※ 03

1.4K 161 31
                                    

Lima hari berlalu semenjak kejadian langka itu terjadi.

Setelah kejadian itu, hari-hariku terasa normal. Tidak ada hal atau berita mengenai aku yang bertemu Hoshi atau apapun seperti yang kutakutkan. Dan itu benar-benar membuatku lega.

Lalu sekarang Hari Senin, membuatnya menjadi genap enam hari berlalu. Dan Hari Senin adalah hari dimana aku harus mengesampingkan segala macam hal yang berbau fangirling dan mengutamakan tugasku.

Aku biasa mengerjakan tugas kampusku setiap hari senin karena dosen mata kuliahku membenci hari senin sama sepertiku sehingga ia akan meliburkan mahasiswanya setiap hari senin dan akan menggantinya pada hari berikutnya. Jangan tanya kenapa, aku juga tidak tahu sebabnya.

Aku menaikan kacamataku dan kembali menekan-nekan tuts pada keyboard laptopku. Aku mengambil bantal sofa dan meletakkannya dibelakang punggungku untuk mencegah tulang punggungku membengkok. Yah, aku sekarang berada di ruang tamu. Eomma bilang aku harus menjaga rumah sampai halmeoni yang biasa mengurus rumahku tiba. Tapi anehnya, ini bahkan sudah mencapai pukul sebelas dan halmeoni belum juga datang.

Tapi aku tidak memedulikan hal itu dan kembali berkutik pada laptopku.

Ting tong.

Aku menoleh kearah pintu putih yang berada dilorong sebelah kananku. Namun aku kembali beralih ke laptopku. Kurasa itu hanya orang iseng.

Halmeoni? Halmeoni tidak akan menekan bell. Ia pasti mengetuk pintu rumahku. Maklum, beliau sudah memasuki usia ke-60.

Kurir paket? Tapi aku tidak memesan paket apapun. Kalaupun itu eomma atau appa, mereka pasti akan mengatakannya padaku karena aku yang lebih sering berada di dalam rumah.

Ting tong.

Ting tong.

Ting tong.

Aku mendecak kesal dan berdiri dari tempatku. Jika sampai ini adalah ulah anak-anak Pak Jaehwan tetangga sebelah yang kelewat nakal itu, aku benar-benar akan mengadukannya.

Ting tong.

"Iya, sabar!" Firasatku mengatakan seseorang dibalik pintu ini adalah kurir paket.

Ah, masa bodoh lah.


Cklek.

Aku membuka pintu dengan alis yang mengerut dan tangan kiri yang berada dipinggang. Ternyata dugaanku salah. Ini bukan anak-anak pak Jaehwan seperti yang kukira. Lalu untuk kurir paket, aku tidak yakin. Ia terlihat seperti kurir paket, tapi ia tidak membawa satupun boks ditangannya. Melainkan meletakkan tangannya dibelakang tubuhnya. Oh, ia juga memakai tudung hoodienya dan masker hitam.

Aku menatapnya yang kini menatapku balik. "Mencari siapa?" Tanyaku sesopan mungkin, namun dibubuhi sedikit keketusan(?) didalamnya.

Daripada menjawab pertanyaanku, ia malah menyodorkan sesuatu padaku. Aku menunduk. Itu adalah tas plastik putih yang isinya tidak terlihat.

Aku mengangkat kepalaku lagi lalu menatapnya dan menunjuk tangannya yang saat ini masih memegang tas plastik. Namun ia tiba-tiba mengambil tangan kananku dan meletakkan plastik itu diatasnya lalu berjalan keluar dari pekarangan rumahku dengan polosnya.


"Chogiyo!" Panggilku yang masih tidak mengerti dengan maksudnya memberikanku tas plastik ini. Bagaimana bisa aku mengerti? Tiba-tiba datang dengan pakaian tertutup lalu menyodorkan sesuatu dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Untungnya ia menghentikan langkahnya dan menoleh. Aku mengangkat tangan kiriku yang kini membawa tas plastik itu dan menunjuknya dengan tangan kanan lalu menatapnya dengan tatapan 'apa ini?'

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 02, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

hoshi; lucky?Where stories live. Discover now