Sidney #1

29.2K 3.9K 132
                                    

"Bang," tukas seorang gadis yang berdiri di dalam sebuah kubikel berukuran 1,5 kali 1,5 meter. Kakinya bergerak gelisah sembari bola matanya melirik kanan dan kiri. Berharap bahwa teman-teman sejawat dan senasib sebagai cungpret tidak akan mengindahkan tindak tanduknya yang mendadak menyambangi kubikel Bang Nara.

Tapi dasar bang Nara sepertinya nggak ada peka-pekanya. Apalagi kepekaan akan kegelisahan satu-satunya gadis yang menjabat sebagai anak buahnya. Dia sama sekali nggak menolehkan kepalanya. Masih fokus kepada grafik-grafik yang memunculkan bahasa pemrograman yang membuat orang awam mulas.

"Bang!" sentak gadis itu lagi yang membuat pria tambun itu akhirnya menyerah. Ia memutar kursinya. Mendongakkan kepalanya sembari melepas kaca mata yang sudah hampir melorot di hidung peseknya.

"Apa?" tanyanya kesal. Tubuh gadis itu -Sidney- semakin bergerak gelisah sebelum ia akhirnya mengambil kursi yang sedang kosong di sebelah kubikel Bang Nara. Menyeretnya mendekat sehingga dia bisa mengutarakan kegelisahannya.

Ew, andai saja dia punya teman perempuan di divisi IT. Nggak bakalan Sidney main curhat-curhatan ke Bang Nara yang umurnya hampir mendekati kepala empat. Namun di antara semua teman satu timnya, Sidney memang lebih nyaman curhat ke Bang Nara. Pembawaannya yang supel dan statusnya yang sudah menikah dengan dua orang krucil jiplakan Bang Nara, membuat Sidney merasa aman. Tampang Bang Nara juga aman dari para pelakor. Nggak jelek sih. Tapi nggak bisa dibilang ganteng juga.

"Lo kok judes banget sih Bang. Gue ganggu banget ya?" tanyanya sembari memanyunkan bibirnya.

"Udah tau ganggu. Masih lanjut aja," dengkus Bang Nara mulai tidak sabar. Dia lalu melirik jam pada layar komputernya. Menunjukkan waktu bahwa istirahat siang akan berlangsung kurang dari sepuluh menit lagi.

"Bang. Gue butuh bantuan lo, Bang."

Nara mengangkat sebelah alisnya penasaran. Gadis di depannya jarang sekali membutuhkan bantuan. Otaknya sudah setara dengan Processor Intel Core I9. Anak-anak IT lainnya bahkan menjuluki Sidney si baby kompi. Anak yang terlahir dari mesin printer dan dikandung oleh komputer.

"Lo, butuh bantuan?"

Sidney mengangguk semangat. "Tolongin gue bang."

Nara langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. Berminat dengan permintaan tolong bocah ajaib. Dia akan minta imbalan sesuai dengan daya dan upaya yang dia keluarkan. Walau statusnya head team IT, business is business.

"Ya?"

"Gue butuh kawin, Bang!"

Wajah Nara langsung terpengangah. Mulutnya bahkan membuka teramat lebar sebelum terkatup rapat. Begitu terus hingga ia terpingkal di tempatnya. Tertawa dengan keras hingga membuat usaha Sidney yang ingin menjadi invisible akhirnya sia-sia.

Kepala Sidney berputar dengan cepat. Ia lalu mencubit perut berlebihan lemak Nara sembari menyeret lengan gemuknya untuk menjauh. Kebetulan waktu istirahat sudah di depan mata. Nggak ada salahnya kan kalo dia curi-curi waktu lima menit yang tersisa. Toh pekerjaannya sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Yang ada sisa hari ini akan Sidney manfaatkan untuk bermain Defense of The Ancient (DOTA) 2. Lumayan. Levelnya sudah tinggi.

"Bang! ketawanya udahan deh!" Gumam Sidney sewot.

Wajahnya sudah memerah menahan malu. Belum lagi ketika dia menyeret Nara keluar, tatapan cungpret senasib sepenanggungan dengannya tampak ingin tahu. Sidney kan gengsi kalau mereka tahu bahwa dirinya sedang kepepet kawin. Huh!

"Lo seriusan, Sid?" tanya Nara yang akhirnya berhenti tertawa. Mereka akhirnya sampai di pantry. Sidney berhasil menyambar bekal Bang Nara buatan istrinya yang terkenal enak. Sementara ia sudah harus puas dengan mie cup instan untuk tanggal-tanggal rawan seperti pertengahan bulan ini.

"Gue nggak bakalan ngomong begitu kalo nggak serius," dumelnya kesal. Bau bumbu mie instan yang terkena seduhan air panas membuat perut Sidney berbunyi nyaring. Untung pantry belum terlalu ramai. Saksi untuk bukti kemelaratan Sidney untuk sementara masih aman.

Bang Nara malah berdecak. Membuka boks makan siangnya dan menyodorkannya di tengah. Mempersilakan Sidney ikut menikmati makanannya yang memang selalu memiliki porsi jumbo sesuai dengan tubuh Bang Nara yang jumbo.

"Lo butuh dukungan finansial banget ya Sid?" tanya Bang Nara simpati. Sidney yang tidak sabar menunggu mienya matang sempurna sudah melahap makanan Nara seolah ia memang sudah tidak makan satu minggu.

"Gue punya tabungan kok, Bang."

"Terus apa kabar cacing di perut lo yang hobi demo?"

"Nggak ada hubungannya sama gue yang selalu laper dan keinginan gue kawin, Bang. Intinya, gue butuh bantuan lo."

"Lo butuh kawin. Kenapa minta bantuannya sama gue? Gini-gini gue nggak mau merawanin anak orang sembarangan. Dosa itu Sid!"

Sidney berdecak. "Gue juga nggak mau diperawanin sama lo, Bang! Gue tuh butuh bantuan lo biar bisa modusin Pak Menejer kita yang masih single itu!"

Nara terbatuk di antara suapannya. Sementara itu, Sidney meras bahwa suara batuk yang saling sahut menyahut milik Bang Nara tampak menggema. Seperti ada dua orang yang batuk bersamaan. Atau jangan-jangan...

Tubuh Sidney langsung kaku. Matanya merem melek. Jampi-jampi sudah keluar dari bibirnya. Berharap bahwa dugaannya salah.

Namun ketika dia sedikit memutar kepalanya ke belakang, sepertinya nasib sial sedang berlabuh kepadanya.

Menejer single dan beberapa teman di divisinya sedang berdiri di bibir pintu pantry. Dan tahulah Sidney suara batuk yang menggema itu berasal dari salah satu cungpret satu timnya. Arga. Pria itu terbatuk dengan susu kemasan rasa pisang di tangannya.

Tapi itu nggak penting. Yang paling penting kan bahwa si menejer yang mau dia prospek bisa-bisanya berada di pantry ini. Darah yang berada di kepala Sidney seolah surut begitu saja. Dia panik bercampur malu. Apalagi kini dirinya dihujami oleh tatapan ingin tahu rekan-rekannya. Bisa disidang habis-habisan setelah ini.

Astaga! Mau modusin orang kok susah banget sih!

***

SIDNEY [End]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz