⚫⚫⚫
SECANGKIR cokelat panas kini mulai mendingin. Aroma lezat di dalamnya yang bercampur dengan kepulan cokelat tak lagi menguar. Walau begitu, si pemilik tetap tak berminat menyentuhnya. Hanya pandangan kosongnya saja yang menyapu tiap inci cangkir.
Di depannya, Zoya meremas sebuah buku fiksi yang sengaja dia hadiahkan kepada Lucie saat tahu cewek itu telah mengincarnya sejak sebulan lalu. Namun sayang, hal itu tidak cukup untuk menghapus kesedihan Lucie.
Cewek itu hanya membalas dengan cengiran lebar, mata penuh antusias yang semuanya adalah palsu. Semata-mata untuk menghargai Zoya. Dan Zoya tidak butuh itu. Yang ada, dia malah bingung untuk mencari cara agar Lucie bisa senang.
Dia menoleh ke arah Dimas, pacar resminya sejak seminggu yang lalu. Sama halnya dengan Zoya, otak cowok itu sama-sama buntu sekarang.
Merasa keheningan ini lama-lama tidak membuahkan hasil, Lucie mengangkat wajahnya. "Kayaknya lebih baik gue cabut aja, deh. Sori ya ganggu date kalian."
"No no no. Jangan. Tetap disitu," cegah Zoya. Dia menatap Lucie serius. "Gini, lo bisa berhenti kok. Lo udah berusaha keras, sementara Sargas tetap nggak ngerespon elo."
"Lo nyuruh gue move on?" balas Lucie.
Zoya mengangguk. "Itu pun kalau lo mau. Meskipun lebih baik begitu."
Lucie menimbang-nimbang sejenak. "Lagi?" nadanya ragu.
Dimas menyeruput jus alpukatnya. "Gue rasa move on terlalu kejauhan, deh. Karena gue tahu Sargas masih cinta sama lo. Intinya, yang gue tangkap adalah kalian saling cinta. Tapi hambatannya ada di Si Kampret yang sok tahu itu.”
Lucie dan Zoya sama-sama terdiam memikirkan ucapan Dimas. Sebelum Lucie membuka suara, Zoya terlebih dahulu tertawa sambil memukul pundak Dimas.
“Kenapa nggak dari tadi sih, Dim?!” serunya.
“Sama-sama,” balas Dimas penuh penekanan.
🎀🎀🎀
Seperti kata Dimas, Lucie akan mencobanya sekali lagi. Ini belum berakhir, Sargas belum mendengar kebenarannya. Percobaannya kali ini dilakukan saat pulang sekolah.
Seperti sekarang. Lucie mengintip dari balik pagar yang mengarah ke parkiran. Di situ dia melihat Sargas. Belakangan ini cowok itu sering pulang cepat. Dan Lucie tahu alasannya.
Ia langsung berlari menuju belokkan pertigaan. Kemudian bersembunyi di balik dinding salah satu rumah. Suara motor Sargas mulai terdengar. Ia menghitung mundur. Dalam hitungan ketiga—
“Berhenti!”
“ASTAGA!”
Dengan tangan yang masih terentang ke samping, Lucie membuka matanya. Tepat di depannya, Sargas menatapnya marah. Hati Lucie langsung berdesir. Ia lalu bergerak mundur. Pantas saja marah, Sargas hampir saja membuat Lucie terlempar puluhan meter karena posisi berdirinya yang terlalu dekat dengan ban motor Sargas.
Tunggu. Dia khawatir dong?
“Lo bisa nggak sih lihat-lihat dulu kalau mau bertindak? Gue hampir aja—”
“Kita perlu ngomong!”
Sargas mengenakkan kembali helmnya. “Nggak bisa. Gue ada kerja kelompok.”
YOU ARE READING
You Get Message From Me
Teen Fiction"Jangan lupa nanti passwordnya kalau Kaela bilang 'Biskuit Gula-gula', jawabnya 'Enak dan menyehatkan!'. Kita tunggu penelepon pertama nih!" Tuut .... Tuuut .... Tuuuut .... "Halo?" Lucie terlonjak senang. "ENAK DAN MENYEHATKAN!!" teriaknya duluan t...
