Kini Ku Tahu

280 0 0
                                    

Deg. Tiba-tiba ingatan ku kembali memutar memori itu. Memori dimana Aku melihat tubuh ku sendiri yang terbaring lemas dan tak sadarkan diri, dijadikan kelinci percobaan dan bahan eksperimen oleh para ilmuwan yang salah satunya merupakan ayah ku sendiri. Aku dimasukkan ke sebuah mesin yang sangat canggih. Aku yakin sekarang, bahwa mesin itulah yang membawa ku ke sini.

"Cantik." tiba-tiba ada yang memanggilku. Ya, itu adalah suara dokter.

"Soal pertanyaanmu tadi, tentang siapa yang membawamu ke rumah sakit ini. Dia adalah seorang lelaki yang usianya sekitar tiga pulu tahun." lanjutnya.

Aku hanya terdiam.

"Dia membawamu ke sini seorang diri. Saat itu tubuh mu sangat lemah dan kamu mengalami pendarahan yang sangat hebat. Kedua tulang kaki mu juga mengalami keretakan. Awalnya saya kira, kamu merupakan korban tabrakan. Tapi, pria itu bilang bahwa dia menemukanmu di sebuah lahan kosong yang kelak dijadikan tempat penelitian bagi para ilmuwan." jelas dokter.

"Benar. Semua resiko itu, tempat dimana Aku pertama kali ditemukan, ya, ini semua benar. Karena percobaan itu Aku berada di sini. Jadi ternyata benar Aku dijadikan kelinci percobaan untuk alat dimensi waktu mereka?" kata ku dalam hati.

"Lalu kenapa kamu bisa mendapatkan luka-luka ini? Apa yang kamu alami sebelumnya?" tanya dokter.

"Mmmm..." Aku bingung mau menjawab apa. "Aku gak tau dok. Aku gak ingat apa-apa." jawab ku.

"Ya sudah tak apa. Mungkin benar kamu merupakan korban tabrakan, tapi karena pelaku takut mengakuinya, dia pun membawa mu ke lahan kosong itu, kemudian meninggalkanmu." kata dokter.

"Iya mungkin dok." jawab ku singkat karena tak mau memperpanjang persoalan ini.

Tak lama kemudian, seorang laki-laki berlari memasuki ruangan. Dia terlihat sangat terengah-engah. Aku merasa sangat tak asing dengan wajah itu. Aku tersentak. Mataku semakin membuka lebar. Aku tahu siapa laki-laki itu.

"Dia udah sadar, Dok?" tanya pria itu dengan nafas yang terengah-engah.

"Nah, ini dia yang membawa kamu ke sini, Cantik." kata dokter yang memperkenalkan pria itu kepadaku.

Aku hanya terdiam menatap pria itu.

"Dia sudah baik-baik saja pak. Bagaimana istri bapak? Sudah ditangani oleh dokter?" tanya dokter kepada pria itu.

"Oh sudah dok. Istri saya sudah masuk ke ruangan bersalin." jawab pria itu.

"Semoga istri Anda persalinannya bisa lancar ya, Pak Setyo." kata dokter.

"Hah? Persalinan? Pak Setyo? Jadi benar ternyata dugaanku. Dia adalah..." kataku dalam hati.

"Cantik." panggil dokter kepadaku.

Aku tersentak. "iya dok?"

"Ini kenalkan bapak ini yang bawa kamu ke sini." kata dokter.

"Haris Prasetyo." kemudian pria itu menjulurkan tangannya. "Dan kamu?"

Aku terdiam sejenak melihat wajahnya. Lalu aku menjawab "Cantika." kemudian bersalaman dengan pria itu.

"Wah namanya sama seperti istri saya." kata pria itu sambil tersenyum.

Mataku mulai berkaca-kaca. Ingin menangis rasanya. Aku benar-benar tak percaya. Bahwa seperti inilah wajahnya 17 tahun yang lalu. Wajahnya masih terlihat muda, rambutnya juga masih berwarna hitam, tampan sekali. Aku terdiam dan tak bisa mengatakan apapun.

Kemudian dengan perlahan dia melepaskan tangannya dari tanganku. Aku tidak mengerti apa yang Aku rasakan. Aku sangat kesal kepadanya karena telah menjadikanku kelinci percobaannya, namun Aku senang bisa melihat wajahnya lagi.

"Yaudah saya titip dia ya dok. Saya mau ke ruang bersalin dulu." kata pria itu. Kemudian laki-laki itu berjalan ke arah pintu.

"Ayah." teriak ku reflek memanggilnya dengan sebutan Ayah. Kemudian aku terdiam karena aku kaget berteriak seperti itu

Laki-laki itu menengok, kemudian bertanya "Ayah?"

--Bersambung--

GARIS WAKTUWhere stories live. Discover now