BAB 12 : Make A Deal

Start from the beginning
                                    

Lelaki yang ada di kursi kemudi membuka kaca jendela bagian kiri. Senyuman indahnya terukir, sukses membuat gadis SMA itu memerah. Tanpa menunggu lama, ia lekas naik ke mobil mewah itu.

Kemudian mobil mewah itu hilang dari pandangan, meninggalkan teka-teki bagi gadis yang sejak tadi memilih menjadi pengamat di gerbang.

"Steffi?" katanya bermonolog, "tapi sama siapa?"

***

Salsha melambaikan tangan ketika mobil hitam itu mulai berjalan. Gadis itu mengembuskan napasnya lega. Well, hari ini melelahkan. Sungguh. Tetapi pada akhirnya ia bisa kembali memeluk guling—eh atau mungkin boneka lotso pemberian Iqbaal.

Salsha menarik senyumnya ketika untaian kata 'can we be friend?' terucap dari bibir merah muda laki-laki itu.

Teman?

Dunia pun tahu jika Iqbaal tidak pernah ditakdirkan menjadi teman untuknya. Salsha tahu jika semesta pun mendukungnya. Bagi Salsha, saat ini Iqbaalnya hanya dititipkan di gadis lain karna dia yakin, sejauh apapun Iqbaal pergi, berlari atau bahkan bersembunyi. Iqbaal akan kembali kepadanya.

Karna bagi Salsha, Iqbaal adalah segalanya. Mengabaikan fakta jika pada dasarnya, she isn't anything for him.

Salsha berjalan masuk ke dalam area rumah karna pagar telah dibuka sejak tadi oleh Pak Bowo—kepala keamanan rumahnya yang berusia empat puluh tahun, bukan bocah yang saat ini tengah ramai dibicarakan di dunia maya.

Matanya menyipit tatkala melihat motor yang amat dikenalnya terparkir di halaman rumahnya. Itu... Iqbaal?

"Mbak Salsha! Iku Mas Iqbaal nunggu sampeyan ket mau." Mas Dirman, dengan bahasa Jawa Suroboyoan yang di mix dengan bahasa Indonesia berteriak hingga membuat lamunan Salsha buyar seketika.

Kadang Salsha dan Al dibuat binggung dengan apa yang diucapkan lelaki dua puluh tujuh tahun itu, hingga kakaknya pernah meminta Mas Dirman untuk berbicara bahasa Indonesia. Namun, lelaki itu malah menjawab,

"Yo Mas e ae sing belajar bosoku, sopo ngerti isok dadi adik iparku."

Al langsung bergidik. Meski tak paham keseluruhan, dia tentu paham kaitan kata belajar dan adik ipar.

Abaikan masalah itu, yang paling penting adalah mengapa Iqbaal ada di sini? Mereka bahkan tidak bertegur sapa, oke lupakan dengan ajakan pertemanan Iqbaal karna dia tak pernah menganggap ucapan itu ada.

"Kamu diantar Alwan?" pertanyaan itu terlontar dari laki-laki yang masih mengenakan tas hitam di punggungnya.

"Kamu udah lama di sini?"

"Itu bukan jawaban, Salsha." Mata laki-laki itu sedikit menajam, menyiratkan nada perintah dan Salsha tentu paham akan hal tersebut.

Salsha menurunkan bahu, ditatapnya laki-laki di depannya kemudian berkata, "Masuk dulu, kita bicara di dalem aja," katanya sembari menarik lengan Iqbaal.

Dan yang membuat Salsha terhenyak adalah ketika tangannya terhempas begitu saja.

"Aku udah punya Vanes, Sha," katanya lembut, "aku kesini untuk ini." Iqbaal mengeluarkan kertas dari sakunya.

Kertas dengan coretan lipstik bewarna merah yang bertulis, keep your distance from my boyfie itu dibuka tepat di depan wajah Salsha.

"I don't know what's on your mind, but i think, ini kampungan, too corny," Iqbaal melembutkan pandangannya, "...and you're not supposed to do it."

"Kamu kira itu dari aku?"

"Salsha..." Ada jeda sebentar sebelum remaja jakung itu melanjutkan kata-katanya, "kertas ini ada di loker dia, di saat keadaan loker terkunci, aku rasa...siswa lain yang gak punya sesuatu gak akan bisa masukin kertas ini."

"Kamu nuduh aku yang masukin kertas itu ke loker Vanes?"

Salsha membuang arah pandangnya, enggan menatap Iqbaal. Dia tertawa sinis dalam hati, mengejek dirinya sendiri yang amat bodoh bisa berpikir Iqbaal datang ke rumahnya karna ingin kembali.

"You can get someone who is better than me."

Salsha langsung menoleh, menatap wajah laki-laki yang amat membuatnya menggila. Dia, si pencuri hatinya, dengan mudahnya berkata demikian. Sisi lain Salsha seolah mengejek kini. Seseorang yang lebih baik katanya?

Salsha mengangguk kemudian tersenyum, "Ya, Kak Alwan memang jauh lebih baik dari kamu."

"Jangan dia!"

"Kenapa?"

"Kamu gak pikirin perasaan Jessi?"

Salsha berdecak kemudian tertawa meremehkan, "Aku balik. Apa kamu juga pikirin perasaan aku?"

"Ini bukan tentang kita Salsha."

"Jelas. Jelas itu tentang kita. Aku akan jaga jarak asal kamu mau menyetujui satu permintaanku."

"Putus dari Vanes?" kata Iqbaal sinis. "Tidak. Terima kasih."

"Aku gak sejahat itu." Atau mungkin belum.

"Terus apa?"

Salsha tersenyum misterius. Ada banyak ide di otaknya.

"Jangan menjauh dari aku."

***

Whopps! Don't forget to leave a comment and vote.

What do you think about this part?

Cium beceq
bieber

My Sweetest ExWhere stories live. Discover now