01

684 40 2
                                    

Wonwoo membuang puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya dengan setengah hati. Pria itu mendongak menatapi langit kelam malam ini. Gelap sekali, benar-benar suram. Pas sekali dengan suasana hatinya. Sempat tersenyum tipis, tapi tarikkan dari kedua pipinya turun tatkala hujan turun menyerangi tubuhnya.

Bagus, benar benar seusai. Pria itu mendesis dalam hati. Wonwoo mulai berjalan diantara pepohonan pinus disekitarnya. Berjalan diatas jalan setapak yang belum pernah disentuh semen apalagi aspal. Langkah kakinya tidak terlihat panik, malah santai sekali seperti ingin merasakan bagaimana dimandikan hujan. Padahal pria itu hanya mengenakan kaus biru tua tipis dengan celana tranining.

Pulang pulang ini pasti akan kena marah. Mengabaikan tentang orang rumah, Wonwoo terus saja berjalan hingga sampai pada rumah bercat putih yang banyak ditananmi mawar putih. Bunga kesukaan Yuan.

Sinar oranye terlihat menyala-nyala dari dalam rumah. Tidak ragu lagi Wonwoo langsung masuk dengan tubuh yang basah kuyub. Pria itu melepaskan sepatunya sedikit kesusahan.

“Dari mana?” suara itu langsung menusuk telinga, Wonwoo mendongak dan kembali sibuk melepaskan sepatunya. Mengabaikan orang itu, Wonwoo memilih melewatinya dan memasukki kamar.

“Tunggu, bau apa ini? Kau merokok lagi?” Wonwoo berhenti didepan pintu kamarnya lalu berbalik. Tatapannya terlihat begitu sinis.

“Kalau iya, kau mau apa? Melapor ayah? Silahkan saja”

“Hei! Bukannya apa, aku peduli padamu!” suara Yuan meninggi, tetapi percuma saja. Adiknya itu sudah memasukki kamar. Menguncinya rapat hingga Yuan tidak bisa menerobos masuk. Yuan mendesah gusar. Seketika kepalanya berdenyut kuat. Dari pada berteriak dan membuat kepalanya semakin pusing. Yuan memilih beristirahat di kamarnya. Dan besok pagi baru menghakimi adiknya itu.

Keesokan paginya Wonwoo keluar dari kamarnya sekitar pukul empat pagi, entah apa yang ingin dilakukannya dini hari begini. Pria itu berjalan begitu pelan keluar dari kamarnya. Tapi, sialnya ada Yuan yang menghalangi jalan.

“Kau mau kemana?” Yuan menyilangkan tangannya didepan dada, melihat penampilan Wonwoo sekarang adiknya itu mengenakan pakaian yang sudah rapi tapi bukan seragam sekolah.

“Pergi sekolah, matamu katarak ya?” Yuan tertawa sinis.

“Sekolah? Mataku tidak katarak tuh. Jelas-jelas yang kau pakai itu bukan seragam” balas Yuan tak kalah sengit.

Ah menyebalkan. Wonwoo  menggigit bibir bawahnya. Mengacak rambutnya kesal. Kembali menatap kakaknya serius. “ aku mau pergi, tolong menyingkir” Yuan tersenyum miring, gadis yang lebih tua 4 tahun dari Wonwoo itu menggeleng keras.

“Lebih baik kau ganti bajumu dengan seragam, sarapan lalu kuantar ke sekolah” Wonwoo tidak bergerak dari tempatnya begitu pula dengan Yuan. Keduanya saling bertatapan sengit, menyampaikan rasa muak, benci, dan tidak suka.

“Yuan, aku serius, biarkan aku pergi” Wonwoo memaksa sekali lagi, tapi Yuan hanya diam di tempatnya. Menyampaikan dirinya secara mutlak kalau ia tidak setuju.

“Iya iya, aku ganti baju sekarang” Wonwoo mengalah, wanita dihadapannya ini benar benar keras sekali. Melebihi batu meteor mungkin. Yuan tersenyum puas, rasanya menyenangkan sekali.

“Nah begitu dong” dia mencubit pipi Wonwoo gemas lalu berbalik pergi. Melihat punggung kakaknya yang sudah menghilang, secepat kilat dia berlari menuju jendela terdekat dan membukanya. Well, kabur lewat jendela adalah rencana B pria bermata elang ini.

Tapi dewi fortuna tidak ada di pihak Wonwoo untuk sekarang. “Sial” Jendelanya terkunci, kakaknya benar benar serius hari ini.

....

AL1 : ALone [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang