「2」

26 0 0
                                    

Hari Sabtu yang indah akhirnya tiba. Tenang rasanya, tidak perlu mengerjakan tugas apapun. Angin tengah berembus menerpa wajahku sayup - sayup. Sejuk nan asri duduk di teras rumah. Aku tinggal bersama Rani dan kedua orang tuanya.

Mereka ramah dan baik sekali terhadapku. Kata Bunda Rani, dia merawat ku sejak aku masih bayi. Entahlah di mana kedua orang tuaku berada. Tapi, menurut cerita fantasi Rani. Aku adalah anak orang penting di kerajaan antah berantah di dimensi yang lain yang diselamatkan Bunda Rani di depan teras rumahnya. Tentu saya aku tertawa mendengar penuturannya.

"Hahaha! Rani, ada-ada saja cerita kamu," Kataku sambil menahan tawa.

"Nggak ada salahnya kan berkhayal? Toh itu juga mengasah otak ku untuk mengarang bebas," Sergah Rani.

"Kamu itu, Ran. Mengarang untuk pelajaran Matematika yang seharusnya berpikir, tapi berpikir untuk pelajaran Bahasa Indonesia yang seharusnya mengarang," Ucapku menasehati.

"I-itu mah, beda cerita,"

"Iya-iya deh. Hahaha," Kataku seraya tertawa.

"Eh, Ran. Aku pinjam novel mu ya?" Tanya ku sambil memelas.

"Novel yang mana dulu nih," Jawab Rani.

"Kan novel mu cuma satu, Ran," Ledek ku.

"Oh iya ya. Hehe,"

Kemudian, aku masuk ke dalam rumah. Menuju kamar ku dan Rani. Disaat libur begini, memang cocoknya baca novel nih. Aku mengambil novel Rani di atas rak buku lalu bersiap untuk menaiki ranjang untuk mencari posisi yang paling enak untuk membaca. Ketika aku tengah menaiki ranjang tiba-tiba ada secarik kertas jatuh dari novel. Aku pun langsung mengambil dan melihat isinya.

"Apa ini?" Gumam ku.

"Mungkin ini surat dari gebetannya Rani. Hahaha,"

Teruntuk Sang Putri Mentari

Aku telah menantimu kepada Sang Surya

Di mana Siang menjadi Tahta

Dan Malam menjadi Singgasana

Sinar mu selalu berada di puncak

Bagai Samudra merindukan Pasang

Keturunan Malam

Wah, Rani beruntung sekali. Aku jadi ingin dikirimi surat seperti ini. Tapi, kenapa tidak ada nama pegirimnya? Rani ih tidak bilang-bilang padaku kalau dikirimi surat. Aku simpan sajalah, salah siapa tidak memberitahu ku. Akhirnya aku tidak jadi membaca novel Rani dan menaruhnya kembali di atas rak buku. Kertas ini jauh lebih menarik perhatianku. Kalimatnya tertulis dengan tinta berwarna kuning ke-emasan dan kertasnya bagaikan kertas kuno. Cocok dengan pribadi Rani yang penyuka fantasi.

"Heh! Ngapain senyum-senyum sendiri? Lagi mikirin Ano ya?" Tebak Rani sambil menahan tawanya.

"Enak saja! Mana mungkin aku mikirin Ano!" Teriak ku.

"Sabar-sabar, atuh,"

"Kalau Putri Mentari Rani sudah berkata, daku tak bisa berbuat apa-apa,"

"Ih, apaan sih. Putri-putri segala,"

Tiba-tiba Bunda Rani memanggil dari arah dapur.

"Terik! Rani! Makan siang sudah siap, cepat ke meja makan," Seru Bunda Rani.

Kami pun langsung berlari ke arah dapur. Cekikikan mendengar teriakan Bunda Rani yang cempreng. Senangnya, makan siang hari ini menunya Nasi Goreng Pedas. Kesukaanku dan Rani nih.

"Cepat duduk di kursi kalian masing-masing. Ayah sudah tidak sabar mencicipi Nasi Goreng Pedasnya Bunda," Ucap Ayah Rani dengan nada bercanda.

"Sudah-sudah, ini nasi gorengnya sudah jadi. Siapkan piring kalian masing-masing!" Perintah Bunda Rani.

"Siap, Komandan!" Seru ku, Rani, dan Ayah Rani.

Kami pun tertawa bersama.

Hari-hari seperti ini sangat menyenangkan. Aku memiliki keluarga baru sekarang, Yah, Bu. Semoga hari-hari ini tak kunjung berlalu dengan cepat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 03, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TERIKWhere stories live. Discover now