Rendezvous (5)

32.3K 2K 165
                                    

PENULIS BERHAK UNTUK MENGHAPUS NASKAH INI SEWAKTU-WAKTU, DENGAN ATAU PUN TANPA PEMBERITAHUAN. JIKA ANDA SEPAKAT DAN DAPAT MENGHARGAI HAK TERSEBUT, SILAKAN LANJUT MEMBACA. JIKA TIDAK, SILAKAN MENINGGALKAN POSTINGAN INI DAN TIDAK PERLU PROTES. 

TERIMA KASIH.

============

LIMA

============

“Kenvin Kamadias,” Nadia membaca nama pada bagian identitas komik itu dengan suara yang disetel di level memanggil seseorang. Membuat cowok ganteng yang duduk di kursi tunggu itu berpaling kepadanya. “Itu nama kamu?”

“Ya.” Berdiri, kemudian cowok yang mengenakan T-shirt berwarna hitam—yang sempurna melukiskan siluet tubuh atletisnya—itu menerima lembaran-lembaran kertas perbaikan print dari tangan Nadia. “Wah... makasih banyak, —”

“Nadia.”

“Oke. Makasih banyak, Nadia,” ulang Kenvin, dengan senyum super manis yang membikin Nadia sedikit sesak napas saking senangnya melihat senyum itu. “Karena kamu udah ngeganti ngeprint ulang komik-komik saya, sekarang giliran saya ngeganti minuman kamu yang tumpah tadi.”

“Aduh, nggak usah. Aku udah kenyang. Lagian, kejadian tadi itu kesalahanku, jalan nggak pake mata.”

“Kamu udah bener, kok. Jalan itu nggak pake mata, tapi pake hati.”

“Gimana ceritanya jalan pake hati?”

“Kalau kamu mau tau ceritanya, ayo, temenin saya minum minuman yang tadi! Nanti saya bakal ceritain.”

“Bisa aja.” Nadia tertawa. Rona-rona wajahnya tampak semakin kentara. “Baiklah, baiklah.”

Kenvin membukakan pintu kaca besar itu dan mempersilakan Nadia keluar lebih dulu. Mereka pun berjalan menuju gerobak mamang penjual Pop Ice yang tak jauh dari pintu gerbang tempat itu.

“Kamu... seorang Komikus?” tanya Nadia, saat mereka duduk menunggu pesanannya di bangku dekat gerobak mamang penjual Pop Ice.

“Saya cuma hobi menggambar, mewarnai, dan bikin cerita-cerita nggak jelas gitu. Dan saya suka ngeprint-ngeprint komik saya itu buat dibikin jadi buku.”

“Wah, keren! Tadi aku sempet lihat sekilas, gambar-gambar yang kamu bikin bagus banget.”

“Makasih atas pujiannya,” ucap Kenvin sambil lagi-lagi memamerkan senyum manisnya. Aduh, Nadia makin seneng ngeliatnya. Tapi, Nadia juga berusaha untuk tetap jaim dan nggak kelihatan over acting di depan Kenvin. Gimanapun, kesan pertama pertemuan ini haruslah baik.

“Ya kalau dilihat sekilas sih, mungkin kelihatan bagus,” lanjut Kenvin. “Tapi entah kalau udah dilihat lama-lama. Apalagi kalau baca ceritanya yang super nggak jelas itu.”

“Kamu tau nggak? Selalu ada kesombongan yang sangat tinggi di balik orang-orang yang suka merendahkan diri.”

Kali ini Kenvin tertawa. “Wah, gawat, nih. Ternyata kamu bisa baca pikiran saya.”

Nadia ikut tertawa. “Jadi penasaran, se-engak jelas apa sih, cerita di komik kamu itu.”

“Kamu yakin mau baca?”

“Yakin banget!”

“Oke. Tapi sabar, ya, nunggu dijilid dulu.”

“Kenapa nggak sekalian dijilid di sini aja?”

“Beberapa lembar bagian hitam-putihnya ketinggalan di rumah.”

Pop Ice yang mereka pesan sudah siap. Kali ini Nadia memilih rasa stroberi, sedangkan Kenvin memilih rasa moka. Baru saja kerongkongannya dibasahi minuman itu, Nadia mendengar bunyi sesuatu.

RendezvousWhere stories live. Discover now