Perang

112 13 0
                                    

Kali ini sunyi itu sangat mencekam, membelenggu siapapun yang mencoba terlelap. Siang tadi, Londo berhasil menghancurkan markas pemberontak. Ternyata bukan hanya bau busuk yang tak bisa disembunyikan, tapi berlian yang berkilau pun sama. Tentara-tentara sekutu meneror siapa saja, menghabiskan 10 rumah yang berdekatan dengan markas tersebut bersamaan dengan penghuninya. Tak mengenal tua-muda, bahkan bayi yang tak mengerti resesi dunia harus kembali tiada.

Pemberontak penjajah pontang-panting, harusnya malam ini aksi mereka untuk begerilya menghancurkan markas persediaan minyak, tapi rupanya ular yang sangat licin mengendap dalam perkumpulan mereka. Bersyukur sebuah pesan sampai sebelum serangan itu terjadi hingga para pemberontak yang menginginkan kemerdekaan ini dapat bergegas pergi sebelum tertangkap.

"Bagaimana bos?" bisik salah satu pemberontak yang bersembunyi di semak-semak dengan wajah penuh coretan tumbukan hijau daun yang digunakan untuk menyamar diri. Ketua pemberontak itu waspada dengan semua keadaaan, meski kelompok tentara sekutu sudah beranjak, tapi ada kemungkinan mereka masih berjaga.

"Bos!" suara itu berteriak dalam berbisik. Satu truk dengan penuh tentara tiba di belakang mereka, sudah bersiap mengepung serta mengancam dengan todongan pisaunya. Ketika Radit dan anak buahnya berpasrah diri pada takdir dan kematian yang teramat dekat. Disitulah mulai hujan bambu runcing yang dilemparkan di balik bukit oleh prajurit penolong tersembunyi.

Korban tak bisa dihindari meski mengantisipasi berbagai cara. Nyatanya perang tak bisa lepas dari darah dan nyawa yang melayang. 3 dari 10 anggota terluka, 1 tewas ditembak pada bagian dadanya. Tapi 9 pemberontak yang hanya memperjuangkan kemerdekaan itu berhasil memenangkan pertempuran dan bergegas pergi setelah mengambil beberapa senjata yang masih bisa digunakan dari tentara sekutu itu.

"Kita aman. Tapi, segera bersihkan diri kalian. Kita akan turun ke desa, menyamar sebagai warga biasa." instruksinya sesudah sampai di pinggir sungai di antara hutan belantara.

"Apakah kalian tahu pasukan di balik bukit?" tanya Radit memastikan.

Semua hening hingga sebuah panah terhunus hampir menusuk Radit, tapi gerakan menghindarnya terlalu bagus. Panah itu menancap di pohon dengan sebuah pesan pada secarik kertas.

Jangan kembali ke desa, kalian hanya akan mempertaruhkan nyawa penduduk. Bergeraklah ke luar desa pada jam 7 malam, kami akan mengalihkan perhatian tentara.  Temui kami di pendopo kesultanan Mahadirwa. - Pejuang kemerdekaan.

Pesan itu tentu saja bisa dipercaya atau tidak. Bagaimana jika itu berasal dari ular licin, mata dan telinga Londo? Tapi, tampaknya logika itu benar, desa pasti sudah dijaga dengan ketat. Tak ada jalan selain menerima saran dari orang tak dikenal itu, tapi kewaspadaan harus terus dijaga.

***
Suara nyanyian pujian kepada Sang Pencipta terdengar di penjuru keraton ini. Wanita dengan sanggul anggun khas wanita kerajaan itu tampak sibuk mengajari berbagai hal untuk muridnya sore ini. Saat itulah, abdi dalemnya mengatakan bahwa ia kedatangan tamu. Tentu saja tamu ini rahasia, maka ia menemuinya di taman dekat air mancur.

Air mancur itu tampak tak lelah terus naik, lalu turun. Teknologi sederhana itu hanya mengandalkan gaya gravitasi dan aliran air yang digerakkan oleh mesin. Air mancur ini ialah hasil dari tangan seorang wanita yang sekarang berjalan menujunya, hasil keras kepala yang pernah membawanya hingga ke tanah Londo sesungguhnya.

"Bagaimana? Pesannya sudah kau sampaikan?" wanita ini menghadap air mancur,tak perlu menatap lawan bicaranya.

"Ampun, ndoro. Saya sudah melakukan apa yang Ndoro perintahkan. Pengkhianat dalam kelompok itu pun sudah mati tewas di tempat. Mereka akan sampai disini menjelang subuh, Ndoro."

"Bagus. Terus kawal mereka hingga sampai tujuan." perintah wanita itu tegas tapi masih bersuara halus khas wanita jawa.

"Baik, Ndoro. Siap menjalankan!" sebuah bayangan hitam itu bergerak, menandakan ia bersegera menyelesaikan tugas selanjutnya.

"Kita harus menang, Didit!" gumam wanita itu.

Bersambung...

(Bukan) Gadis KeratonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang