20. Meet Him Again

5.5K 285 2
                                    

Hampir seminggu yang lalu, Viona memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. Ia bekerja di sebuah toko komputer yang besar. Ia kadang suka menyervis komputer atau laptop yang bermasalah berkat keahliannya yang sudah terlatih di bidang IT. Gaji yang diterimanya lumayan, tapi tak mampu untuk mencukupi kebutuhannya dan Arvi. Meski keluarganya punya perusahaan sendiri dan ayahnya selalu menyuruhnya untuk bekerja saja bersamanya, tapi Viona menolaknya dengan alasan ingin mandiri dan ia sudah punya anak. Ia ingin menafkahi putranya dengan hasil keringatnya sendiri karena ia yang lebih bertanggung jawab padanya. Ia mencoba melamar ke sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang IT dan menjanjikan gaji yang lebih besar. Ia begitu senang kala mendapat panggilan dari sana untuk datang ke kantor hari ini setelah menjalani serangkaian tes kemarin. Ia berdo'a semoga ia bisa diterima bekerja di sana. Setelah merasa penampilannya cukup rapi dan sopan dengan kemeja panjang berwarna krem dipadu rok hitam di bawah lutut serta make up yang cukup natural dan tidak berlebihan, ia segera menyambar tas selempangnya dan mengambil salah satu koleksi high heels yang berwarna hitam, lalu ia berjalan keluar kamarnya. Ia menuruni tangga dan berjalan menuju bundanya yang biasanya sedang berkutat di dapur atau di ruang tengah. Ia melihat bundanya tidak ada di rumah. Ia pun berjalan keluar menuju kebun belakang dan ia sudah menebak bundanya pasti sedang berada di sana berkutat dengan koleksi tanaman sayurnya. Ia tersenyum tipis dan berjalan mendekati sang bunda.

"Bunda...." Alika yang sedang memberi pupuk pada polybag yang berisi tanaman paprika menolehkan wajahnya. Ia melihat penampilan putrinya yang sudah siap dengan kemeja formalnya.

"Aku berangkat sekarang ya, Bun?! Doain aku semoga diterima di sana." ucapnya meminta restu. Alika tersenyum dan mengangguk.

"Pasti, sayang. Jika itu membuat kamu nyaman bekerja di sana, Bunda dukung-dukung saja." Viona tersenyum.

"Makasih, Bun. Aku berangkat dulu, ya! Assalamualaikum." pamitnya sambil menyalami tangan Alika.

"Walaikumsalam. Hati-hati!" Viona berlalu dari sana dan berjalan menuju garasi untuk mengambil mobilnya.

Mobil yang dikendarai Viona mulai melaju membelah jalanan padat Kota Jakarta. Ia merasa gugup untuk menghadapi sesi wawancara nanti setelah ia dinyatakan lulus dengan rangkaian tes yang dijalaninya kemarin. Karena mungkin itu adalah perusahaan besar, maka seleksi untuk masuk ke sana pun lumayan ketat karena pasti perusahaan membutuhkan karyawan yang bisa diandalkan kualitas dan profesionalitasnya. Ia mencoba untuk tidak gemetar dan menetralkan degup jantungnya yang berdetak liar sejak malam tadi. Entah kenapa ia merasa gelisah tak karuan seolah ada sesuatu terduga yang akan ia temui hari ini, padahal hanya mengikuti serangkaian tes dan wawancara saja. Tentang hasil akhir ia akan diterima atau tidak, itu tergantung faktor nasib dan keberuntungan. Diterima ia bersyukur, tidak juga mungkin ia harus berusaha lebih keras lagi untuk mencari pekerjaan lain. Tak terasa mobilnya sudah sampai di pelataran gedung besar kantor yang ditujunya. Setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir, ia turun dari mobilnya dan berjalan menuju ke dalam kantor. Ia menuju bagian resepsionis terlebih dahulu.

"Maaf, Mbak. Kalau ruangan tempat diadakannya seleksi untuk calon karyawan baru di mana, ya?" tanyanya kepada wanita di depannya.

"Mbak bisa naik lift dari sini dan nanti turun di lantai 5." Viona hanya mengangguk.

"Terima kasih, Mbak." wanita itu hanya mengangguk. Viona berjalan menuju lift dan bergabung dengan karyawan lain untuk menuju lantai yang ditujunya. Setelah sampai di tempat yang dituju, Viona berjalan mencari-cari ruangan tempat akan diadakannya tes dan wawancara. Dilihatnya ada beberapa orang yang berkerumun di depan ruangan. Ia pikir mungkin mereka sama-sama pelamar sepertinya. Akhirnya ia berjalan menuju mereka.

Red In The SilenceWhere stories live. Discover now