Prolog

23.5K 1K 79
                                    

CERITA INI SUDAH TAMAT.

PART YANG DIREPOST SUDAH TIDAK LENGKAP.

SUDAH TERBIT DALAM BENTUK NOVEL CETAK DAN EBOOK.


“Setiap orang pernah melakukan kesalahan. Seberat apa pun kesalahan itu di masa lalu, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri jadi lebih baik di masa depan.”

◊◊◊

Angin laut berembus menerpa wajah Hanna yang terbingkai kerudung warna peach lembut. Matanya terpejam menikmati setiap detik yang berlalu, meredakan detak di dalam dada yang kian tidak beraturan karena jarak yang semakin dekat.

Mommy! Abi tinggal di cana, ya?” Naura, sang anak yang duduk di pangkuannya bertanya sambil menunjuk pulau seberang yang terlihat semakin jelas. Kurang lebih tiga puluh menit lagi, kapal yang membawa mereka akan berlabuh.

“Nanti Abi ajalin Naula belenang, ‘kan? Lihat ikan yang banyak, ‘kan?” lanjut gadis kecil itu dengan riang.

Hanna tersenyum seraya mengangguk mendengar celotehan putrinya yang jadi satu-satunya alasan ia bertahan hingga saat itu. Dengan lembut Hanna mengelus kepala si kecil yang tertutupi kerudung merah muda, lalu mengecup pipi gembul itu. Kemudian ia membuka tas ransel kecil di balik punggung anaknya dan mengambil satu susu kotak rasa cokelat.

Wajah campuran Arab yang diwariskan Hanna pada si kecil itu berbinar senang ketika menyesap minuman kesukaan. Suasana kembali tenang, hingga tanpa terasa kapal telah bersandar di pelabuhan.

“Yeii! Cudah campai! Naula mau ketemu Abi!” Naura bersorak riang sambil melompat turun dari pangkuan sang ibu.

Sementara Hanna berusaha tersenyum meski dalam hati tidak tenang. Ia sibuk memikirkan bagaimana reaksi abi yang dimaksud Naura akan kehadiran mereka.

Sepanjang perjalanan, Naura terus berceloteh riang. Terkadang bernyanyi atau menanyakan apa saja yang terlihat olehnya di kanan kiri jalan. Lalu ketika senja menjelang, gadis kecil itu akhirnya terlelap tepat ketika mobil memasuki wilayah desa nelayan di ujung pulau yang sudah banyak berubah. Tidak ada lagi jalan berpasir seperti dulu. Kini yang ada hanya jalanan mulus tanpa hambatan, sama seperti jalanan trans-propinsi yang selama tiga jam lalu dilewati.

Debar jantung Hanna semakin tidak beraturan ketika mobil semakin dekati tujuan. Dari kejauhan terlihat jelas rumah yang pernah ditempatinya dulu yang juga sudah banyak berubah. Hanna menurunkan kecepatan mobil, lalu dengan sengaja membunyikan klakson mobil guna menyapa warga yang lewat. Hal itu mengagetkan Naura yang langsung membuka mata, lalu berdiri di kursi tempatnya duduk.

Mommy! Lumah Abi mana?” Naura begitu penasaran, kepalanya celingak-celinguk di balik kaca jendela mobil yang tertutup.

“Naura duduk, Sayang. Sebentar lagi sampai.” Hanna mengingatkan, tapi tidak dihiraukan putrinya yang tetap berdiri hingga mobil tiba di depan sebuah rumah yang tidak jauh dari pantai.

Mommy! Itu abinya Naula! Abi ...!” teriak Naura sambil menunjuk ke arah rumah.

Hanna mengikut arah telunjuk mungil anaknya. Jantungnya seakan berhenti berdetak, ketika matanya bersirobok dengan seorang lelaki yang juga sedang menatapnya. Lelaki yang ia tinggalkan lima tahun lalu, ayah dari anaknya.

Semburat jingga yang menggelayut di ufuk barat menandakan senja telah tiba. Dulu, di pantai itu semua cerita dimulai. Kini, setelah lima tahun berlalu, senja di pantai itu kembali memulai kisahnya. Ada kisah dari masa lalu yang terungkap, hingga sekelumit kisah yang baru. Namun, semua akan berakhir pada satu rasa yang tidak pernah lekang oleh waktu.

◊◊◊

Repost setelah direvisi.

Kdi, 24-11-2018 ( tamat versi asli)
14-09-2019 (repost)
09-03-2020 (repost)

Cinta di Batas Cakrawala [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang