Menjelajah di masa lalu

200 1 0
                                    


"Mmm... sebenernya..." aku mencoba untuk mulai berkata jujur.

"Ooaaaaa... Ooaaaa... Ooaaaa..."

Tiba-tiba suara bayi terdengar dari dalam ruang bersalin itu. Pernyataan jujur ku pun terhenti seketika karena suara tangisan itu. Keras sekali suaranya. Hingga menggema sampai ke luar ruangan. Aku melihat mata pria itu. Matanya berkaca-kaca dan hampir tumpah air matanya. Terpancar kebahagiaan dari matanya. Ternyata seperti itu ekspresi wajahnya saat mendengar Aku menangis untuk pertama kali. Aku bahagia melihatnya bahagia.

Tak lama kemudian, Aku melihat seorang dokter keluar dari ruangan itu. Kemudian memanggil nama Pak Haris, lalu mereka mengobrol. Aku yakin, yang mereka bicarakan adalah tentang bayi itu. Ya, maksudnya adalah Aku. Kebahagiaan terpancar dari raut wajahnya. Setelah itu dia kembali menghampiri ku.

"Anak saya perempuan. Pasti cantik ya seperti kamu." Katanya sambil tersenyum dan mengelus kepala ku.

Aku hanya tersenyum.

"Bukan cantik seperti aku. Tapi memang dia adalah aku. Dia bukan hanya sekedar cantik seperti aku. Tapi dia juga akan sama persis seperti aku di tujuh belas tahun kemudian." kataku dalam hati.

"Gimana kalo kamu juga ikut masuk? Kita lihat adik kamu." katanya kepadaku.

"Hahaha.." aku tertawa.

"Kok kamu ketawa?"

"Gapapa kok. Cuma seneng aja. Akhirnya aku punya adik. Hehe." kataku padanya. "Ya walaupun adik ku adalah diriku sendiri." lanjutku dalam hati.

"Oh gitu. Yaudah kita masuk ke dalam yuk." katanya kemudian membantu ku masuk ke dalam ruangan itu.

Tangisan bayi terdengar makin keras. Tak ku sangka ternyata saat bayi pun suara ku sudah menggelegar. Dapat menghebohkan semua orang yang ada dalam ruangan itu. Aku tersenyum. Tapi tangisan bayi yang sangat keras itu tak dapat mengalihkan pandangan ku kepada seorang wanita yang sedang berbaring di tempat tidur. Matanya menunjukkan rasa bahagia dan kesakitan yang bercampur menjadi satu. Namun karena kebahagiaan yang lebih mendominasi, maka lengkungan senyuman manisnya dapat terlihat sangat jelas.

Kami menghampiri wanita itu. Dia melihat ke arah ku dan juga ke arah pria yang ada di belakangku. Hati ku sangat senang melihatnya. Tak dapat Aku tampung kebahagiaan itu. Kemudian Aku memeluk tubuh wanita itu dan menangis bahagia. Karena akhirnya Aku bisa bertemu dengan Ibu ku yang tak pernah ku tahu sebelumnya.

"Bunda.." kataku sambil menangis di pelukannya.

Dia kemudian mengelus kepala ku. Hangat sekali. Ternyata seperti ini rasanya dipeluk Bunda. Aku senang sekali. Ini kado yang paling spesial dalam hidup ku. Hadiah terbaik yang diciptakan oleh Ayah untuk ku. Kemudian Aku pun menatapnya. Aku melihat matanya berkaca-kaca. Sebenarnya Aku tak tahu kenapa. Tapi tatapan itu sangat berkesan bagiku.

"Saya gak tau kamu siapa. Tapi kenapa saya bahagia ya bisa ngeliat kamu? Kamu seperti bukan orang asing bagi saya." kata wanita itu.

Aku hanya tersenyum melihatnya.

Tak lama kemudian seorang suster masuk ke ruangan itu sambil membawa seorang bayi. Bayi itu dibedong dengan kain berwarna merah muda. Lucu sekali. Sebenarnya ini terasa aneh, Aku bisa melihat diriku sendiri sewaktu masih bayi.

"Syifa Putri Cantika." wanita itu tiba-tiba berbicara. "Itu namanya." lanjutnya.

"Iya. Itu nama yang bagus." balas pria itu.

Aku baru tahu, ternyata nama ku merupakan pemberian dari Bunda. Dia memberikanku nama yang sangat indah. Apalagi dia mencantumkan namanya di akhir namaku. Aku melihat mereka sangat bahagia karena kehadiranku yang merupakan putri pertama sekaligus anak pertama dari mereka. Tak henti-hentinya mereka membicarakan tentang bagaimana masa depan bayi itu. Aku hanya bisa tersenyum bahagia. Kini Aku bisa tahu seberapa besar cinta Ayah dan Bunda kepada diriku. Walaupun Aku baru saja dilahirkan, namun mereka sudah memikirkan bagaimana Aku nanti kedepannya bisa menghadapi kehidupan. Aku pun meneteskan air mataku, karena kebahagiaan yang tak dapat ditampung lagi.

GARIS WAKTUWhere stories live. Discover now