Rendezvous (10)

25.7K 1.5K 58
                                    

[BEBERAPA BAB TERAKHIR SUDAH MULAI DIHAPUS, DAN AKAN MULAI DILAKUKAN PENGHAPUSAN PADA BAB-BAB LAINNYA]

PENULIS BERHAK UNTUK MENGHAPUS NASKAH INI SEWAKTU-WAKTU, DENGAN ATAU PUN TANPA PEMBERITAHUAN. JIKA ANDA SEPAKAT DAN DAPAT MENGHARGAI HAK TERSEBUT, SILAKAN LANJUT MEMBACA. JIKA TIDAK, SILAKAN MENINGGALKAN POSTINGAN INI DAN TIDAK PERLU PROTES. 

TERIMA KASIH.

============

SEPULUH

============

Ada 3 faktor yang membuat Kenvin tampak istimewa di mata Nadia:

1. Kenyamanan

Nadia baru dua kali bertemu dengan Kenvin, tetapi rasanya seperti sudah belasan kali. Kalau sudah begini, Nadia bakal percaya pada konsep reinkarnasi. Mungkin, di kehidupan masa lalunya, Nadia dan Kenvin adalah sepasang manusia yang saling mengenal atau bisa jadi memiliki ikatan. Kalau nggak kayak gitu, pertemuan kembali mereka di mall pada sore itu bakalan lumayan awkward. Tapi, kenyataannya malah seru.

Karena cukup pesimis nggak bakalan dapet tempat duduk di J.co, Kenvin pun mengajak Nadia dan kedua sahabatnya pergi ke tempat lain. Kalau kalian pikir Kenvin mengajak mereka pergi ke kafe yang super-cozy dengan AC yang super-adem dan alunan musik yang jazzy abis, ya, betul. Kalian betul-betul salah. Kenvin mengajak mereka ke foodcourt. Ya, ke foodcourt yang rame, berisik, dan nggak adem itu. Dia membawa Nadia dan kedua sahabatnya pada sebuah kedai jajanan pasar.

Jangankan akrab dengan nama-nama jajanan pasar seperti Naga Sari, Onde-Onde (kalau Onde-Onde sih yakin deh masih pada tau), Getuk Lindri, Putu Ayu, Surabi, Ongol-Ongol, dan sebagainya, Nadia bahkan nggak tau kalau di foodcourt itu ada kedai yang menjualkan jenis-jenis makanan tradisional yang disajikan dengan sentuhan modern. Nadia juga nggak begitu yakin kalau ia bakal menikmatinya. Tapi kemudian ia malah ketagihan Putu Ayu.

"Oh, jadi kue ini namanya Putu Ayu?" Tanya Nadia kepada Kenvin sambil menikmati kue berwarna hijau muda yang ditaburi parutan kelapa itu. "Terakhir kali aku makan kue ini kapan, ya? Udah lama banget. Dan aku nggak tau namanya apa. Tau-tau, kue itu ada di lemari es. Dan enak banget. Tapi, karena jarang nemu di toko-toko kue modern, jadinya ya kue ini terlewatkan dan terlupakan gitu aja. Seneng deh, akhirnya bisa kembali ketemu sama Putu Ayu ini."

Nadia nggak berlebihan. Nggak juga ngomong kayak gitu cuma untuk menarik perhatian Kenvin. Yang diomonginnya itu beneran, kok. Tapi, kalau ternyata kemudian ia menangkap gelagat positif dari Kenvin, itu sih namanya bonus.

"Nggak heran sih, kalau kamu suka makan kue Putu Ayu. Keliatan dari wajah kamu yang ayu banget itu."

Duh, Nadia langsung meleleh cuma karena modusisasi—err... istilah yang aneh. Oke, ganti, deh. Nadia langsung meleleh cuma kerena kalimat rayuan standar kayak gitu.

Tapi, ini beneran gelagat positif, kan? Buktinya, Kenvin nggak ngerayu Ines dan Rere. Iya sih, nggak mungkin juga dia bilang, "Ines, kamu cakep banget deh, kayak Onde-Onde," atau, "Ya ampun, Rere, wajahmu indah bagaikan Surabi yang dilumuri larutan kinca." Salah mereka sendiri, nggak makan kue Putu Ayu.

Oke. Lupakan soal kue Putu Ayu dan rayuan itu. Sekarang beralih pada gelagat lain. Nadia merasa tatapan Kenvin terhadap dirinya itu berbeda dengan tatapan Kenvin terhadap kedua sahabatnya.

Bedanya emang di bagian mana?

Kenvin selalu menatap Nadia lebih lama. Bahkan, Nadia benar-benar menghitungnya. Tatapan Kenvin terhadap dirinya rata-rata nggak kurang dari 5 detik, sedangkan terhadap Rere dan Ines paling cuma 2 sampai 3 detik. Beneran! Nadia bukan sedang menghibur dirinya sendiri.

RendezvousWhere stories live. Discover now