.

Hari ini aku masih sibuk memikirkan soal Sissy. Di jam olahraga aku memilih duduk di tribune penonton lapangan basket dan memikirkan soal nasib Sissy. Tiga hari ini aku sangat unmood.

Sedangkan teman-temanku yang lain asik bermain basket. Eh tunggu bukan, bukan bermain. Tepatnya anak laki-laki yang bermain sedangkan anak perempuan…sibuk menjeritkan nama Greyson Chance.

Ugh, si pembunuh itu.

Sebenarnya aku paling benci pada pelajaran musik dan olahraga karena kami sekelas di jam tersebut. Memang benar kok dia yang membunuh Aspan dan James. Tapi dia pintar menyembunyikan barang buktinya. Kemudian dia membuat skenario Jamespan (nama couple Aspan-James hehe) meninggal digigit pitbull.

Halloooooo.. siapa sih pemilik yang akan melepaskan semua anjing pitbull nya pada malam tahun baru? Sebenarnya masuk akal saja, tapi setahuku penduduk di sekitar sini tidak ada yang memelihara anjing jenis pitbull.

Dan bagaimana bastard itu lolos dari introspeksi polisi? Kalau dia berbohong seharusnya ketahuan kan…

“Ariana.”

Suara cowok tiba-tiba memanggil namaku. Aku menoleh padanya. Oh kuharap bukan Greyson…

Dan untungnya memang bukan. Dia Jai Brooks.

“Hai Ari.” Sapanya lagi. Aku tersenyum. “Hai Jai.”

Kuperhatikan dia dari atas sampai bawah. Dia baru selesai bermain basket dan berkeringat. Tapi entah kenapa itu membuat dia terlihat keren dimataku.

Oke kuakui dia memang selalu keren sih…

“Boleh aku ikut duduk?”

“Tentu saja, tidak ada yang melarang.”

Jai pun duduk. Tiba-tiba aku merasa grogi; hei aku kenapa?

“Kau tidak ikut bersama mereka?” tanya Jai.

“Mereka siapa?”

“Para gadis itu.” dia menunjuk ke depan. Dan yea, cewek-cewek masih menyoraki Greyson. Aku menggeleng. “Buat apa menyoraki dia.”—jawabanku itu ternyata memancing tawa Jai. Ups, hahaha.

Dan uh.. Jai sangat manis ketika tertawa. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.

“Kau sendiri kenapa berhenti bermain?”

Rolling time. Kita punya delapan belas cowok, sedangkan main basket nggak berdelapanbelas kan? Giliranku sudah selesai, sekarang waktunya Alaska yang main.”

“Oh, begitu. Yah, jujur saja aku nggak terlalu ngerti main basket. Hehe.”

“Tapi kalau aku yang selesai main tidak akan membawa pengaruh ya. Beda jika Greyson yang selesai…” lanjut Jai sarkas. Aku membalasnya dengan tawa.

“AAAAA GREYSON!!!!”

“OH TIDAK!”

Aku mendengus. “Huh, harus ya mereka menjerit segitunya?”

“Bukan Ari. Bukan itu.” Jai bangkit berdiri. “Greyson jatuh. Lihat!”

>>>>><<<<< 

[Greyson’s POV]

“Alaska masuk.” Kata Mr. Greg, guru olahraga kami.

“Nah aku mau istirahat,” kata Jai.

“Permainan yang keren,” aku memberi toss pada Jai sebelum dia pergi meninggalkan lapangan.

“Thanks bro.” lalu dia pergi. Dan Alaska pun masuk. Kami bermain lagi.

Psychopath // Greyson ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang