• Bab 5 •

18 3 13
                                        

Terkadang, hanya terkadang, kamu tidak akan bisa fokus pada suatu hal sebelum kamu merasa sebetapa menyesalnya kamu telah mengabaikannya.

• • •

*Pistantrophobia, fear of trusting people due to past experiences. (Googling to know more.)

De facto
Menurut kenyataan yang sesungguhnya (tentang pengakuan atas suatu pemerintahan); menurut hakikatnya: secara--, keberadaannya di partai sudah tidak diakui lagi.

De jure
Berdasarkan hukum (tentang pengakuan atas suatu pemerintahan):  keunggulan yang diperoleh seseorang karena gelar, sertifikasi, atau pengakuan formal, disebut sebagai keunggulan--

• • •

"Nih Ra, diminum."

Namira hanya melirik sekilas pada obat dan sebotol minuman datang bulan yang diletakkan Dimas di atas nakas. Kembali mencengkeram guling yang kini dipeluknya.

Dimas yang tahu sebetapa menderitanya kakak kandungnya itu pun berinisiatif duduk di ranjang Namira. Menggantikan guling itu dengan tangannya, Dimas rela-rela saja jika nanti tangannya akan memerah atau berbekas cakaran Namira. Yang terpenting kakaknya itu baik-baik saja.

Tidak jarang Dimas ikut meringis, seolah merasakan sakitnya kedatangan tamu bulanan di hari pertama seperti Namira ini. Entah takdir buruk apa yang menimpa para wanita di dalam keluarganya, karena bukan hanya Namira, Mama mereka pun mengalami hal yang sama. Begitu pun Nenek dari Mamanya.

Sudah diperiksakan ke dokter tapi hasilnya baik-baik saja. Membuat Dimas sungguh tidak habis pikir. Tapi semenjak kejadian itu, berkat resep sang dokter, Namira sudah merasa sedikit baik. Hal itu cukup melegakan bagi Dimas. Meski tiap bulan di hari pertama periode Namira datang, lelaki itu harus berjaga-jaga. Entah hanya menemani atau justru direpotkan.

"Masih sakit banget, Ra?" tanya Dimas saat merasakan remasan menyakitkan dari Namira.

"Diem deh, Dim."

Mendengar decakan milik Namira membuat Dimas sontak menutup mulutnya rapat-rapat. Namira dalam periodenya akan semengerikan itu memang. Selain ucapan yang menyakitkan, sikap yang manja, dan merepotkan, Namira juga akan mengesalkan dengan level puncak. Dan daripada mendengarkan kekejaman mulut Namira, Dimas akhirnya memilih diam.

Namun keheningan itu tidak bertahan lama karena setelahnya Dimas berceloteh ria. Membuat Namira terpaksa mendengarkan dan menganggapnya hiburan gratis.

"Yang kemarin kesini itu Elang." Ujar Dimas.

Namira juga tahu kalau namanya Elang karena lelaki itu sudah menyebutkan nama, mendengar itu sontak saja Namira memutar bola mata.

"Secara de facto Kak Elang emang temen gue. Kami di organisasi yang sama. Sering main bareng, olahraga bareng, tidur bareng?" Setelah sadar ucapan terakhirnya buru-buru Dimas meletakkan telunjuk kanan ke dahi Namira saat tahu kakak perempuannya mendelik dan berpikir yang tidak-tidak.

Kemudian Dimas melanjutkan saat tahu ekspresi Namira sudah berubah lebih baik. "Tapi menurut de jure, dia sebaya sama lo. Entah gimana caranya dia bisa mau temenan sama gue. Bocah tengil yang gak ada apa-apanya kayak gue ini.. tapi lebih baik daripada elo sih," ujar Dimas sambil menggaruk-garuk kepala, pura-pura berpikir.

Tawa Namira yang sedikit terdengar sontak saja menghilang setelah mendengar lanjutan dari kata penghubungnya. "Gue malu sih bilang gini ke elo. Secara kan, Kak Elang yang sebaya sama elo aja pemikirannya tuh seluas samudra. Sedangkan elo nih.." ujar Dimas sambil menunjuk-nunjuk pelipis Namira, "Bener sih otaknya cakep banget kayak wajah rupawan gue. Tapi kedewasaannya nol besar. Memprihatinkan."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 02, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IridescentWhere stories live. Discover now