Dancing in The Dark - Republish Chapter 4. History About Zen

Start from the beginning
                                    

Elsa tersentak. Telinganya berdenging diteriaki oleh Zen seperti itu. "Ba..baik, Tu-Tuan,"jawab Elsa terbata bata. Rasanya sungguh sulit memanggil Zen tanpa gelarnya.

Zen menaikkan satu alisnya lalu menghela nafas. "Baiklah. Itu lebih baik,"

Zen lalu melirik nampannya. Ia sedikit kaget dan heran. Makanan hari ini, untuk pertama kalinya sangat rapi sampai sampai ia tidak sadar jika itu adalah makanan sisa. "Apa ini makanan baru?" alis Zen mengeryit.

"Benar, Tuan. Ini makanan baru," bohong Elsa. Ia bertekad, tidak ada lagi makanan sisa untuk tuannya. "Silahkan dimakan, Tuan," Elsa menyodorkan nampan itu. Ugh, ruangan Zen begitu menyengat baunya. Elsa mencoba curi-curi pandang ingin tahu keadaan kamar Zen seperti apa hingga mengeluarkan bau tidak sedap seperti itu.

"Apa yang kau cari?!" Tanyanya galak. Elsa buru buru menggeleng.

"Katakan padaku!" Paksa Zen. Ia diam-diam penasaran dengan gerak-gerik Elsa.

Elsa melinting renda seragamnya dengan takut. "Anu, maaf, Tuan. Tapi apa saya bisa..saya bisa membersihkan ruangan anda? Sepertinya berdebu.." tawar Elsa sambil menunduk.

"Tidak perlu," jawabnya ketus.

"Tapi, Tu-"

"Aku kan sudah bilang aku tidak butuh pelayan. Aku bisa mengurus diriku sendiri," potongnya membela diri.

Elsa diam-diam mencibir. Mengurus diri sendiri? Tubuh kurus, dekil, kumal, dan bau, itukah bukti dia bisa? Begitu cibirnya.

"Tapi Tuan, saya bisa mencium bau-" Elsa buru buru menutup mulutnya. Ia mengutuk dirinya. Bagaimana bisa berbicara seperti itu di depan seorang Pangeran. Mengatakan seorang pangeran bau sama saja seperti menjatuhkan harga diri Zen. Tapi, lingkungan kotor itu sungguh tidak baik bagi kesehatan Zen.

Mata Elsa berhasil mencuri keadaan kamar Zen. Elsa merasa ia harus mengelus dadanya, prihatin dengan ruangan Zen. Selimut kumal berceceran di lantai. Lilin yang sudah tinggal sedikit, nyaris sumbunya saja. Beberapa piring kotor terlihat berserakan, pakaian Zen juga tergeletak tidak karuan. Debu, sarang laba laba, semua memenuhi kamar Zen. "Tuan, saya hanya ingin menjalankan tugas dari Putri Anne," Elsa bersihkeras.

"Katakan saja padanya kau sudah mengurusku,"

Elsa menggeleng. "Saya tidak bisa berbohong, Zen,"

Zen berdecak. "Kenapa? Tidak perlu kau bersikap seperti itu!" Cecarnya.

Elsa dengan sabar menggeleng. "Bukan begitu, Tuan. Tapi saya memikirkan bagaimana Putri Anne begitu memikirkan anda. Dia bahkan memohon pada saya untuk mau mengurus anda. Itulah sebabnya saya tidak bisa berbohong,"

Zen terdiam sejenak. "Anne itu..dia hanya berpura pura baik padaku,"

Elsa tersentak. "Bagaimana bisa anda bicara begitu? Tuan, bahkan Putri Anne menyediakan beberapa bahan makanan segar untuk anda. "

Zen tetap menggeleng. "Aku tidak percaya dengan wanita itu. Dia tidak ada bedanya dengan Ratu dan Edward. Mereka semua berubah ketika tahu siapa aku,"

Elsa terpaku. Zen begitu sedih. Tatapan matanya lurus ke nampannya. Kosong. Hampa. Zen, adalah Putra terakhir Ratu Annelise. Sejarahnya begitu menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Tidak terkecuali Elsa, pelayan yang sudah bertahun tahun berada di sisi Anne. Anne pernah bercerita, saat itu, Edward dan Anne masih sangat kecil. Suatu hari, Raja Fernand membawa pulang seorang balita laki laki. Katanya, Zen salah satu korban dari perang yang berkecamuk kala itu. Orangtuanya mati membela kerajaan dalan perangnya. Merasa kasihan, Zen dibawa ke istana dan diangkat sebagai anak. Dia dihujani oleh kasih sayang dan harta layaknya seorang pangeran pada umumnya. Hidupnya bahagia. Tapi tidak bertahan lama, Ratu mengetahui bahwa Zen, bukanlah korban perang seperti yang Raja bilang. Zen, adalah putra hasil hubungan gelap Sang Raja dengan salah satu wanita dari kalangan rakyat jelata. Wanita itu sendiri meninggal saat melahirkan Zen. Untuk menutupi rasa bersalahnya, Raja pun membawa Zen. Akan tetapi, kesalahan terbesar Raja, yaitu berselingkuh bahkan hingga memiliki seorang putra dari wanita lain, tidak dimaafkan oleh Sang Ratu. Seketika dunia seperti terbalik untuk Zen. Kasih sayang Ratu dan Edward sirna begitu saja. Bahkan ketika Anne mengajak Zen bermain, Ratu tidak segan menghukum putrinya dan mengusir Zen dari dekatnya. Hanya Sang Raja yang tetap mengajaknya berbicara. Kasih sayangnya untuk putranya tidak pernah hilang.

Bertahun-tahun setelah terbongkarnya fakta tentang Zen, hubungan Ratu dan Raja retak. Keretakkan dengan istri tercintanya itu begitu menguras pikiran Raja. Hingga akhirnya Raja pun jatuh sakit. Kemarahan Ratu yang teramat sangat, membuat Raja tidak teurus. Hanya pelayannya yg mengurusnya dan itu tidak cukup jika bukan istrinya sendiri yang mengurus. Hingga akhirnya Raja meninggal dunia.

Meninggalnya sang Raja berimbas pada Zen. Hidup Zen seolah ikut berakhir. Ratu mengusir Zen dari istana. Namun, berkat Anne yang pantang menyerah membujuk ibunya, akhirnya Ratu mengizinkan Zen tetap diistana dengan catatan, Zen diasingkan ke bagian paling belakang kompleks istana dan harus mengurus dirinya sendiri. Tidak ada pelayan untuknya.

Zen hanya bisa pasrah menerima semua keputusan Ratu. Dia mengasingkan diri di istananya. Sendirian, tanpa teman. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


E-book PDF: Dancing in the Dark
Price: Rp. 35.000
Jumlah halaman : 758 halaman A5
Kontak Pembelian via ponsel : 085-726-266-846
Kontak Pembelian via IG : roxabell_212
Kontak Pembelian via wattpad dm : Roxabell212

SWEET LOVE STORY : DANCING IN THE DARK Where stories live. Discover now