Special's Soo Jin

5.4K 281 15
                                    

Aku, Park Soo Jin, anak kedua dari komposer legendaris Park Ha Jin. Memilih jalan yang sama seperti ayahku, dunia hiburan, aku memilih mengambil jalur desainer. Bukan tanpa alasan aku menyukai dunia merancang busana. Karena dunia itu, aku bis mengekspresikan setiap unek-unek yang ingin aku ledakan dari otakku.

"Selamat untuk koleksi musim semimu sayang," Asha, ya, Mama Ashalah yang membantuku mencapai tujuanku. Dia ibu kedua setelah Bunda yang sangat menyayangiku. Jangan lupakan Ayah yang selalu mencintaiku lebih dari apapun. Dia kekasih pertamaku.

"Kamshamida, Ma." aku membalas pelukannya.

"Ayo kita pulang, chagya. Ayah dan Bunda akan senang sekali mendengar kesuksesanmu." ujar Asha yang memeluk bahuku sayang. "Aku bangga padamu."

"Iya, dan aku ingin melihat wajah Oppa setelah mendengar kesuksesanku," Asha mengangguk dengan senyuman bangganya padaku. Kupeluk erat pinggangnya, Mama kesayanganku.

"Surprise!" Asha tertawa melihat Sung Jin di depanku dengan sebuket bunga besar di tangannya.

"Kenapa bunga hitam? Dan kenapa oppa yang memberi kejutan? Ommo!" kesalku menghentakkan kaki di depannya. Aku tidak peduli jika tingkahku seperti anak-anak. Bagiku, aku masih putri kecil di keluarga Park Ha Jin.

"Astaghfirullah, berapa umurmu? Kenapa bertingkah seperti anak-anak?" kekeh Sung Jin di hadapanku.

"Oppa!"

"Sayang, selamat ya," Bunda menghampiriku dan memelukku dengan lembut. Tangannya membelai sulur-sulur rambutku. "Semoga Allah selalu memberkahimu dengan rezeki yang tiada kira dan kasih sayangnya," kemudian, mencium keningku cukup lama.

"Putri ayah tersayang," Ayah memeluk kami berdua dan mencium keningku dengan sayang. "Terus rendah hati dan ingat siapa dirimu, sayang."

"Siap, Ayah," sahutku dan menyandarkan kepalaku di dada bidangnya. Kulihat Asha memeluk lengan Sung Jin, seperti anaknya sendiri.

💕💕💕

Aku berhenti melangkah saat kulihat Ayah dan Bunda yang sedang asik duduk berdua di teras belakang rumah. Bunda yang sesekali tertawa untuk entah apa yang dia tertawakan dari kata-kata Ayah. Mereka bahagia dengan cara mereka sendiri.

Air mataku jatuh saat melihat Ayah membenarkan kerudung Bunda. Ya, Bunda yang tak takut memakai identitasnya sebagai muslimah di tengah agama islam yang minoritas, nyaris orang-orang Korea tak paham tentang islam selain radikalisme yang dilakukan oleh pihak tak bertanggungjawab dengan memakai kedok 'islam'.

Bunda yang cantik dengan kerudung panjangnya. Bunda yang terlindungi dengan kerudung panjangnya.

"Aku mencintaimu karena kesholehanmu, Aisyah." aku mendengar kalimat pujian Ayah untuk Bunda, dan Bunda yang menyandarkan kepalanya pada pundak Ayah.

"Aku mencintaimu karena Al Mulk yang setiap hari kamu bacakan untukku." aku memilih menggurungkan niat menghampiri mereka, masuk ke dalam kamar.

Menatap pantulan diriku dari cermin besar di dalam kamarku.

Dua puluh tahun. Ya, dua puluh tahun kehidupanku ini, berapa kali aku memakai kerudung untuk menutupi rambutku?

Saat pergi ke masjid?
Saat akan sholat berjamaah di masjid?
Saat merayakan hari besar islam?

Dapat dihitung dengan hitungan jari tanganku.

"Sayang, kamu tahu siapa saja yang bisa menolong seorang pria di akhirat nanti dari api neraka?"

"Siapa ayah?"

"Ibu, adik perempuan, istri dan anak perempuan. Jika ayah mampu menjaga dan melindungimu, insha allah ayah terjaga dari api neraka. Bukan hanya melindungi secara dunia, tapi akhirat juga. Pendidikan agamanya, hafalan al Qurannya dan akhlaknya."

"Soo Jin harus bagaimana untuk melindungi Ayah?" Ha Jin mendudukan putrinya di atas pangkuannya dan memakaikan kerudung instan pada kepala Soo Jin. "Jaga auratmu, nak. Satu langkah kamu melangkah keluar rumah dan memamerkan auratmu, satu langkah pula ayah terdorong ke jurang neraka,"

"Ayah," Soo Jin memeluk ayahnya erat. "Tidak boleh."

Aku mengusap kedua pipiku yang basah. Membuka lemariku dan mengambil gamis yang biasa aku pakai seminggu sekali untuk pergi ke masjid di hari Jum'at.

"Ayah, maafin Soo Jin." isakku dan mulai memakai kerudung panjangku. Menatap diriku yang kini tertutup dengan pakaian panjang dan kerudung panjang.

"Soo Jin mencintai ayah. Maafin dua puluh tahun hidup ayah yang telah Soo Jin ambil dan membuat ayah mendekati jurang neraka." isakku sendiri ada pantulan diriku pada cermin.

"Soo Jin?"

"Ayah,"

"Subhannallah," Ayah mendekatiku dengan matanya yang berkaca-kaca, dipegangnya kedua sisi kepalaku dan dikecup keningku cukup lama. Dia merapalkan doa untukku sebelum memelukku dalam dekapannya. "Ya allah, cantiknya anak ayah."

Aku mengangguk dalam dekapannya. "Kenapa kamu pakai baju gamis? Mau pergi ke masjid?"

Aku menggeleng setelah mengurai pelukan dengan ayah, "ini untuk Ayah. Untuk melindungi ayah dari api neraka." aku meremas kedua tanganku, menunduk dalam, "maaf ayah. Maaf karena Soo Jin ayah harus berjalan ke jurang neraka. Soo Jin salah."

Ayah menggecup kembali keningku, "tidak, sayang. Kamu sudah menyelamatkan Ayah. Ayah doakan akan selalu istiqomah memakai kerudungmu. Kamu cantik, lebh cantik dari bidadari. Anak ayah," kedua tanganku melingkar di pinggang Ayah, menenggelamkan wajahku dalam dekapannya.

Ini caraku mencintai Ayah. Melindunginya dari api neraka.

💕💕💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💕💕💕

Ehm, kenapa chapter Soo Jin lebih banyak ya?
Ehm, saya juga enggak tahu nih kenapa 🙏

Pokoknya happy reading aja buat readers tersayang.

Annyeong, Aisyah [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang