Berubah berantakan

112 12 0
                                    

Aku tak menyadari hingga saat ini, bahwa kita memang sangat lemah, bahkan hanya untuk menyebutkan hal yang kita inginkan. Setidaknya, diriku. Badanku melemah entah sebab apa, aku terbiasa makan sedikit dan mengunyah dengan sangat lambat dibandingkan umumnya ketika seseorang makan, tentu itu tak bisa menjadi alasan aku terus saja mendadak pingsan tanpa ku rasakan sebelumnya tanda-tandanya. Aku selalu menjaga diri dengan berolahraga setidaknya merapikan kamarku sendiri untuk mencari keringat. Berjemur diri? Ah, iya mungkin ini salah satu syok di negara bersalju ini. Padahal musim salju sudah berlalu sejak sebulan yang lalu, tapi musim seminya nyatanya masih kurang bersahabat denganku. Ya, aku memang memiliki riwayat penyakit alergi cuaca dingin. Sebut saja aku bodoh, toh aku harus menuntaskan impian yang terus berdendang di kepalaku.

Ah, kepalaku terasa tertarik ribuan batu saat ku coba membangunkan diri. Aku bosan terus terlelap, tapi mataku terlalu lelah juga hingga selalu ingin memenjamkan diri. Ini kondisi yang harus dipaksakan, sebab ternyata keadaan berbalik sangat cepat, ku lihat dengan jelas Didit, maksudu Radit, ah apapun itu, anak konglomerat yang baru saja ku tau kenyataannya itu, kini duduk di sampingku. Mataku terkantuk antara sadar dan tidak, tapi tangannya masih bergerak memijat tanganku yang bebas jarum infus. Ya ampun, aku benci jarum dan darah, tapi selalu berurusan dengan hal itu belakangan ini.

Saat ku tangisi dia di kamarnya, aku tak tau bahwa jejak kaki itu adalah orang yang akan menyelamatkanku. Aku tak tau pasti bagaimana ceritanya diriku di bawa cepat ke rumah sakit tempat Didit di rawat, tapi jelas bukan Didit pelakunya. Ia hanya otak di balik semua ini. Aku tak tau bagaimana aku harus berterima kasih, tapi ia masih sempat mengirim surat kepada sahabatnya untuk menjagaku.

Flashback on

Nafasnya tergesa dan memburu, lelaki itu terus berlari dan sampai menyiapkan sesuatu di tangannya. Seharusnya ia bisa dengan mudah lari, tapi suara perempuan yang memberontak itu jelas menghentikan segala langkahnya. Ia tak mungkin berlari menjauh dan tak peduli. Ia menjadi penanggungjawab atas terselenggaranya mimpi gadis pemalu itu, ah iya putri keraton yang keras kepala.

"Ahh, apa aku boleh mengumpat?", tak ada kata yang bisa diucapkan, selain bertanya. Tapi otaknya memburu ke segala arah.

Cepat, ia gelisah mencomot kertas buangan di jalan sempit di antara bangunan gedung pertokoan itu, menulis sesuatu dengan pulpen yang selalu dibawanya.

"Maaf tak bisa bertemu. Kondisi menjadi sangat buruk sekarang. Seperti yang kita duga, Afik sungguh Menafik. Aku berharap bisa menemuimu secepatnya, tapi aku tak yakin akan dengan mudah lepas dari perangkapnya kali ini. Tolong liatlah keadaan ibu PKK itu, Putri Keras Kepala. Jangan mendekat jika ia masih baik, sebab jelas ia akan bertanya tentang rencana kita dan itu lebih susah menjelaskannya. Hanya dekati dia jika keadaan mulai terancam. Ku tinggalkan juga beberapa pergerakan kelompok Domba serta prediksiku tentang apa yang akan diperbuatnya. Tolonglah aku, jagalah Ajeng jika aku tak mampu.

Tertanda

Mr. R


AN:
Perlu banget ya pake AN? LOL
Ini salah satu cara menyapa pembaca, kan? Entah dibaca atau nggak 😂

Terima kasih masih menunggu, maaf terlalu lama hiatus. Doakan kelancaran kisah ini. Aamiin.

Jangan menyerah! *nasehat diri sendiri ini* hahaha

Stay read!
Enjoy!

Happy reading!

Banjarbaru, 14 februari 2018

Eh, ini valentine's day? Sririda's day ada kagak ya? 😝😝😒😒😒

(Bukan) Gadis KeratonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang