Chapter 8

392 52 0
                                    

Kadang tanpa aku sadari. Tuhan mulai mendekatkan jiwa kita dengan cara yang tak pernah kita sangka sebelumnya.

××××××××××××××××××××××××

Silvie terkejut bukan main saat mendengar ponselnya berdering. Silvie menghembuskan nafas berat, terpaksa menghentikan ritual rutinnya setiap malam usai pulang bekerja. Yaitu, merawat wajahnya dengan lelehan masker tomat buatannya sendiri.

Lumayan, hemat ongkos perawatan ke salon.

"Malam-malam begini siapa yang nelpon sih?" gerutu Silvie lalu meraih ponselnya yang ia letakkan di atas kasur empuknya.

"Anjir! Siapa nih?" Silvie berdecih tak suka, menatap tajam layar ponselnya yang menampilkan deretan nomor tak dikenal. Silvie memilih menghiraukannya. Malas menanggapi panggilan dari nomor asing itu.

"Cih! Malas ah!"

Ya, mungkin itu cuma orang-orang kurang kerjaan yang suka iseng gangguin orang pas mau tidur.

Tapi, dugaan Silvie salah. Sesaat setelah berhenti, nomor asing itu kembali menghubunginya.

"Loh? Nelpon lagi nih orang!"

Silvie akhirnya menyerah, dengan sangat amat terpaksa, ia menggeser tombol hijau dan meletakkan ponselnya di dekat daun telinganya.

"Halo?"

"Selamat malam. Apa betul ini nomornya Silvie Jung?"

Dahi Silvie sedikit mengkerut saat mendengar suara bass si penelepon. Telinganya begitu familiar dengan suaranya, mirip seperti suara seseorang yang ia kenal. Tapi, dengan cepat Silvie menepis pemikirannya itu. Mana mungkin kan 'dia' yang menghubunginya sekarang?

"Silvie Jung? Iya, betul. Itu nomor saya. Maaf, sebelumnya ada perlu apa ya? Sampai nelpon saya malam-malam begini." ucap Silvie dengan nada yang lumayan ketus.

"Silvie, ini aku Oh Sehun."

Deg!

"Ba-bapak? Oh, ma-maaf Pak! Saya pikir tadi siapa."

Silvie tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya, Silvie berkali-kali menggumamkan kata maaf, berbicara sedikit kasar pada bosmu sendiri tentu akan membawa dampak buruk bagi image nya nanti.

Ya, walaupun image nya sekarang mungkin sudah hancur.

"Ya, tak apa-apa. Aku mengerti." sambung bosnya, Oh Sehun.

"Sekali lagi maaf ya, Pak. Saya enggak tahu kalau yang menghubungi saya Anda sendiri." cicit Silvie yang dibalas gumaman dari ujung sana.

"Kalau begitu ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Ya, saya sangat membutuhkan bantuanmu sekarang. Ini menyangkut Myungsoo."

"Menyangkut Myungsoo? Maksud Pak Sehun apa?" balas Silvie bingung.

"Biar aku jelaskan nanti. Kirimkan saja dimana alamat rumahmu, biar aku jemput." potong Sehun yang tentu saja membuat jantung Silvie berdetak tak beraturan.

"Eh-eh? Jemp-"

Tiiit!

"Anjir! Ngegas amat!" pekik Silvie tak percaya saat mendengar sambungan panggilannya putus secara sepihak.

"Mau perawatan aja belum selesai nih! Hueee!" Silvie mengerucutkan bibirnya kesal. Sedikit menggerutu saat mengingat bagaimana cara Sehun berbicara dengannya.

Benar-benar singkat, padat dan jelas. Tidak ada basa-basi sama sekali. Tapi, ekspresi kesal di wajahnya memudar saat menyadari ada yang tak beres dengan si kecil Myungsoo.

"Memangnya ada apa dengan Myungsoo ya?"

Dua puluh menit kemudian ...

Silvie menarik nafas perlahan. Merapikan tatanan rambut ikalnya dan memastikan make up yang ia kenakan sekarang tidak terkesan mencolok namun tetap memancarkan aura kecantikannya. Ditambah gaya pakaiannya yang kasual.

"Itu mobilnya." gumam Silvie saat melihat sebuah mobil auri berwarna hitam terparkir rapi di depan gerbang apartemennya.

Silvie sangat hapal plat nomor mobil itu. Mobil itu sudah pasti milik bos tercintanya, Oh Sehun.

Tanpa menunggu waktu lama, Silvie segera mendekati mobil itu.

Kaca mobil itu perlahan turun. Menampilkan sesosok pria berwajah datar yang sudah ia tunggu di luar pintu selama 10 menit lamanya.

Sehun menoleh, menatap wajah gadis itu dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

Sudah muka datar, ekspresinya juga sangat susah untuk dibaca oleh orang awam. Pria didepannya ini benar-benar seperti manekin hidup.

"Masuklah." titah Sehun.

"Baik, Pak." seperti anjing yang mematuhi perintah tuannya. Silvie segera beranjak dari tempat ia berdiri. Berlari kecil ke pintu mobil dan duduk tepat di samping kursi pengemudi.

'Ini gue mau dibawa kemana anjir!?' pekik Silvie dalam hati.

Darahnya mendesir hebat, kedua pipinya seketika memanas saat menyadari posisi mereka sangat dekat. Posisi dimana Sehun dengan telaten memasangkan sabuk pengaman di tubuhnya.

Demi Tuhan. Ini adalah cobaan terberat sejak ia menginjakkan kaki di dunia kerja.

"Kita akan kerumahku." Sehun mulai membuka pembicaraan tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan beraspal. Memecahkan keheningan yang sebelumnya begitu mendominasi.

Silvie sontak menoleh, menatap lekat wajah datar Sehun dengan sejuta pertanyaan yang berputar di otaknya.

Bagaimana tidak hening? Melihat raut wajah Sehun yang begitu datar, masalah yang katanya berhubungan dengan putranya serta ketidaktahuan Silvie tentang apa yang bosnya itu sukai selain bermain basket semasa SMP. Membuat Silvie memilih diam dari pada membicarakan hal yang bisa saja membuatnya tersinggung.

"Maaf sebelumnya, Pak. Tapi ada masalah apa ya dengan Myungsoo?"

"Dia sedang sakit."

"Myungsoo sakit!" teriak Silvie tak percaya, "Ma-maaf, Pak. Saya terkejut tadi." lirih Silvie yang dibalas anggukan oleh Sehun.

"Dia menderita demam tinggi, aku sudah meminta dokter pribadiku untuk merawatnya. Tapi, Myungsoo masih terus saja merengek padaku untuk membawakan kakak kesayangannya."

Silvie tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia hanya tak menyangka saja. Kalau perhatian kecil yang ia curahkan pada Myungsoo telah membuat dirinya memiliki tempat spesial di hati pria kecil itu.

"Kau tahu Silvie?" Sehun sejenak menoleh, menyeret kedua manik Silvie dalam pesonanya, "Aku tak pernah melihat Myungsoo tersenyum bebas sejak ibunya meninggal. Tapi, ketika Myungsoo bercerita setiap kali ia bermain di kantorku. Dia merasa senang karena ada seorang wanita yang selalu menemaninya bermain di jam istirahat."

"Dan wanita itu adalah kau bukan?" sambung Sehun sambil menarik seutas senyuman tipis di kedua sudut bibirnya.

.
.
.
.
.

TBC

My First ✔Where stories live. Discover now