3 - Tidak Normal

En başından başla
                                    

Andria menunggu nasi gorengnya sambil melamun. Sempat hening sebentar sampai ada suara kasak-kusuk perempuan yang menyadarkannya.

“Eh, tadi ada yang berantem kan ya?”

Andria tertegun. Pasti ini tentang Mario deh, batinnya.

“Iya. Katanya anak kelas sebelas IPA kan? Yang anak baru itu?”

Cewek-cewek yang sedang menggosip ria itu berdiri tepat di belakang Andria. Mereka sedang menunggu antrian di tukang soto yang selalu ramai seperti ini. Sehingga posisi mereka ini membuat Andria dapat mendengar pembicaraan dengan mudah. Hebat bener masalah cetek kayak gini langsung nyebar ke seluruh sekolah, gumam Andria. Dia juga bingung kenapa selalu mendengar pembicaraan orang lain padahal dia sendiri tidak niat menguping.

“Terus dia kena sanksi dong? Wah, murid baru aja udah nyari masalah.” kata salah satu cewek itu sambil berdecak pelan.

“Katanya sih gitu. Tadi gue liat cowok itu lagi diomelin sama Bu Ita di ruangan Kepsek pas gue balikin buku pelajaran. Dan ternyata... Dia nyari ribut sama Kak Edo! Hadeeeh. Udah tau Kak Edo premannya sekolah, masih aja diajak ribut,”

Andria berdecak pelan. Emang gosip selalu berbanding terbalik dengan kenyataan.

“Loh? Justru murid baru itu jadi korban kali. Kak Edo bukannya emang rese banget sama murid baru?”

Andria berdecak pelan. Ya, Kak Edo emang rese banget. Dia ingat pernah jadi korban Kak Edo karena dia berjalan sendirian saat melewati genk-nya yang sok jagoan itu. Dia sempat dipalak dan karena paras Andria yang cantik membuat Kak Edo iseng dengan Andria. Untungnya Andria punya label sekertaris OSIS sehingga membuat Kak Edo tidak jadi mencari ribut dengan Andria saat itu.

“Mbak? Mbak?”

Andria menoleh-noleh ke sekitarnya. Ternyata mas-mas tukang nasi goreng memanggilnya. Dia sudah memegang piring yang disodorkan ke arahnya dengan wajah bingung meskipun tidak melepas senyumnya.

“Ini nasinya.”

Andria langsung meminta maaf dan mengambil nasinya sambil menyelipkan uang di tangan mas-mas itu. Andria masih tersenyum canggung memikirkan hal tadi. Aduh, ketauan banget lagi nguping, batinnya.

***

“Gue udah bilang kan? Akhirnya kena omel lu kan, sama nyonya kepala sekolah.” Cowok ini menepuk pelan bahu kawannya dengan penuh perasaan iba. Dia melihat teman barunya diomelin habis-habisan, belum lagi ibu Mario yang ikut-ikutan mengancam jika berbuat onar lagi di sekolah.

Si Nif atau yang biasa dikenal sebagai Hanif berjalan di samping Mario. Tadi dia juga dipanggil Bu Ita, kepala sekolahnya sebagai saksi kunci. Dia satu-satunya murid waras yang melihat Mario dikeroyok habis-habisan oleh genk-nya Kak Edo. Dia juga tau alasan sebetulnya kenapa Mario berani memukul Kak Edo lebih dulu. Tapi pembelaannya gagal. Mario tetap kena skors 2 hari.

Hanif juga tau teman barunya ini butuh kawan untuk menumpahkan amarahnya. Dia tau Mario tidak salah. Makanya Mario terus bergumam tak jelas, saking kesalnya.

“Bingung gue. Kenapa tiap ada cowok brengsek kayak si Edo malah dibela kayak tadi? Padahal jelas-jelas dia salah?!”

“Ya elah. Kayak enggak kenal istilah KKN aja lo,Yo,” Jawaban Hanif itu seketika membungkam mulut Mario. Mario langsung teringat ucapan Hanif dulu kalau Kak Edo itu keponakannya Kepala Sekolah.

Mario memilih memerhatikan ke lapangan yang luas di depan koridor gedung sekolahnya ini. Bel sempat berbunyi dua kali, tanda istirahat telah berakhir. Matanya memerhatikan serius ke setiap murid yang berhamburan masuk kelas, sampai akhirnya berhenti di depannya. Dia melihat cewek yang tadi pagi di ruang UKS. Cewek ini berjalan sendirian ke arahnya. Mario berusaha mengingat-ingat nama cewek itu sampai akhirnya mereka berhadapan.

Pangeran BarbieHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin