Benci

360 18 20
                                    

Ayyara Yuan Nisaka. Cantik, pintar, dan juga pekerja keras. Siapa yang tak menginginkan gadis seperti dirinya? Pastinya banyak.

Namun bagi seorang Ayyara, jodoh bukanlah prioritas utamanya. Karena yang membuatnya bertahan untuk tetap hidup sampai detik ini hanyalah sang Adik, Alvin Yuan Narayan.

Baginya Adik semata wayangnya adalah jantungnya, manakala jantung itu sudah tak ada, maka ia pun takkan bisa hidup lagi.

Begitu banyak masalah yang harus ia dan sang Adik harus hadapi. Ingat, hanya mereka berdua!

Bagi Ayyara, ia tak memiliki orang tua. Ia dan Alvin hanya dilahirkan oleh seorang wanita, lalu setelahnya dibuang begitu saja.

Mereka masih ada, orang tua mereka masih hidup dan bahkan tinggal di bawah atap yang sama.
Lalu mengapa Ayyara mengatakan jika ia tak memiliki keluarga?

Seorang pria dan wanita bisa dikatakan orang tua manakala mereka merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang mereka ke anaknya, bukan?

Tapi baik Ayyara maupun Alvin tak pernah merasakannya. Ia dan Adiknya hanya menemukan amarah, amarah dan amarah setiap harinya.

Mereka berdua selalu diperlihatkan bagaimana cara memukul, memarahi, dan merusak benda apapun yang berada di sekitarnya.

Ayyara sangat membenci kedua makhluk yang mengaku sebagai orang tuanya itu.

Benci yang kian hari kian bertambah tatkala ia harus menyaksikan penderitaan Alvin yang mengalami depresi  diusianya yang baru menginjak sepuluh tahun.

Namun tidak lagi. Ayyara  tidak akan membiarkan kenangan masa lalu itu kembali lagi dalam hidupnya dan juga Alvin.

Kenangan buruk yang sama sekali tak pernah diinginkan oleh setiap orang, sekedar mimpi pun tak ada yang menginginkannya.


2 Tahun yang lalu....

Seorang gadis cantik yang saat itu mengenakan seragam putih abu-abu di sidang di ruangan kepala sekolah.

“Apalagi yang kamu lakukan sekarang ? Apa kamu tidak pernah jera dengan hukuman yang saya berikan? Apa kamu masih kurang malu, setiap hari di sidang seperti ini?!” Pak Arshad selaku kepala sekolah SMAN 15 Konawe Selatan, merasa kualahan menangani kasus dengan pelaku yang sama setiap harinya.

Sementara gadis yang duduk di hadapannya itu hanya membuang muka tanpa rasa dosa dan takut sama sekali.

Dia terlihat begitu tenang dengan ekspresi datarnya.

Pak Arshad yang sudah emosi, bertambah emosi saja ketika melihat gadis di depannya yang hanya duduk diam tanpa menjawab pertanyaan darinya. “AYYARA YUAN NISAKA! Apa saya harus menghubungi orang tuamu LAGI untuk yang kesekian kalinya?!!”

Ayyara balas menatap kepala sekolahnya itu dengan tatapan tajam miliknya.

“Berapa kali harus saya katakan, SAYA TIDAK PUNYA ORANG TUA!! Anda mendengarnya, bukan? Lalu kenapa Anda harus melontarkan pertanyaan yang sama setiap harinya yang ujung-ujungnya juga akan memperoleh jawaban yang sama!” Ayyara berkata dengan penuh penekanan dan emosi disetiap kalimatnya.

“Kenapa kau harus melakukan kekerasan kepada teman-temanmu?!” bentak Pak Arshad.

“Karena saya tidak suka siapapun mengganggu privasi saya. SIAPAPUN ITU!”

Ya, gadis yang sedari tadi ribut di ruang kepala sekolah adalah Ayyara Yuan Nisaka atas kasus kekerasan yang ia lakukan kepada seorang pria kurang ajar yang selalu saja mengganggunya.

Ayyara memang dikenal pintar dan juga pendiam. Ia sangat tidak suka berbaur dengan siswa sekelasnya, dan seluruh siswa SMAN 15 Konawe Selatan pun demikian. Mereka sangat tahu bahwa dibalik Ayyara yang pendiam, terdapat sosok iblis yang akan menghabisimu tanpa ampun jika kau mengusiknya.

******

“Kenapa kau selalu saja berbuat ulah? Kau anak gadis, dan berlaku begitu kasar hingga membuat orang lain mengalami patah tulang! Apa yang kau inginkan? Ingin menjadi jagoan, begitu? Mengapa kau tak takut kepada siapapun, Yara?!” Setibanya di rumah, Ayyara mendapatkan Ayahnya yang mengamuk karena ulahnya hari ini.

“Aku hebat bukan? Bisa membuat pria sialan itu patah tulang? Lalu kenapa sekarang kau menjadi marah? Bukankah ini yang kau dan wanita itu selalu ajarkan kepadaku dan Alvin?” ucap Ayyara sinis.

Perdebatan sengit antara Ayyara dengan sang Ayah tak lagi terelakkan. Mereka berdua terus saja beradu argumen. Ayah Ayyara yang kesal karena Anak perempuannya tak mau kalah darinya, kembali membanting vas bunga yang berada di ruang tamu.

Ayyara baru saja akan kembali berbicara, namun ketika pandangannya tak sengaja mendapatkan sosok Adiknya yang tengah meringkuk ketakutan di anak tangga depan sana, ia segera menghampiri sang Adik dan melupakan sejenak emosinya.

Apalagi yang lebih menyakitkan bagi seorang Ayyara selain melihat Adiknya diam membeku dengan keringat dingin yang bercucuran di pelipisnya. Ayyara sangat sakit melihat Adiknya yang seperti ini.

“Alvin. kamu kenapa, dek? Hmm? Ayo dong ngomong, jangan buat kakak khawatir kek gini.” ucap Ayyara lirih. Ia berusaha sekuat tenaga agar ia tak menangis di depan Adiknya.

Alvin yang mendengar ucapan sang kakak yang begitu lirih terenyuh dan menolehkan kepalanya ke arah Ayyara.

“Kak Ay. Nggak ada lagi yang sayang sama, Alvin. Gak ada lagi yang peduli sama, Alvin. Alvin salah apa, kak? Kenapa Ayah sama Ibu berantem terus? Apa itu karena, Alvin? Apa karena Alvin lahir di dunia ini, mereka jadi berantem?” Air mata Alvin sudah membasahi kedua pipinya. Sementara Ayyara? Ia hanya mampu menangis dalam diam. Ia yang harus membuat Alvin kuat.

Ayyara menggeleng, “Tidak sayang, itu semua gak bener. Kamu tahu? Kak Ay sayang banget sama Alvin, Kak Ay juga peduli sama Alvin. Intinya Alvin adalah jantungnya kak Ay, kalo Alvin gak ada, bagaimana cara kakak untuk tetap hidup?”

Alvin langsung memeluk tubuh Ayyara dengan erat. Pelukan yang menggambarkan kasih sayang yang begitu besar diantara keduanya.

“Jika Alvin adalah jantung kak Ay, maka Kak Ay pun begitu bagiku,”  ucap Alvin yang semakin mengeratkan pelukannya.

Setelah merasa Alvin sudah cukup tenang, Ayyara mengajaknya untuk ke kamar. Meninggalan pria paru bayah di bawah sana dengan emosi yang meluap-luap.

Merasa kehadirannya tak dihargai, Ayah Ayyara kembali membanting benda-benda yang ada disekitarnya.

“DASAR ANAK TAK TAHU SOPAN SANTUN!!” teriak Yanto, Ayah Ayyara dan Alvin.

Ayyara menghentikan langkahnya menaiki tangga, “Kami tidak punya orang tua untuk mengajari kami tentang sopan santun. Dan kalian tidak lebih pantas untuk diperlakukan seperti itu. Jadi berhenti berharap aku akan memperlakukanmu seperti yang kau inginkan.”

Begitu menyelesaikan kalimatnya, Ayyara kembali melanjutkan langkahnya, tak lupa juga ia memeluk Alvin agar Adiknya itu tidak ketakutan.

Sementara di bawah sana, Yanto kembali membanting semua barang yang bisa ia raih.

Ayyara yang melihat Alvin ketakutan, menyumpalkan earphone  di kedua telinga Alvin agar ia bisa lebih rileks dan tak mendengarkan kegaduhan yang terjadi di bawah sana.

•••••••••••••

Tema 2 dari LLFictionClub

Aku sangat mengharapkan kritik serta saran dari kalian semua. Vommentnya ku tunggu😊

Ayyara [Completed]Where stories live. Discover now