svr || 01

103 9 0
                                    

Tepat satu bulan berlalu. Seperti yang dikatakan anthea, dreynan benar benar menguasai semuanya. Laki laki itu seperti iblis. Menyimpan senyum dibalik topeng mengerikannya. Sungguh memuakkan. Orang yang selama ini dianggap mulia ternyata menusuk dari belakang.

Anesta beranjak. Pergi jauh dari kehidupan sebelumnya sesuai keinginan anthea. Dengan modal secarik kertas yang sudah lusuh. Jaraknya sungguh jauh. Beribu ribu kilometer dari rumah sebelumnya. Kota terpencil. Sunyi namun menenangkan. Tak habis pikir bagaimana ibu dan neneknya bisa sampai ke tempat ini?

Setelah cukup lama menelusuri kota ini akhirnya ia sampai. Didepan rumah tua dengan gerbang hitam tertutup rapat. Rumah ini megah. Besar dan bercat putih. Namun anehnya masih terlihat terawat. Siapa yang melakukannya?

Srak srakk. Anesta menoleh. Suaranya berasal dari belakang. Saat menoleh ia tak menemukan apa apa. Aneh. Angin tiba tiba berhembus kencang padahal tak ada satupun dahan yang bergoyang. Gugup dan ketakutan menyerangnya.

"Nona" anesta terjingkat saat tiba tiba seseorang sudah ada disampingnya tanpa ia ketahui.

"Nona, maaf menakuti anda. Tapi sedang apa anda di sini?"

"Itu, saya yang akan menempati rumah ini"

Pria itu terkejut dan langsung meminta maaf lagi entah karena apa.

"Maafkan kelancangan saya nona. Saya tidak tahu. Kalau begitu mari saya antarkan ke dalam"

Merogoh sesuatu dari saku celananya. Sebuah kunci kecil berwana perak dengan bandul bulan sabit berwarna emas. Cantik.

"Ayo nona ikuti saya"

Anesta mengikuti pria tersebut masuk kedalam pekarangan rumah. Semakin masuk kedalam rasanya seperti ada sesuatu yang mengintainya.

Sekarang ia sudah berdiri tepat di depan pintu utama. Pria tadi memasukkan lagi kunci yang sama pada pintu ini. Dan membukanya lebar.

"Nah kita sudah sampai. Silahkan masuk nona"

Anesta mengamati sekeliling. Barang barang tertutup kain putih. Cat dinding didominasi warna putih. Juga hiasan antik dimana mana. Dan terakhir ada lukisan siluet pria namun terkesan abstrak.

Sedetik kemudian dia terpaku. Merasa De ja vu. Kenapa aku seperti mengenal tempat ini?

"Nona anesta anda tidak apa apa?"

Anesta tersadar. Tapi, "Bagaimana anda bisa tau nama saya?"

Pria tersebut tersenyum dan menjawab, "Tentu saja saya tau nona. Anda adalah putri dari nyonya anthea dan tuan zenan. Dan cucu nyonya davian. Hanya saja saya lupa bagaimana rupa anda. Sudah lama saya tak bertemu anda lagi"

"Lagi? Bukankah kita baru saja bertemu?"

Pria itu malah tersenyum.

"Mungkin anda sudah lupa"

"Baiklah mungkin saja begitu em paman...?"

"Xan. Panggil aku paman xan"

"Jadi paman xan yang selama ini merawat rumah ini?"

"Iya nona. Anda ingin saya antar berkeliling? Tapi sebelumnya kita taruh dulu koper anda di kamar"

Paman xan mengantarnya ke sebuah kamar dengan pintu putih di lantai dua. Lalu membukanya lagi dengan kunci yang sama. Menempatkan koper di sudut ruangan dekat meja rias.

"Paman, apakah semua pintu disini mempunyai kunci yang sama?"

Pria itu menoleh lalu mengangguk.
"Benar nona. Anda tidak akan dapat membuka semua pintu disini tanpa kunci ini bagaimanapun caranya"

THE SAVIOURWhere stories live. Discover now