Satu

19 1 0
                                    

"Bunda. Bunda aku berangkat ya." Teriak seorang gadis cantik yang baru saja menuruni anak tangga, sebari bergegas ke ruang makan mencari sosok Bundanya.

"Sayang, sini makan dulu. Bunda udah siapin sandwic-nya" Ucap seorang wanita yang dipanggil Bunda, dengan tangan yang masih sibuk menata meja makan.

"Enggak deh Bun, aku langsung berangkat aja ya. Takut telat," Tolak sang gadis dengan lembut.

"Yaudah, kalau gitu Bunda siapin untuk di bekal ya?" Wanita yang sudah berusia empatpuluhan tersebut menghentikan aktifitasnya, dan akan melangkah menuju dapur namun langkahnya terhenti karena..

"Bun, gak usah. Nanti aku beli di kantin aja" Lagi-lagi sang gadis menolak tawaran sang Bunda. "Aku berangkat ya Bun"

"Maaf ya sayang, sekarang Bunda gak bisa antar kamu. Bunda harus ngurusin berkas kepindahan kita. Kamu gak apa-apakan diantar sama pak Toni?" Wanita itu berjalan menghampiri gadisnya dengan raut wajah yang merasa bersalah.

"Bunda, aku gak apa-apa ko. Aku bisa sendiri. Bunda gak usah khawatir ya," Gadis cantik itu memeluk sang Bunda, berharap Bunda-nya tidak merasa bersalah.

"Aku berangkat ya Bunda," Gadis itu melepaskan pelukannya dan.. 'Cup' setelah mengecup pipi kanan Bundanya, Gadis itu berlari sambil berkata "Dadah Bunda"

"Hati-hati," Bunda berteriak karena jarak mereka yang sudah jauh.

"Iya." Gadis itu tak kalah berteriak.

Sesampainya di depan pintu ia melihat pria tua yang sudah lebih dari setengah abad berdiri di dekat mobil berwarna putih sambil membukakan pintu penumpang. Ya, Toni. Supir pribadi suruhan Ayahnya. Seketika raut wajahnya langsung berubah masam.

"Mari non, saya antar." Ucap Toni lembut.

"Gak usah. Gue bisa sendiri," Balas gadis itu dengan dingin dan berlalu meninggalkan pak Toni yang hanya menggelengkan kepala.

Toni sudah biasa melihat nona mudanya seperti itu. Bahkan biasanya akan lebih kasar dari pada ini. Meskipun dia sangat menyayangkan sikap nona mudanya. Namun ia sadar, ia tidak bisa berbuat apa-apa.

***

"Huh, sepi banget sih ini kolidor. Ruang kepsek dimana lagi,"

"Sekolah segede gini buat apa coba gak guna,"

"Aduh kaki gue,"

"Ya ampun, pusing banget gue. Gak mungkinkan ruang kepsek di lantai tiga."

Gerutuan demi gerutuan terus keluar dari bibir mungil gadis cantik. Ia merasa lelah karena mencari ruang kepsek yang juga tak kunjung ketemu. Sudah lebih dari 20 menit ia mencari, tetapi hasilnya nihil. Apalagi tidak ada seorangpun yang bisa ia tanyai, karena memang jam pelajaran sudah di mulai sejak 30 menit yang lalu.

"Huhh" Gadis itu mengeluarkan nafas beratnya, lalu menganbil handphone dalam saku roknya yang lima centi di atas lutut. Dan mulai mengetikkan sesuatu. Tiba-tiba..

Bugh..

"Aww..shh" Ringis gadis tersebut sebari duduk di lantai dengan handphone yang terlempar 60 cm di sampingnya.

"E eh. Sorry, sorry" Ucap seseorang yang tadi menabraknya, sambil membatu gadis itu untuk berdiri.

"Lo gak apa-apakan?"

***

"Aduh gawat handphone gue pake acara ketinggalan lagi di wc" Gerutu seorang pria sembari berlari kencag.

Pria itu terus berlari dengan tatapan yang beralih kebawah, karena tali sepatunya yang tiba-tiba terlepas. Dia memastikan agar tali tersebut tidak terinjak oleh kakinya sendiri, yang mungkin bisa mengakibatkannya tersungkur dan..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AnguishWhere stories live. Discover now