15, bahkan 25 menit, dan pelajaran ketiga akan dimulai, gadis itu tidak pernah sekalipun kepo akan hal yang dikerjakan olehnya. Padahal, ini tugas kelompok dari Bu Velda. Tapi, dari tadi yang mengerjakan hampir separuhnya adalah Reza.

Bagus, sekarang cowok itu mulai muak dengan sikap acuh Gina. "Lo tahu kan, sekolah itu buat orang-orang yang pengen dapet ilmu."

Gina mengalihkan pandangannya dari sketsa seorang perempuan berambut panjang di hadapannya pada wajah kesal Reza. "Ya, terus?"

"Kalau lo emang nggak mau ngerjain, oke. Tapi ini buang-buang waktu gue." Tatapan mata Reza sangat sengit kala itu. Membuat nyali Gina seketika menciut. "Gak guna lo, tau nggak?"

HarmoniWhere stories live. Discover now