"Benarkah? Apa jelas sekali?" Vania mengambil ponselnya dan melihat pantulan dirinya disana. Kalau memang sesuai apa yang dikatakan Ily mungkin gara-gara dia. Vania menggeleng keras menghilangkan bayangannya, ada apa dengannya?

"Van!"

"Nggak kok Ly, mungkin karena aku seneng ketemu kamu"
Ily tersenyum seketika saat Vania memeluknya erat.
Ily membalas pelukan Vania. Apa sedang dipikirkannya? Kenapa melihat Vania dan Axel berpelukan membuatnya berpikir Vania dan Axel melukainya? Ini semua salah, Ily harusnya tidak merasakan hal itu. Tiba-tiba ia merasa bersalah pada sahabatnya ini

Ceklek. . .

Keduanya meregangkan pelukan saat sosok Axel muncul dibalik pintu. Ily tersenyum melihat Axel mendekat kearahnya, ralat. Maksudnya mendekat kearah Vania, mungkin.
"Kak Saka mana?" Tanya Ily mencari-cari sosok Saka dibelakang Axel

"Tiba-tiba ada pasien kritis jadi Saka harus kesana" ucap Axel
Beberapa menit lalu Saka memang meninggalkan Axel dengan buru-buru setelah menerima telfon dari bangsal. Katanya ada pasien kritis jadi harus kesana.

Ily beroh. Vania meminta izin pada Ily untuk mengangkat telfon diluar hingga meninggal dirinya dan Axel.
Ily menatap Axel yang duduk dikursi samping ranjangnya.

"Maaf, aku telat" ucap Axel pelan menatap manik mata Ily, ia benar-benar merasa bersalah karena telat datang. Dalam perjalanan menuju rumah sakit ban mobilnya tiba-tiba kempes, saking takutnya terlambat Axel harus naik taxi meninggalkan mobilnya.

"Nggak apapa, aku harusnya nggak merepotkan kakak" ujar Ily merasa bersalah

"Nggak, Ly. " bantah Axel, ia tidak suka Ily merasa merepotkan dirinya. Ini semua keinginannya, ingin menemaninya terapi.

Hening

Tidak ada yang memulai pembicaraan. Ily menunduk memilin-milin ujung bajunya sedangkan Axel sibuk dengan pikirannya.
"Kamu melihatnya, kan?"

Ily menoleh padanya. Axel tersenyum tipis melihat tatapan Ily.
"Aku nggak tau kenapa aku harus jelasin ini kekamu. Tapi kamu harus tau karena kamu liat kami. Vania tersandung, jadi aku nolongin dia supaya nggak jatuh"
Ily tersenyum lebar mendengar penuturan Axel, ternyata apa yang dipikirannya tidak benar. Axel menjelaskan jika ia bertemu Vania dilift, saat ingin keluar Vania tersandung jadi Axel menolongnya. Karena takut, Vania langsung memeluk Axel jadi kesannya mereka perpelukan padahal saat itu Axel hanya memegang lengannya. Mungkin karena kaget Ily tidak melihat jelas posisi Vania dan Axel hingga ia beranggapan mereka berpelukan.

"Baguslah kakak nolongin Vania"
Syukur Ily karena Vania tidak terjatuh.

"Mau jalan-jalan?" Ajak Axel yang membuat Ily berpikir. Ily menatap kedua kakinya, jalan? Ia ingin sekali tapi saat ini ia tidak bisa melakukannya.

"Aku bisa menggendongmu" ucap Axel cepat, ia bisa melihat Ily bersedih melihat kedua kakinya. Ily memang tidak bisa berjalan tapi ia memiliki orang-orang yang akan selalu siap menjadi kakinya, termasuk dirinya yang akan selalu siap menggunakan kakinya untuk Ily.

"Benarkah?" Tanya Ily sumringah "Tapi aku punya kursi roda, kakak nggak perlu gendong!" Lanjutnya menunjuk kursi roda miliknya yang tak jauh dari ranjang

"Aku akan menggendongmu ke rooftop jadi nggak perlu pakai kursi roda!" Ily ingin bicara namun didahului oleh Axel "Kasian kursinya, tiap hari kamu duduki. Kalau kursi itu bisa bicara pasti dia mengeluh" ujar Axel yang diberi tatapan prihatin oleh Ily. Mungkin karena Axel bagian dari mereka jadi ketidak warasan keduanya menular padanya.

"Aku tau yang ada diotak cantikmu itu Ly" Axel tersenyum membuka jaket miliknya untuk ia pakaikan pada Ily "Meski mereka gila tetap saja mereka sahabatku" lanjutnya memasang resleting jaketnya sampai keleher Ily.
Kadang Axel berpikir jika sewaktu pembagian otak Saka dan Leon terlambat, alhasil otak yang harusnya untuk satu orang terpaksa dibagi dua untuk mereka. Sang pencipta memang adil, meski otak mereka masing-masing setengah setidaknya mereka bisa membuat orang bahagia karena ulahnya.

Incredible Brothers 2 (TERBIT)Where stories live. Discover now